Tahap Perkembangan Psikososial anak
Menurut Erik Erikson (1963), ada 4 tahap perkembangan psikosial anak, antara lain:
1. TRUST vs MISTRUST (dari sejak lahir-1 tahun)
Sikap dasar psikososial yang dipelajari oleh bayi, bahwa mereka dapat mempercayai lingkungannya. Timbulnya trust (percaya) dibantu oleh adanya pengalaman yang terus-menerus, berkesinambungan, adanya pengalaman yang ada kesamaannya dengan ‘trust’ dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi oleh orang tuanya. Apabila anak terpenuhi kebutuhan dasarnya dan apabila orang tuanya memberikan kasih sayang dengan tulus, anak ajan berpendapat bahwa dunianya (lingkungannya) dapat dipercaya atau diandalkan. Sebaliknya apabila pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anaknya tidak memberikan/memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan, tidak konsisten atau sifatnya negatif, anak akan cemas dan mencurigai lingkungannya
2. AUTONOMY vs SHAME and DOUBT (antara 2-3 tahun)
Segera setelah anak belajar ‘trust’ atau ‘mistrust’ terhadap orang tuanya, anak akan mencapai suatu derajat kemandirian tertentu. Apabila ‘toddler’ (1,6-3 tahun) mendapat kesempatan dan memperoleh dorongan untuk melakukan yang diinginkan anak dan sesuai dengan tempo dan caranya sendiri, tetapi dengan supervisi orang tua dan guru yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Tetapi apabila orang tua dan guru tidak sabar dan terlalu banyak melarang anak yang berusia 2-3 tahun, maka akan menimbulkan sikap ragu-ragu terhadap lingkungannya. Sebaiknya orang tua menghindari sikap membuat malu anak apabila anak melakukan tingkah laku yang tidak disetujui orang tua. Karena rasa malu biasanya akan menimbulkan perasaan ragu terhadap kemampuan diri sendiri
3. INISIATIVE vs GUILT (antara 4-5 tahun)
Kemampuan untuk melakukan partisipasi dala berbagai kegiatan fisik dan mampu mengambil inisiatif untuk suatu tindakan yang akan dilakukan. Tetapi tidak semua keinginan anak akan disetujui orang tua dan gurunya. Rasa percaya dan kebebasan yang baru saja diterimanya, tetapi kemudian timbul keinginan menarik rencananya/kemauannya, maka timbul perasaan bersalah.
Apabila anak usia 4-5 tahun diberi kebebasan untuk menjelajahi dan bereksperimen dalam lingkungannya, dan apabila orang tua dan guru memberikan waktu untuk menjawab pertanyaan anak, maka anak cenderung akan lebih banyak mempunyai inisiatif dalam menghadapi masalah yang ada di sekitarnya. Sebaliknya apabila anak selalu dihalangi keinginannya, dan dianggap pertanyaan atau apa saja yang dilakukan tidak ada artinya, maka anak akan selalu merasa bersalah.
4. INDUSTRY vs INFERIORITY (6-11 tahun)
Dimensi polaritasnya adalah: memperoleh perasaan gairah dan di pihak lain mengatasi perasaan rendah diri. Dalam hubungan sosial yang lebih luas, anak menyadari kebutuhan untuk mendapat tempat dalam kelompok seumurnya. Anak harus berjuang untuk mencapai hal tersebut. Bila dalam kenyataannya ia masih dianggap sebagai anak yang lebih kecil baik di mata orang tua maupun gurunya, maka akan berkembang perasaan rendah diri. Anak yang berkembang sebagai anak yang rendah diri, tidak akan pernah menyukai belajar atau melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual. Yang lebih parah, anak tidak akan percaya bahwa ia akan mampu mengatasi masalah yang dihadapinya.
Perkembangan seseorang adalah hasil dari faktor bawaan dan lingkungan (nature vs nurture). Setiap individu adalah makhluk yang unik dan setiap tahap perkembagnan memiliki karakteristik yang khas. Faktor bawaan mencakup ciri-ciri fisik, kecerdasan, bakat, temperamen (yang akan menentukan bagaimana seseorang bertindak, bereaksi, bersikap dari satu situasi ke situasi lain yang sifatnya relatif menetap).
