MAKALAH KEPERAWATAN DEWASA II
“OSTEOMYELITIS”
ARIFAH NUR KHASANAH (090201056)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendo, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Beragamnya jaringan dan organ sistem muskuloskeletal dapat menimbulkan berbagai macam gangguan. Beberapa gangguan tersebut timbul primer pada sistem itu sendiri, sedangkan gangguan yang berasal dari bagian lain tubuh tetapi menimbulkan efek pada sistem muskuloskeletal. Tanda utama gangguan sistem muskuloskeletal adalah nyeri dan rasa tidak nyaman , yang dapat bervariasi dari tingkat yang paling ringan sampai yang sangat berat (Price, Wilson, 2005).
Salah satu gangguan tersebut adalah osteomielitis. Osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya, gangguan ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa, dan periosteum (Dorland, 2002).
Osteomyelitis merupakan inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi piogenik atau non-piogenik seperti Micobacterium tuberkulosa atau Staphylococcus aureus. Infeksi dapat terbatas pada sebagian kecil tempat pada tulang atau melibatkan beberapa daerah seperti sum-sum, perioesteum, dan jaringan lunak disekitar tulang. Kunci keberhasilan penatalaksanaan osteomyelitis adalah diagnosis dini dan operasi yang tepat serta pemilihan jenis antibiotik yang tepat. Secara umum, dibutuhkan pendekatan multidisipliner yang melibatkan ahli orthopaedi, spesialis penyakit infeksi, dan ahli bedah plastik pada kasus berat dengan hilangnya jaringan lunak.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN dan MANFAAT
1. Mahasiswa mengetahui definisi, klasifikasi, mekanisme pathway hingga diagnosis, tindakan intervensi, serta prognosis pada pasien yang terkena osteomielitis.
BAB II
ISI
A. ETIOLOGI
1. Staphylococcus aureus sebanyak 90%
2. Haemophylus influenzae (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun.
3. Streptococcus hemolitikus
4. Pseudomonas aurenginosa
5. Escherechia coli
6. Clastridium perfringen
7. Neisseria gonorhoeae
8. Salmonella thyposa
Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara:
1. Aliran darah
Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan (pada anak-anak) dan di tulang belakang (pada dewasa).
Orang yang menjalani dialisa ginjal dan penyalahgunaaan obat suntik ilegal, rentan terhadap infeksi tulang belakang (osteomielitis vertebral). Infeksi juga bisa terjadi jika sepotong logam telah ditempelkan pada tulang, seperti yang terjadi pada perbaikan panggul atau patah tulang lainnya.
2. Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah tulang terbuka, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang.Infeksi ada sendi buatan, biasanya didapat selama pembedahan dan bisa menyebar ke tulang di dekatnya.
3. Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.
Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah atau diabetes (kencing manis). Suatu infeksi pada sinus, rahang atau gigi, bisa menyebar ke tulang tengkorak.
B. TANDA DAN GEJALA
1. Demam
2. Nafsu makan menurun
3. Nyeri tekan saat pemeriksaan fisik
4. Gangguan sendi karena adanya pembengkakan
5. Pada anak-anak, infeksi tulang yang didapat melalui aliran darah, menyebabkan demam, menyebabkan nyeri pada tulang yang terinfeksi. Daerah diatas tulang bisa mengalami luka dan membengkak, dan pergerakan akan menimbulkan nyeri.
6. Infeksi tulang belakang biasanya timbul secara bertahap, menyebabkan nyeri punggung dan nyeri tumpul jika disentuh. Nyeri akan memburuk bila penderita bergerak dan tidak berkurang dengan istirahat.
7. Infeksi tulang yang disebabkan oleh infeksi jaringan lunak di dekatnya atau yang berasal dari penyebaran langsung, menyebabkan nyeri dan pembengkakan di daerah diatas tulang, dan abses bisa terbentuk di jaringan sekitarnya. Infeksi ini tidak menyebabkan demam, dan pemeriksaan darah menunjukkan hasil yang normal.
