DEMAM PASCA PERSALINAN
Demam pascapersalinan atau demam nifas meliputi demam yang timbul pada masa nifasa oleh sebab apa pun. Definisi demam pascapersalinan adalah kenaikan suhu tubuh > 38o C yang terjadi selama 2 hari pada 10 hari pertama pascapersalinan, kecuali pada 24 ja pertama pascapersalinan, dan diukur dari mulut sekurang-kurangnya 4 kali sehari.
1. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya infeksi nifas sangat bervariasi dan pada umumnya dibagi menjadi faktor yang berkaitan status sosioekonomi, faktor yang berkaitan dengan proses persalinan, dan faktor yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan pada saat persalinan.
2. Patofisiologis
a) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
b) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau pembantu-pembantunya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernapasan dilarang memasuki kamr bersalin.
c) Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana.
d) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apakah mungkin mengakibatkan pecahnya ketuban.
e) Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejal-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus lama, apabila ketuban sudah pecah dan bebrapa kali dilakukan periksa dalam. Deangan gejala kenaikan suhu, biasanya disertai leukositosis dan takikardia berbau.
3. Pencegahan
Sesudah partus terdapat luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari-hari pertama pasca persalinan harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Oleh sebab itu semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genetalia harus suci kuman-kuman. Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi sedapat mungkin. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan penderita dalam nifas yang sehat.
A. MASTITIS
a. Pengertian Mastitis
Pada masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan parenkim kelenjar payudara (mastitis). Mastitis bernanah dapat terjadi setelah minggu pertama pasca persalinan, tetapi biasanya tidak sampai melewati minggu ketiga atau keempat.
b. Gejala Mastitis
Gejala awal mastitis adalah demam yang disertai menggigil, mialgia, nyeri dan takikardia. Pada pemeriksaan payudara membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan dengan batas tegas, dan disertai rasa sangat nyeri. Mastitis biasanya terjadi unilateral dan dapat terjadi 3 bulan pertama meneteki, tetapi jarang dapat terjadi saat ibu meneteki. Kejadian mastitis 2-33%% ibu meneteki dan lebih kurang 10% kasus mastitis akan berkembang menjadi abses (bernanah), dengan gejala yang semakin berat.
c. Penyebab
Mastitis dapat berasal dari luka pada puting payudara ataupun melalui peredaran darah (hematogen). Kuman penyebab tersering pada kultur adalah stafilokokus aureus sebanyak 40%. Sumber utama berasal dari kuman hidung dan mulut bayi melalui luka putting payudara yang terjadi saat meneteki.
Faktor resiko adalah primipara, stress, teknik meneteki yang tidak benar sehingga pengosongan payudara tidak terjadi dengan baik, pemakaian kutang yang terlalu ketat dan pengisapan bayi yang kurang kuat juga dapat menyebabkan statis dan obstruksi kelenjar payudara. Adanya luka pada putting payudara juga dapat sebagai faktor resiko terjadinya mastitis.
d. Penanganan
Penanganan utama mastitis adalah memulihkan keadaan dan mencegah terjadinya komplikasi yaitu abses (bernanah) dan sepsis dapat terjadi bila penanganan terlambat, tidak tepat ataupun kurang efektif. Laktasi tetap dianjurkan untuk dilanjutkan dan pengososngan payudara sangat penting untuk keberhasilan terapi. Terapi suportif seperti bedrest, pemberian cairan yang cukup, anti nyeri dan anti inflamasi sangat dianjurkan. Pemberian antibiotik secara ideal berdasarkan hasil kepekaan kultur kuman yang diambil dari air susu sehingga keberhasilan terapi dapat terjamin. Pada sebagian kasus antibiotik dapat diberikan secar oral dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Pada umumnya dnengan pengobatan segera dan adekuat gejala akan menghilang dalam 24-48 jam kemudian dan jarang terjadi komplikasi.
Bila terjadi abses payudara dapat dilakukan insisi atau syatan untuk mengeluarkan nanah dan dilanjutkan dengan drainase dengan pipa agar nanah dapat keluar terus.