Faktor lingkungan sangat berperan untuk melakukan perubahan, dalam artian memaksimalkan potensi yang dimiliki anak, dan hal-hal yang kurang berkembang. Juga untuk meminimalkan hal-hal yang negatif pada diri anak (temperamen “sulitâ€, gangguan perkembangan/hendaya yang diidap oleh anak). Peran lingkungan adalah mengoptimalkan dimensi perkembangan mencakup faktor biologis (fisik, motorik), kognitif (bahasa, berpikir, daya nalar, daya ingat, dll), psikososial ( kemandirian, bagaimana anak bersikap, berperilaku, kesadaran akan diri, harga diri, percaya diri, dll). Sebagai contoh, anak akan belajar bagaimana mencintai orang lain kalau mereka dicintai oleh (terutama) orangtuanya.
Konteks dimana anak dibesarkan sangat besar pengaruhnya, kalau anak dibesarkan dalam konteks kekerasan, maka perilaku kekerasan akan menjadi bagian dari dirinya. Sebaliknya kalau anak dibesarkan dalam konteks yang positif, dimana hubungan antar anggota keluarga harmonis, memberikan contoh perilaku yang positif, memfokuskan pada tiga dimensi pengembangan anak secara seimbang, peka terhadap hal yang terjadi di lingkungannya, maka anak akan berkembang lebih positif. Aktivitas anak disesuaikan dengan tahapan usia, kemampuan, dan keunikan anak.
Perhatian, kasih sayang, sensitivitas dan responsivitas orang tua sangat berperan. Orangtua peka akan kebutuhan anak, mengapa anak berperilaku tertentu untuk menarik perhatian orangtuanya. Dari sinilah anak akan merasa dirinya sebagai orang yang penting, diperhatikan (bukan dimanjakan), memiliki harga diri dan rasa percaya diri yang tinggi. Orang tua tahu kapan membolehkan anak menjatuhkan pilihannya sendiri dan kapan tidak. Pada anak usia Balita, dalam aspek psikososial, anak perlu belajar benar-salah, boleh dan tidak boleh. Hal ini berkaitan dengan karakteristik anak usia Balita yang biasanya negativistik, mengapa demikian? Karena dia sudah sadar akan eksistensi dirinya yang berbeda dari orang lain. Dari sini pula akan berkembang autonomi, jadi seni dalam mendidik anak adalah bagaimana menimbang-nimbang sampai batas mana anak dibolehkan dan sampai batas mana tidak dibolehkan. Bagaimana mengalhkan keinginan anak yang tidak dibenarkan dan memberikan alternatif sehingga autonomi anak tidak sampai dimatikan.
Di usia Balita. Fokus utama untuk mengembangkan dimensi kognitif adalah dalam hal bahasa dan memfokuskan perhatian pada apa yang sedang berlangsung. Mengapa bahasa penting? Karena bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, mengarahkan pikiran seseorang, ekspresi diri yang paling utama dalam komunitas manusia. Kalau anak tidak paham bahasa dan tidak dapat mengungkapkan idenya melalui bahasa, bagaimana dia akan mempelajari hal-hal lainnya?
Fokus utama dalam aspek psikososial adalah menumbuhkan keyakinan diri sebagai anak yagn mampu berbuat sesuatu terhadap lingkungannya sehingga anak merasa percaya diri. Yang melandasi hal ini adalah perlakuan orang tua sejak dia bayi. Anak merasa ada orang yang bisa dia andalkan untuk memenuhi semua kebutuhannya, lekat dengan ibu-ayahnya (sebisa mungkin orangtua). Kalau anak merasa dirinya lekat secara aman dengan prangtuanya, hal ini akan berdampak jangka panjang, misalnya keinginan untuk meraih prestasi yang baik, memilih pasangan hidup, dst.