8. Penderita yang mengalami infeksi pada sendi buatan atau anggota gerak, biasanya memiliki nyeri yang menetap di daerah tersebut.
9. Jika suatu infeksi tulang tidak berhasil diobati, bisa terjadi osteomielitis menahun (osteomielitis kronis).Kadang-kadang infeksi ini tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan gejala selama beberapa bulan atau beberapa tahun.
10. Osteomielitis menahun sering menyebabkan nyeri tulang, infeksi jaringan lunak diatas tulang yang berulang dan pengeluaran nanah yang menetap atau hilang timbul dari kulit. Pengeluaran nanah terjadi jika nanah dari tulang yang terinfeksi menembus permukaan kulit dan suatu saluran (saluran sinus) terbentuk dari tulang menuju kulit.
E. KLASIFIKASI
1. OSTEOMYELITIS AKUT
Dua kategori primer dari osteomyelitis akut yaitu osteomyelitis hematogen dan osteomyelitis direct/ eksogen.
a. Osteomyelitis hematogen merupakan infeksi yang disebabkan oleh penyebaran bakteri melalui darah. Terjadi 20% menyerang anak-anak pada tulang panjang. Pada dewasa terutama pada pengguna obat narkotika suntikan biasanya menyerang tulang punggung. Infeksi biasanya hanya mengenai satu tulang dan sering mengenai tulang kering (tibia), tulang paha (femur), tulang pangkal lengan (humerus).
b. Osteomyelitis direct disebabkan oleh kontak langsung jaringan dan bakteri selama trauma atau pembedahan
2. OSTEOMYELITIS SUBAKUT
Dibandingkan dengan oseomyelitis hematogenous akut, osteomyelitis subakut memiliki onset yang lebih mendadak dan kurang memiliki gejala yang jelas, sehingga membuat diagnosis menjadi sulit. Osteomyelitis subakut ini cukup sering ditemukan. Jones et al melaporkan bahwa 35% pasien mereka dengan infeksi tulang memiliki osteomyelitis subakut.
3. OSTEOMYELITIS KRONIK
Osteomyelitis akut yang tidak diterapi secara adekuat, akan berkembang menjadi osteomyelitis kronik. Osteomyelitis subakut dan kronik biasanya terjadi pada dewasa. Umumnya, infeksi tulang ini merupakan sekunder dari luka terbuka, sangat sering berupa luka terbuka pada tulang dan sekitar jaringan lunak
F. MANIFESTASI KLINIS
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan.
Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
Perjalanan klinis osteomielitis biasanya dimulai dengan nyeri lokal serta timbul dengan cepat dan demam. Riwayat infeksi sebelumnya di dapat dalam sekitar 50% pasien.
Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol, sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak. Pada masa ini dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ektremitas yang terkena, merupakan gejala osteomyelitis hematogen akut. Biakan darah harus didapatkan dan akan positif dalam sekitar 50% pasien. Staphylococcus aureus merupakan organisme penyerang paling sering. Dalam bayi dan neonatus, streptococcus bisa menghasilkan gambaran klinis yang sama. Osteomyelitis eksogen sering mengikuti fraktur terbuka terkontaminasi.
G. PROGNOSIS (RAMALAN)
Dari penelitian yang dilakukan Riise et al total insiden tahunan terjadinya osteomyelitis pada anak adalah 13 dari 100.000 orang. Osteomyelitis paling sering terjadi pada anak dibawah 3 tahun. Dengan diagnosis dan perawatan awal yang tepat, prognosis untuk osteomyelitis adalah baik. Jika ada penundaan yang lama pada diagnosis atau perawatan, dapat terjadi kerusakan yang parah pada tulang atau jaringan lunak sekelilingnya yang dapat menjurus pada defisit-defisit yang permanen. Umumnya, pasien-pasien dapat membuat kesembuhan sepenuhnya tanpa komplikasi-komplikasi yang berkepanjangan.