Untuk pencegahan dianjurkan perawatan payudara yang baik dan membersihkan sisa air susu yang ada dikulit payudara.
e. Kewenangan bidan
Dalam hal ini, bidan hanya berwenang dalam pemeriksaan awal dan konseling. Dengan memberitahukan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap dirinya kemudian menjelaskan kepada ibu tentang kemungkinan penyakit yang dideritanya dan memberikan dukungan emosional kepada ibu agar ibu tenang dan dapat menerima dengan ikhlas segala sesuatu yang terjadi pada dirinya serta memberikan ibu tablet penambah darah untuk memperbaiki kadar haemoglobinnya apabila akan dilakukan rujukan maka perlu meminta persetujuan dari ibu dan keluarga untuk dilakukannya rujukan.
B. ABSES PELVIS
a. Pengertian
Pada keadaan yang sangat jarang selulitis parametrium yang terjadi akan meluas dan menjadi abses pelvis. Bila ini terjadi, maka harus dilakukan drainase pus yang terbentuk baik ke anterior dengan melakukan pemasangan jarum berukuran besar maupun posterior dengan melakukan kolpotomi. Selain itu juga perlu diberikan antibiotik yang adekuat.
b. Gejala klinik dan patogenesis
Keluhan yang sering muncul ialah nyeri pada daerah yang terinfeksi dan disuria, dengan atau tanpa retensi urin. Gejala klinik yang paling sering ditemukan adalah nyeri fluor yang purulen, dan demam. Pada kasus yang berat seluruh vulva mengalami oedema, ulserasi, dan tertutup oleh eksudat. Laserasi dapat mengalami infeksi secara langsung atau tercemar dari perineum. Seluruh mukosa vagina menjadi merah, bengkak dan bisa mengalami nekrosis dan terkelupas.
Laserasi servik lebih sering terjadi dan normalnya servik memang merupakan tempat koloni kuman yang bisa menjadi patogen. Bila servik mengalami infeksi dan laserasinya cukup dalam, maka infeksi ini dapat langsung menyebar ke ligamentum latum dan menyebabkan limfangitis, parametritis, dan bakteremia.
c. Penatalakasanaan
Sebagaiman pada kasus infeksi lainnya, prinsip penatalakasanaan adalah drainase dan pemberian antibiotik yang adekuat. Pada sebagian kasus biasanya dilakukan pelepasan benang jahita episiotomi dan luka yang terinfeksi dibuka. Bila permukaan episiotomi sudah bebas dari infeksi dan eksudat, ditandai dengan timbulnya jaringan glanulasi yang berwarna merah muda, dapat dilakukan secara sekunder.
d. Asuhan kebidanan
1) Menjelaskan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan , memberitahukan kepada ibu kemungkinan menderita abses pelvic
2) Memberikan dukungan pada ibu untuk tidak cemas dengan keadaan yang sedang di alami saat ini
3) Menganjurkan ibu untuk memeriksakan kondisinya lebih lanjut ke dokter untuk memastikan keadaannya.
4) Memberikan surat rujukan ke dokter SpOG untuk memastikan kondisinya
5) Memberikan konseling kepada ibu untuk tetap menjaga personal hygiene yaitu dengan mencuci alat kelaminnya dengan sabun, membilas dengan bersih dan mengeringkan alat kelaminnya selesai BAB dan BAK secara teratur.
6) Memberikan konseling kepada ibu jika keluhan pada alat genital wanitanya sudah semakin parah, semakin nyeri ibu dianjurkan untuk sebaiknya menghentikan hubungan seksualnya untuk sementara waktu.
7) Menganjurkan ibu untuk selalu berdoa kepada Tuhan agar diberikan kesembuhan
e. Kewenangan bidan
Dalam hal ini, bidan hanya berwenang dalam pemeriksaan awal dan konseling. Pemeriksaan bisa dilakukan dengan pemeriksaan dalam. Namun bidan tidak berwenang dalam pemberian antibiotic dalam penanganan abses pelvic tersebut seperti metronidazole, dan doxycycline baik secara oral maupun secara injeksi.
f. Perujukan
Perujukan segera dilakukan bila setelah dilakukan anamneses dan pemeriksaan dalam diduga pasien menderita abses pelvic. Jika keluhan pada alat genital wanita, seperti adanya luka, keluar cairan dengan bau yang abnormal, rasa nyeri ketika buang air kecil, ataupun perdarahan di luar siklus menstruasi yang semakin parah sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter.