Deteksi Awal Tumbuh Kembang melalui Kemampuan Mendengar dan Melihat
Maret 2010
Surabaya, eHealth. Pada usia dini atau dalam hal ini pada masa golden period, umumnya 0-3 tahun, seorang anak memiliki masa tumbuh kembang yang paling pesat pada otak manusia, dalam hal ini menerima masukan dari lingkungan sekitar. Namun, tetap saja proses tumbuh kembang tersebut perlu diperhatikan dan “ditelateni” oleh para orang tua, karena penyimpangan tumbuh kembang yang ditemukan sejak dini, terutama sebelum anak berumur 3 tahun, dapat segera di intervensi (diperbaiki). Berikut ulasan singkat mengenai Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) pada anak.
Tumbuh kembang anak merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, baik lingkungan sebelum anak dilahirkan maupun lingkungan setelah anak itu lahir. Gizi merupakan salah satu faktor lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang fisik, sistem, syaraf dan otak serta tingkat kecerdasan yang bersangkutan.
Pada salah satu acara sosialisasi tumbuh kembang anak, dr. Radix Hadriyanto, Sp.A menekankan bahwa umur tiga tahun awal pada anak merupakan periode emas pertumbuhan. Salah satu pertumbuhan penting adalah perkembangan otak anak yang mencapai 80-90% di tiga tahun pertama. Pada masa itu pula otak Balita lebih plastis jika dibandingkan dengan otak orang dewasa. Otak Balita sangat terbuka dalam menerima berbagai macam pembelajaran dan pengkayaan, baik bersifat positif maupun negatif.
Namun di sisi lain, otak Balita lebih peka terhadap asupan yang kurang mendukung pertumbuhan otaknya, seperti asupan gizi yang tidak adekuat, kurang stimulasi dan kurang mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
Sehingga pemantauan menyeluruh baik dari segi pertumbuhan, perkembangan termasuk juga asupan sangat dibutuhkan demi kehidupan sang buah hati. Hal tersebut dapat dilakukan secara sederhana melalui beberapa langkah sebelum akhirnya dikonsultasikan kepada dokter kepercayaan Anda. Namun ada baiknya Anda mengetahui terlebih dahulu pengertian dasar mengenai DDTK.
Apa Itu Tumbuh Kembang?
Kata pertumbuhan sering dikaitkan dengan kata perkembangan sehingga terdapat istilah tumbuh-kembang. Secara singkat terdapat pengertian yang cukup berbeda pada dua kata tersebut.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan Interseluler, berarti : Bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
Perkembangan merupakan bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam bidang (1) Motorik Kasar, (2) Motorik Halus, (3) Kemampuan Berbahasa, (4) Sosialisasi dan Kemandirian. Dengan kata lain, perkembangan merupakan bertambahnya struktur dan fungsi tubuh (kemampuan) yang lebih kompleks meliputi kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemandirian. Misal: kemampuan melakukan gerakan yang kompleks, berinteraksi dan berkomunikasi, kemampuan kognitif, bersosialisasi, kreatifitas, dll.
Ciri-ciri Perkembangan :
o Perkembangan menimbulkan perubahan.
o Perkembangan awal menentukan perkembangan selanjutnya.
o Perkembangan mempunyai pola yang tetap.
o Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.
o Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda.
o Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan.
Perkembangan terjadi secara bersamaan (simultan) dengan pertumbuhan. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan syaraf pusat dengan organ tubuh yang dipengaruhinya. Misal: kemampuan bicara merupakan hasil dari perkembangan sistem syaraf yang mengendalikan proses bicara.
Perlu diketahui bahwa seorang anak yang dilahirkan memiliki garis pertumbuhan normal masing-masing. Garis pertumbuhan normal ini, ada yang berada di garis median, ada yang lebih rendah dan ada pula yang lebih tinggi. Dalam bahasa inggris disebut setiap anak memiliki growth trajectory masing-masing. Hal ini sering kita lihat ada anak yang berat badannya berada di Bawah Garis Merah (BGM), atau pada pita kuning, dan ada yang terletak pada pita hijau, tetapi garis pertumbuhan mereka mengikuti garis pertumbuhan normal.