H. PRINSIP PENATALAKSANAAN
1. Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri. Sesuai kepekaan penderita dan reaksi alergi penderita
a. penicillin cair 500.000 milion unit IV setiap 4 jam.
b. Erithromisin 1-2gr IV setiap 6 jam.
c. Cephazolin 2 gr IV setiap 6 jam
d. Gentamicin 5 mg/kg BB IV selama 1 bulan.
2. Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
3. Drainase bedah apabila tidak ada perubahan setelah 24 jam pengobatan antibiotik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, mengeluarkan jaringan nekrotik, mengeluarkan nanah, dan menstabilkan tulang serta ruang kososng yang ditinggalkan dengan cara mengisinya menggunakan tulang, otot, atau kulit sehat.
4. Istirahat di tempat tidur untuk menghemt energi dan mengurangi hambatan aliran pembuluh balik.
5. Asupan nutrisi tinggi protein, vit. A, B, dan C
I. KOMPLIKASI
Komplikasi osteomyelitis dapat terjadi akibat perkembangan infeksi yang tidak terkendali dan pemberian antibiotik yang tidak dapat mengeradikasi bakteri penyebab. Komplikasi osteomyelitis dapat mencakup infeksi yang semakin memberat pada daerah tulang yang terkena infeksi atau meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar bahkan ke aliran darah sistemik. Secara umum komplikasi osteomyelitis adalah sebagai berikut:
a. Abses Tulang
b. Bakteremia
c. Fraktur Patologis
d. Meregangnya implan prosthetik (jika terdapat implan prosthetic)
e. Sellulitis pada jaringan lunak sekitar.
f. Abses otak pada osteomyelitis di daerah kranium.
BAB IV
PENUTUP
- Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang biasanya disebabkan oleh bakteri. Jika tulang terinfeksi, bagian dalam tulang yang lunak (sumsum tulang) sering membengkak. Karena pembengkakan jaringan ini menekan dinding sebelah luar tulang yang kaku, maka pembuluh darah di dalam sumsum bisa tertekan, menyebabkan berkurangnya aliran darah ke tulang. Tanpa pasokan darah yang memadai, bagian dari tulang bisa mati. Infeksi juga bisa menyebar keluar dari tulang dan membentuk abses (pengumpulan nanah) di jaringan lunak di sekitarnya.
Infeksi jaringan tulang disebut sebagai osteomielitis, dan dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam maupun manifestasi local yang berjalan dengan cepat. Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Riwayat keperawatan
Dalam hal ini perawat menanyakan faktor-faktor resiko sehubungan dengan osteomielitisHal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi.Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
b) Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 38° C, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema.
c) Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.
d) Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang.
e) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000/mm terutama netropil 80% disertai peningkatan laju endapan darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
Merupakan pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium, dalam hal ini yang diambil adalah sumsum tulang pada daerah yang dicurigai.