C. PERITONITIS
Peritonitis merupakan penyulit yang kadang-kadang terjadi pada penderita pasca seksio sesaria yang mengalami metritis disertai nekosis dan dehisensi insisi uterus. Pada keadaan lebih jarang didapatkan pada penderita yang sebelumnya mengalami seksio sesaria kemudian dilakukan persalina pervaginam. Abses pada parametrium atau adneksa dapat pecah dan menimbulkan peritonitis generalisata.
a. Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Pada peritonotis umum terjadi peningkataan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire. Muka yang semula kemerah-merahan menjadii pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat fasies hippocratica. Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat peritonitis umum
b. Gejala
1. Nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi.
2. Demam tinggi.
3. Pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi.
c. Penyebab
1. Penyebab perimer (peritonitis spontan): spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik.
2. Sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral): perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens.
3. Penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat).
d. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga bdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadinya proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.
e. Asuhan kebidanan
1) Menjelaskan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan , memberitahukan kepada ibu kemungkinan menderita peritonitis.
2) Menjelaskan kepada ibu tentang apa itu peritonitis, penyebab, dan pengobatan yang harus segera dilakukan.
3) Memberikan dukungan pada ibu umtuk tidak cemas dengan keadaan yang sedang di alami saat ini
4) Menganjurkan ibu untuk memeriksakan kondisinya lebih lanjut ke dokter untuk memastikan keadaannya.
5) Memberikan surat rujukan ke dokter SpOG untuk memastikan kondisinya
6) Memberikan konseling kepada ibu untuk tetap menjaga personal hygiene yaitu dengan mencuci alat kelaminnya dengan sabun, membilas dengan bersih dan mengeringkan alat kelaminnya selesai BAB dan BAK secara teratur.
7) Memberikan penggantian cairan dan elektrolit jika dirasa kondisi ibu sangat memburuk. Selain itu jika memang diperlukan dapat dilakukan terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker.
8) Menganjurkan ibu untuk selalu berdoa kepada Tuhan agar diberikan kesembuhan.
f. Kewenangan bidan
Dalam hal ini, bidan hanya berwenang dalam pemeriksaan awal dan konseling. Pemeriksaan awal bisa dilakukan dengan pemeriksaan vaginal bimanual. Namun bidan tidak berwenang dalam pemberian obat-obatan. Bidan boleh melakukan pemberian cairan elektrolit dan terapi oksigen jika memang dirasa perlu.
g. Perujukan
Perujukan segera dilakukan bila setelah dilakukan anamneses dan pemeriksaan vagina bimanual diduga pasien menderita peritonitis. Setelah itu, dampingi ibu untuk dirujuk ke RS agar segera mendapat penanganan dari dokter untuk segera dilakukan USG.
D. BENDUNGAN PAYUDARA
a. Pengertian
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari saluran sistem laktasi.
b. Penatalaksanaan
Bendungan payudara biasanya terjadi pada ibu menyusui, cara penatalaksanaan bendungan payudara terdiri dari dua macam yaitu :
1. Bila ibu menyususui bayinya
Bila ibu menyusui bayinya maka langkah-langkah penatalaksanaan yang harus dilakukan adalah :
a) Susukan sesering mungkin.
b) Kedua payudara disusukan.
c) Kompres hangat payudara sebelum disusukan.
d) Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui.
e) Sangga payudara.
f) Kompres dingin pada payudara diantara waktu menyusui.
g) Bila diperlukan berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
h) Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
2. Bila ibu tidak menyusui bayinya
Bila ibu tidak menyusui maka langkah-langkah penatalaksanaa yang harus dilakukan adalah :
a) Sangga payudara.
b) Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit.
c) Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
d) Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
E. INFEKSI MAMAE
a. Pengertian
Infeksi mamae adalah penyakit yang menyerang perempuan pada masa laktasi, biasanya penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang masuk ke dalam payudara melalui luka-luka kecil (lecet) pada bagian puting. Jika tidak dikeluarkan infeksi ini akan menyebabkan timbulnya nanah pada payudara.
b. Macam-macam infeksi mamae
a) Mastitis payudara tegang/indurasi dan kemerahan
Penatalaksanaan mastitis antara lain :
1) Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
2) Sangga payudara.
3) Kompres dingin.
4) Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
5) Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada pus.
6) Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b) Abses Payudara terdapat masa padat,mengeras di bawah kulit yang kemerahan
Penatalaksanaannya adalah :
1) Diperlukan anastesi umum (ketamin)
2) Insisi radial dari tengah dekat pinggir areola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI.
3) Pecahkan kantung pus dengan tissue forceps atau jari tangan.
4) Pasang tampon dan drain.
5) Tampon dan drain diangkat setelah 24 jam.
6) Berilah kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
7) Sangga payudara.
8) Kompres dingin.
9) Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
10) Ibu didorong tetap memberikan ASI walau ada pus.
11) Lakukan follow up setelah pemberian pengobatan selama 3 hari.
F. INFEKSI PERINEUM
Infeksi Perineum biasanya terjadi pada persalinan normal. Disebabkan kebersihan daerah perineum kurang terjaga. Misalnya, karena tidak segera mengganti pembalut bila sudah penuh cairan lokia. Atau, setelah dibasuh, daerah perineum tidak dikeringkan.
a. Gejala
1) Timbul rasa panas dan perih pada tempat yang terinfeksi.
2) Perih saat buang air kecil.
3) Demam.
4) Keluar cairan seperti keputihan dan berbau.
b. Penatalaksanaan
1) Jangan menggaruk perineum maupun vagina.
2) Jangan mencoba mengobati sendiri dengan cairan pembersih kewanitaan karena ada keputihan.
3) Segera hubungi dokter kandungan Anda untuk dilakukan tindakan pengobatan.
4) Selain diberi antibiotik, dokter akan menganjurkan Anda merawat luka dengan cara bath seat, yakni berjongkok atau duduk, kemudian membasuh bekas luka dengan cairan antiseptik.
c. Pencegahan
1) Basuh vagina dan sekitarnya dengan ir bersih setiap habis buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) hingga bersih. Basuh dari arah depan ke belakang, hingga tidak ada kotoran dari anus yang akan menempel pad a luka bekas jahitan.
2) Setelah vagina dibersihkan, segera ganti pembalut untuk mencegah vagina lembab dan kotor.
3) Setelah dibasuh, keringkan perineum dengan handuk bersih sampai kering.
G. LUKA ABDOMEN
Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik.
a. Penatalaksanaan
1) Bedakan antara wound abcess, wound seroma, wound hematoma, dan wound cellulitis.
2) Wound abcess, wound seroma dan wound hematoma suatu pengerasan yang tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serous atau kemerahan dan tidak ada/sedikit erithema sekitar luka insisi.
3) Wound cellulitis didapatkan erithema dan edema meluas mulai dari tempat insisi.
4) Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran serta kompres antiseptik.
5) Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.
6) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.
7) Bila infeksi relatif superfisial, berikan Ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari.
8) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri Penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4 x/hari) ditambah dengan Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali ditambah dengan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2 – 4 minggu setelah infeksi membaik.
9) Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering ganti.
TROMBOFLEBITIS
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin selama kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah. Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, tromboflebitis adalah perluasan atau invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan cabang-cabangnya.
Adapun etiologi dari tromboplebitis adalah sebagai berikut :
a. Perluasan infeksi endometrium.
b. Mempunyai varises pada vena
c. Obesitas
d. Pernah mengalami tromboflebitis
e. Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir up untuk waktu yang lama
f. Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga.
g. Perubahan susunan darah
h. Penyumbatan darah yang membeku
i. Perubahan laju peredaran darah
Tomboflebitis dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Pelvio tamboflebitis
2. Tomboflebitis femoralis
PELVIO TROMBOFLEBITIS
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipograstika. Vena yang paling sering terkena ialah vena overika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak dibagian atas uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan peridiapendisitis. Perluasan infeksi dari vena uterna ialah ke vena iliaka komunis. Biasanya terjadi sekitar hari ke-14 atau ke-15 pasca partum.
a. Gejala
1) Nyeri terdapat pada perut bagian bawah atau perut bagian samping, timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas
2) Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut :
a. Menggigil berulang kali, menggigil terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
b. Suhu badan naik turun secara tajam (36ᵒC-40ᵒC)
c. Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan
d. Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana terutama ke paru-paru
e. Gambaran darah :
1. Terdapat leukositosis
2. Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulai menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
3. Pada pemeriksaan dalam hampir tidak ditemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika.
b. Komplikasi
1) Komplikais pada paru-paru infark, abses, pneumonia
2) Komplikasi pada ginjal sinistra, yaitu nyeri mendadak yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria
3) Komplikasi pada mata, persendian dan jaringan subkutan.
c. Penanganan
1) Rawat inap, penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonal.
2) Therapi medik, pemberian antibiotika atau pemberian heparin jika terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonal
3) Therapi operati , peningkatan vena cava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru meskipun sedang dilakukan heparisasi
TROMBOFLEBITIS FEMORALIS
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai misalnya pada vena femoralis, vena poplitea dan vena safena.