Tahap-tahap Pertumbuhan dan Perkembangan :
Masa dalam kandungan (prenatal)
Masa Neonatal (0 – 28 hari)
Masa Bayi (< 1 tahun)
Masa Balita (< 5 tahun)
Masa Prasekolah (5-6 tahun)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang
1. Faktor Pranikah
Peningkatan kualitas tumbuh kembang anak, seharusnya dimulai sebelum anak lahir ke dunia. Pasangan yang akan menikah sebaiknya melakukan konsultasi dengan dokter untuk menghindari penyakit-penyakit keturunan yang dapat diturunkan kelak pada anaknya.
2. Faktor Pranatal
• Masa mudijah/embrio (sampai 8/12 minggu) masa itu merupakan masa rawan, karena mobilitas pada masa ini sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh kelainan zat dan kromosom, status kesehatan ibu, atau keduanya. Faktor lingkungan intrauterine dapat menimbulkan kelainan bawaan pada janin pada masa ini.
• Masa janin (12 s/d 40 minggu). Agar janin selama dikandung dapat tumbuh dengan baik harus dijaga agar setiap kelainan dapat diketahui sedini mungkin dengan menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan yang teratur. Banyak hal-hal yang perlu diperhatikan pada masa ini. Selain masalah gizi ibu pada waktu hamil, menurut berbagai tulisan, hal lainnya antara lain: obat-obatan, toksin, atau zat kimia, endokrin (ibu diabet), mekanis (kelainan posisi janin/kekurangan jaringan tubuh), penyakit pada ibu (infeksi/non infeksi), radiasi, stress, dan lain-lain.
3. Faktor Perinatal (28 minggu kehamilan s/d 7 hari lahir)
Persalinan yang mulus tanpa komplikasi pada bayinya akan memberi dampak yang baik bagi tumbuh kembang anak di kemudian hari. Bayi baru lahir harus berhasil melewati masa transisi ini (7 hari setelah lahir) yaitu dari sistem yang teratur yang sebagian besar tergantung pada kemampuan bayi itu sendiri.
Pada waktu ini masih tergantung pada anggota keluarga yang lebih tua, masih relatif “immature”, setelah itu masuk fase maturasi dan sosialisasi yang intensif yang ditandai dengan pertumbuhan pesat terutama otak. Keadaan penting yang harus diperhatikan pada masa perinatal antara lain asfiksia (tidak dapat bernafas secara spontan, teratur dan adekuat), Hipoglikemi, Berat Bayi Lahir Rendah/BBLR, infeksi, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kualitas tumbuh kembang bayi.
4. Faktor Postnatal
Faktor postnatal yang mempengaruhi kualitas anak adalah faktor bio-fisika-psikososial. Komponen biologis antara lain kesehatan tubuh/organ, keadaan gizi, kekebalan terhadap penyakit. Komponen fisik antara lain perumahan, kebersihan lingkungan, fasilitas kesehatan dan pendidikan komponen psikososial diantaranya kesehatan jiwa, stimulasi mental, pengaruh keluarga/masyarakat, nilai-nilai budaya, tradisi, adat dan agama.
Agar anak dapat tumbuh kembang dengan optimal sesuai dengan kemampuan genetiknya harus mendapat dukungan yang positif dari lingkungan anak tersebut. Berhubung majemuknya faktor-faktor lingkungan postnatal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak maka secara garis besar hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah gizi anak, kesehatan anak, imunisasi, perumahan, sanitasi lingkungan, stimulasi, Keluarga Berencana dan keluarga itu sendiri.
“Milestone” Perkembangan Balita dan Anak Sekolah
Saat menjelaskan kepada para peserta sosialisasi DDTK, dr. Radix menjelaskan bahwa dua hal utama yang paling penting untuk diketahui lebih dulu dalam mendeteksi tumbuh kembang anak adalah kemampuannya melihat dan mendengar. “Dua hal tersebut harus diketahui dengan cepat, yang lainnya bisa mengikuti,” jelas dokter yang sehari-harinya bertugas di RSUD dr. Soewandhie ini.