5. Pemeriksaan Rontgen
Mungkin belum ditemukan tanda peradangan tulang yang jelas, atau hanya terlihat tanda-tanda kerusakan tulang yang lokal dan dikelilingi daerah yang kurang Calcium (zat kapur)
6. CT Scan dan MRI
Seperti pada pemeriksaan rontgen, terlihat gambaran kerusakan tulang, dan mungkin terlihat proses kerusakan mulai di daerah jaringan lunak sekitar tulang. Tetapi pemeriksaan ini tidak selalu dapat membedakan infeksi dari kelainan tulang. Untuk mendiagnosa infeksi tulang dan menentukan bakteri penyebabnya, harus diambil contoh dari darah, nanah, cairan sendi atau tulangnya sendiri.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri biologi (bakteri)
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri
3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
4. Ansietas berhubungan dengan rasa nyeri dan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
3. Perencanaan Keperawatan
Dx 1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri bilogi (bakteri)
Tujuan:
a. Penurunan skala nyeri
b. Peningkatan rasa kenyamanan
Kriteria hasil:
1. Skala nyeri menurun,
2. Napsu makan meningkat,
3. ekspresi wajah rileks
4. suhu tubuh normal
Intervensi:
Mandiri :
1. kaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri (0-10)
2. ajarkan teknik relaksasi (guide immagery, distraksi, massage)
3. pertahankan im- mobilisasi (mengurangi aktivitas yang berat)
4. Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka
5. Amati perubahan suhu setiap 15 menit sampai suhu stabil
6. Kompres air hangat area yang bengkak
Kolaborasi :
1. Pemberian obat-obatan analgesik
2. Pemberian nutrisi dan perbaikan gizi
Dx. 2 . Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri
Tujuan:
Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
1. Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2. Mempertahankan posisi fungsional
3. Meningkatkan / fungsi yang sakit
4. Menunjukkan teknik mampu melakukan aktivitas
Intervensi:
Mandiri :
1. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
2. Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
3. Berikan dorongan pada klien untuk melakukan ADL dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
4. Pantau kardiopulmonal sebelum dan sesudah aktivitas ringan yang diawasi
5. Ubah posisi secara periodik
6. Pantau intake untuk memastikan kecukupan energi
7. Ajarkan teknik ROM pasif/aktif sesuai kemampuan pasien
Kolaborasi :
1. Fisioterapi
Dx. 3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan:
Suhu tubuh pasien turun
Kriteria hasil :
1. Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut
2. suhu tubuh mendekati normal,
Intervensi:
Mandiri :
1. Pantau Suhu tubuh setiap 15 menit sampai suhu stabil
2. Pantau TTV (TD, nadi, pernapasan)
3. Pantau tingkat kesadaran
4. Pantau Warna kemerahan kulit
5. Pantau tingkat Hidrasi (turgor dan kelembaban kulit)
6. Motivasi asupan cairan
7. Lepaskan pakaian yang berlebihan
8. Lakukan kompres air biasa untuk menurunkan suhu tubuh.
Kolaborasi :
1. Berikan obat antipiretik sesuai dengan anjuran
Dx. 4. Ansietas berhubungan dengan rasa nyeri dan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
Tujuan:
1. berkurangnya ansietas
2. mampu memberikan informasi tentang proses penyakit,
Kriteria Hasil :
1. Ekspresi wajah rileks
2. Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang
Intervensi
Mandiri :
1. Tenangkan pasien
2. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik (TTV)
3. Jelaskan prosedur setiap tindakan dan kemungkinan yang akan muncul
4. Anjurkan istirahat cukup
5. Ajarkan teknik relaksasi (guide imagery, distraksi, massage)
6. Support pasien agar meningkatkan kepercayaan diri dalam menghadapi penyakit
Kolaborasi :
1. Gunakan obat sedatif sesuai dengan anjuran
Dx. 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan:
Pola tidur kembali normal
Kriteria Hasil:
1. Jumlah jam tidur tidak terganggu,
2. insomnia berkurang,
3. adanya kepuasan tidur,
4. pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi
Intervensi:
Mandiri :
1. Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan yang terjadi
2. Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, misalnya ; bantal dan guling
3. Buat rutinitas tidur baru dan lingkungan baru
4. Cocokkan dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur serupa dan kebutuhan malam hari
5. Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti beraktifitas beberapa jam sebelum tidur
6. Instruksikan tindakan relaksasi
7. Kurangi kebisingan dan lampu
8. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi
Kolaborasi :
1. Berikan sedatif sesuai anjuran dokter
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman, 2002. KAMUS KEDOKTERAN Edisi 29. Alih bahasa : Andy Setiawan, et al. Jakarta : EGC, pp : 1565, 1
Brunner, Suddarth,(2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3,
EGC : Jakarta
Anjarwati, Wangi,(2010), Tulang dan Tubuh Kita, Getar Hati:Yogyakarta.
Nanda, (2008). Nursing Diagnosis (NIC&NOC),
Yatim, Faisal (2006). PENYAKIT TULANG & PERSENDIAN. Jakarta : pustaka populer obor.