Edema pada salah satu tungkai kebanyakan disebabkan oleh suatu trombosis yaitu suatu pembekuan darah balik dengan kemungkinan timbulnya komplikasi emboli paru-paru yang biasanya mengakibatkan kematian.
a. Penilaian klinik
1) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris 7-10 hari kemudian suhu mendadak baik kira-kira pada hari ke 10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
2) Pada salah satu kaki yang terkena, akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut :
a) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki yang lain
b) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas
c) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha
d) Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, dan nyeri
e) Edema kadang-kadang terjadi selalu atau setelah nyeri, pada umumnya terdapat pada paha bagian atas tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian meluas dari bawah keatas
f) Nyeri pada betis
g) Pada trombosis vena femoralis, vena dapat teraba didaerah lipat paha
h) Oedema pada tungkai dapat dibuktikan dengan mengukur lingkaran dari betis dan dibandingkan dengan tungkai sebelah lain yang normal.
b. Penanganan dan Penatalaksanaan
1. Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah
2. Pastikan klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yaang kuat pada betis.
3. Sediakan stocking pendukung kepada klien pasca patrum yang memiliki varises vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis.
4. Instruksikan kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya.
5. Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
6. Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan diberikan.
7. Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep.
8. Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai instruksi, pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki klien sehingga aliran darah tidak terhambat.
9. Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
10. Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya peningkatan atau penurunan ukuran.
11. Dapatkan laporan mengenai lokea dan timbang berat pembalut perineal untuk mengkaji pendarahan jika klien dalam terapi antikoagulan.
12. Kaji adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan pada gusi, bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan episiotomi.
13. Yakinkan klien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada masa menyusui karena obat ini tidak akan berada didalam air susu.
14. Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin.
15. Jelaskan pada klien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui terapi sub kutan
16. Jelaskan kepada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan trombofrebitis yang tepat telah dlakukan.
c. Diagnosa
Adapun diagnose yang mungkin muncul pada ibu postpartum dengan tromboflebitis adalah :
a) Perubahan per fusi jaringan b/d edema
b) Tujuan :
1. Pengisian kapiler adekuat
2. Penurunan edema dan eritema
c) Intervensi
1. Anjurkan tirah baring
2. Kaji pengisian kapiler dan periksa tanda homern
3. Anjurkan untuk meningkatkan telapak kaki dengan kaki bawah diatas ketinggian jantung
4. Lakukan ambulasi, progresip setelah fase akut
5. Berikan kompres hangat, lembab pada ekstemitas yang sakit
d) Rasionalisasi
1. Meminimlahkan kemungkinan perubahan posisi trombosit dengan menciptakan emboli.
2. Penurunan kapiler dengan tanda human positif menandakan TVD
3. Mengosongkan vena – vena super final dan tibial dengan cepat dan mempertahankan vena tetap kolaps
4. Menaikan aliran darah vena membantu mencegah statis
5. Menaikan sirkulasi kearea, dengan menaikan vasodilasi aliran baik vena dengan resulasi vena
e) Nyeri akut b/d adanya proses implamasi, sparmevaskuler akumulasi asam laktat
f) Tujuan :
1. Meningkatkan kenyamanan
2. Istirahat dengan tepat
3. Nyeri hilang
g) Intervensi
1. Kaji tingkat nyeri
2. Anjurkan tirah baring dengan tepat
3. Pantau TTV
4. Tinggikan area sakit dengan berikan ayunan
5. Kolaborasi pemberian obat – obatan sesuai indikasi (analgetik, (narkotik non narkotik))
6. Beri kompres hangat
h) Rasionalisasi
1. Jelasnya arteri, hipoksia, dengan luasnya udem berkenaan dengan terdirinya trobosit
pada didnding vena terimlamasi mengimobilisasikan ekstremitar yang sakit untuk menurunkan sensai nyeri berkenaan dengan gerakan otot
2. Menurunkan ketidaknyaman berkenaan kontraksi otot
3. Kenaikan TTV dapat menandakan penaikan nyeri
4. Mendorong aliran bahkan vena memudahkan sirkulasi ayunan kaki ini jaga tekanan
kaki
5. Menghilangkan nyeri dengan menggerakan otot
6. Menaikan vasodiatasi dengan menaikan sirkulasi, merilexan otot, merangsang pelapasan endorfin.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Gizi+dan+Kesehatan/Kelahiran/infeksi.perineum/001/001/585/10/3