Cara termudah yang dapat dilakukan untuk kemampuan penglihatan dilakukan dengan cara mengarahkan sinar yang tidak terlalu terang pada mata anak. Beri jarak yang cukup antara sinar dan mata, kemudian geser pelan-pelan sinar tersebut ke kiri dan kanan, jika sang anak mengikuti arah sinar tersebut berarti kemampuan melihatnya sudah baik. Sedangkan untuk mendeteksi kemampuan pendengaran dilakukan dengan bantuan mainan bayi yang memiliki lonceng atau kerincingan. Indikasi pendengaran baik dapat dilihat apabila anak menangis dan kemudian jika ditaruh mainan kerincingan tersebut di depannya maka Ia akan diam.
Sehingga apabila salah satu fungsinya terdeteksi bermasalah semenjak dini, maka penanganan untuk masalah itu pun dapat dilakukan secepat mungkin demi mencegah keadaan memburuk.
Ia kemudian berpesan, bahwa perkembangan anak yang dalam hal ini berhubungan dengan kemampuannya seperti berbicara, menulis, atau berjalan bukanlah perkembangan secara alami. “Nggak mungkin diklenggrakno (dibiarkan, Red) secara alami lalu bisa bicara,” jelas dr. Radix. Terus melatih anak adalah kunci anak mendapatkan perkembangan kemampuan optimal.
Pada kesempatan hari itu pula dr. Radix memaparkan beberapa ciri khas tumbuh kembang anak yang normal secara umum menurut klasifikasi umurnya. Segera konsultasikan tumbuh kembang anak Anda pada Puskesmas terdekat atau Rumah Sakit apabila menemui kejanggalan pada tumbuh kembang anak Anda.
Milestone Perkembangan Balita dan Anak Sekolah
dr. Radix Hadriyanto, Sp.A
Dipaparkan pada Sosialisasi DDTK Kepada Para Kader Puskesmas Surabaya
Surabaya, 22 Februari 2010
Perkembangan Kognitif Pada Anak
Posted in March 31st, 2010 by Arya Utama | Filed under Ilmu Psikologi, Psikologi Anak | Comments (4)
Seorang ahli Psikologi mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah:
1. Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)
Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik ini, inteligensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja. Piaget menamakan proses ini sebagai proses desentrasi, artinya anak dapat memandang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.
2. Stadium pra-operasional (18 bulan—7 tahun)
Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung) serta bayangan dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis. Anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
• Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu (secara perseptual, emosional-motivational, dan konsepsual) untuk mengambil perspektif orang lain.
• Cara berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi yang lain dan akhirnya juga mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi ini.
• Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah yang sebaliknya.
• Berpikir pra-operasional adalah terarah statis. Bila situasi A beralih ke situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan transformasi perpindahannya A ke B.
• Berpikir pra-operasional adalah transductive (pemikiran yang meloncat-loncat). Tidak dapat melakukan pekerjaan secara berurutan . Dari total perintah hanya satu/ beberapa yang dapat dilakukan.
• Berpikir pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek tidak berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja.
3. Stadium operasional konkrit (7—11 tahun)
Cara berpikir anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai oleh desentrasi yang besar, artinya anak sekarang misalnya sudah mampu untuk memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi ini satu sama lain. Anak sekarang juga memperhatikan aspek dinamisnya dalam perubahan situasi. Akhirnya ia juga sudah mampu untuk mengerti operasi logis dari reversibilitas. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
Ada juga kekurangan dalam cara berpikir operasional konkrit. Yaitu anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah (misalnya masalah klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.
4. Stadium operasional formal (mulai 11 tahun)
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
• Sifat deduktif-hipotetis:
Dalam menghadapi masalah, anak akan menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisisnya ini, ia lalu membuat suatu strategi penyelesaian. Maka dari itulah berpikir operasional formal juga disebut berpikir proporsional.
• Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris.
Berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung.
Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001) menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.
Rujukan : kaskus.us dan Akhmad Sudrajat
Related Posts
• Perkembangan Kognitif Dewasa Akhir
Salah satu pertanyaan yang paling banyak menimbulkan kontroversial dalam studi tentang perkembangan ...
• Bunuh Diri Menurut Pandangan Psikologi
Teori-teori psikologi tentang bunuh diri, fokus pada pikiran dan motivasi dari orang-orang yang mela...
• Karakteristik Remaja
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup perubahan transisi biologis, transis...
• Pengertian Remaja Menurut Para Ahli
• Apakah Puber Bikin Bodoh?
Related posts:
1. Dampak Positif-Negatif Internet Bagi Perkembangan Anak
2. Perkembangan Kognitif Dewasa Akhir
3. Karakteristik Anak-Anak
4. Dampak Buruk Film Mistik Bagi Psikologi Anak
Stimulasi Tumbuh Kembang
Stimulasi adalah suatu kegiatan merangsang kemampuan dasar Balita dan Anak Prasekolah yang dilakukan oleh lingkungan (ibu, bapak, pengasuh anak & anggota keluarga lain) untuk mengoptimalkan tumbuh kembangnya.
Stimulasi untuk merangsang 4 aspek kemampuan dasar:
o Kemampuan Gerak Kasar (GK);
o Kemampuan Gerak Halus (GH);
o Kemampuan berbicara dan bahasa;
o Kemampuan bersosialisasi dan kemandirian.
Prinsip Stimulasi Perkembangan:
o Dilandasi rasa cinta dan kasih sayang;
o Orang-orang terdekat dipakai sebagai model;
o Dilakukan dengan cara bermain, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan hukuman;
o Dilakukan setiap hari, secara bertahap dan berkelanjutan yang mencakup 4 aspek kemampuan dasar;
o Dilakukan sesuai dengan kelompok umur anak;
o Gunakan alat bantu yang sederhana, aman dan mudah didapat;
o Beri kesempatan yang sama pada anak perempuan dan laki-laki;
o Selalu beri pujian, bila perlu beri hadiah atas keberhasilannya.
Pengelompokan umur untuk stimulasi:
1. Umur 0-3 bulan
2. Umur 3-6 bulan
3. Umur 6-9 bulan
4. Umur 9-12 bulan
5. Umur 12-15 bulan
6. Umur 15-18 bulan
7. Umur 18-24 bulan
8. Umur 2-3 tahun
9. Umur 3-4 tahun
10. Umur 4-5 tahun
11. Umur 5-6 tahun
Contoh stimulasi pada kelompok umur 3-6 bulan:
Kemampuan gerak kasar. Kegiatan yang perlu dilanjutkan yakni usahakan bayi menegakkan kepalanya dan angkat melalui bawah ketiaknya agar ia dapat melihat apa yang terjadi di sekitarnya.
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu, memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang dalam proses tumbuh.
Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka disebut gizi seimbang atau gizi baik. Bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang, sedangkan bila jumlah asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih.
Dalam keadaan gizi baik dan sehat atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang anak akan normal, sebaliknya bila dalam keadaan gizi tidak seimbang, pertumbuhan seorang anak akan terganggu, misalnya anak tersebut akan kurus, pendek atau gemuk.
Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam waktu singkat dan dapat terjadi pula dalam waktu yang cukup lama. Gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya nafsu makan, sakit seperti diare dan infeksi saluran pernafasan, atau karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan pertumbuhan yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat terlihat pada hambatan pertambahan tinggi badan.
Keadaan gizi yang seimbang tidak hanya penting bagi pertumbuhan yang normal tetapi juga bagi proses-proses lainnya termasuk diantaranya, adalah proses perkembangan anak seperti yang telah dipaparkan diatas, kemudian kecerdasan, pemeliharaan kesehatan dan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Orang tua menjadi kunci penting dalam pertumbuhan dan perkembangan sang buah hati di masa depan. Jangan biarkan golden period sang buah hati terlewatkan begitu saja. Optimalkan dan manfaatkan sebaik-baiknya. (Fie)
Referensi:
o Departemen Kesehatan RI. 2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta
o Gizi dan Kualitas Tumbuh Kembang Anak. 1997. Nestle
o Infodokterku.com. 2009. Pentingnya Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) Anak. Link http://infodokterku.com/index.php?option=com_content&view= article&id=46:pengumuman-penerimaan-cpns-depkes-tahun-2009&catid=27:helath-programs&Itemid=28
o Hardiyanto, Radix. dr. 2010. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita dan APRAS. Dipaparkan saat Sosialisasi DDTK Kepada Para Kader Puskesmas di Kota Surabaya