Masa balita merupakan masa emas (golden age) bagi anak. Di masa ini, anak mengalami tumbuh kembang yang luar biasa, baik dari segi fisik, emosi, kognitif maupun psikososial. Apa sebaiknya yang dilakukan orang tua?
Perkembangan anak adalah segala perubahan yang terjadi pada anak, dilihat dari berbagai aspek, antara lain aspek fisik (motorik), emosi, kognitif, dan psikososial (bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungannya). Orang tua sebaiknya memperhatikan perkembangan anak sejak dini, bahkan sejak orang tua berencana untuk memiliki anak. “Kesiapan orang tua untuk memiliki anak akan sangat memengaruhi perkembangan anak tersebut selanjutnya,” kata Fabiola P. Harlimsyah, M.Psi atau Feiby dari Sanatorium Dharmawangsa.
Saat calon ibu mengetahui kehamilannya, perkembangan janin mulai dapat diperhatikan, antara lain menjaga pola makan (misalnya menghindari makanan berlemak), menghilangkan kebiasaan merokok atau penggunaan obat-obatan yang dapat memengaruhi janin, serta menerapkan pola hidup sehat. “Bentuk perhatian lainnya adalah dengan memeriksakan kesehatan calon ibu dan janin secara rutin ke dokter kandungan,” lanjut Feiby.
Dengan demikian, perkembangan janin dapat terus dipantau, dan bila ada keterlambatan ataupun gangguan, misalnya gerakan janin lemah atau terjadi keterlambatan pada pertumbuhan organ-organ tubuh, dapat segera diketahui dan segera dicari alternatif tindakan atau pengobatannya.
Perkembangan anak meliputi seluruh perubahan, baik perubahan fisik, perkembangan kognitif, emosi, maupun perkembangan psikososial yang terjadi dalam usia anak (infancytoddlerhood di usia 0 ¬ 3 tahun, early childhood usia 3 ¬ 6 tahun, dan middle childhood usia 6-11 tahun).
Masing-masing aspek di atas memiliki tahapan-tahapan sendiri. Pada usia 1 bulan, misalnya pada aspek motorik kasarnya, anak sudah bisa menggerakkan tangan dan kakinya. “Pada motorik halus, misalnya anak sudah bisa menolehkan kepalanya,” terang Feiby.
Yang juga harus dipahami orang tua, tahap perkembangan pada masing-masing anak berbeda. “Anak bisa terlambat berjalan tapi cepat berbicara. Toleransinya adalah enam bulan. Jika lebih dari enam bulan anak belum bisa melaksanakan tugas perkembangan sesuai usianya, sebainkya segera ditangani,” jelas Feiby.
Sejauh masih dalam rentang toleransi yang enam bulan itu, “Enggak apa-apa. Beri anak stimulasi, latihan, dan dukungan.” Orang tua juga harus siap, misalnya jika pada usia setahun anak belum bisa berdiri sendiri, padahal harusnya sudah bisa berdiri sendiri tanpa dipegangi. “Kita lihat, apakah memang secara fisik terhambat atau dari kecil memang terbiasa dipegangi terus.”
Jika kasusnya adalah lingkungan yang tidak mendukung, kita tidak bisa bilang bahwa perkembangan anak terlambat. “Harus dicoba mengubah lingkungan lebih dulu. Kalau ternyata setelah distimulasi anak mampu, berarti bukan motoriknya yang terganggu, tetapi lebih pada lingkungan yang kurang memberi stimulan,” jelas Feiby.
Keterlambatan 6 bulan dalam tumbuh kembang merupakan peringatan bagi orang tua dan harus segera diperiksa. “Oleh karena itu, selalu memerhatikan perkembangan anak sangat penting, karena semakin cepat keterlambatan diketahui dan ditangani, semakin besar kemungkinan anak untuk dapat kembali berfungsi sesuai tahap perkembangannya,” lanjutnya.
Jika orang tua mengabaikan, hal-hal kecil seperti ini akan lewat begitu saja. “Akibatnya, pada saat beberapa aspek itu menyatu menjadi hambatan, sulit bagi profesional (dokter atau psikolog) untuk memberikan intervensi, karena sudah terlambat,” lanjut Feiby. Intervensi dini terhadap keterlambatan anak akan memberikan hasil yang lebih optimal dibandingkan jika penanganan tidak segera dilakukan.
Apa saja aspek-aspek perkembangan anak yang harus diketahui orang tua?
1. PERKEMBANGAN FISIK:
Berkaitan dengan perkembangan gerakan motorik, yakni perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. “Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri,” jelas Feiby. Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya.
Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya.
Mana yang lebih penting? “Keduanya diperlukan agar anak dapat berkembang optimal,” lanjut Feiby. Bedanya, kalau perkembangan motorik kasar sangat tergantung kematangan anak. “Kita tak bisa memosisikan anak untuk berjalan atau berlari saat itu juga, padahal anak belum siap baik secara fisik maupun psikis misalnya.”
Sementara motorik halus bisa dilatih. “Anak-anak yang perkembangan motorik halusnya kurang, biasanya disebabkan stimulasi dari lingkungan juga kurang.”
Latihan menulis, meronce atau meremas-remas lilin misalnya bisa dilakukan melatih motorik halus.
2. PERKEMBANGAN EMOSI
Ini harus dipupuk sejak dini. Misalnya, orang tua harus bisa memberikan kehangatan, sehingga anak akan merasa nyaman. “Anak juga akan belajar dari model di lingkungannya. Nah, apa yang ia rasakan akan ia berikan kembali ke lingkungannya. Jika orang tuanya bersikap hangat, ia pun akan bersikap yang sama terhadap lingkungannya,” ujar Feiby. Bayangkan jika orang tua tak pernah memberikan kehangatan pada anak. “Anak akan merasa ditolak. Akibatnya, ia bisa depresi yang tentu akan memengaruhi kemampuannya berinteraksi dengan lingkungan.” Akibat lain, anak bisa takut mencoba, malu bertemu dengan orang, dan sebagainya.
3. PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perkembangan kognitif atau proses berpikir anak adalah proses menerima, mengolah sampai memahami info yang diterima. Aspeknya antara lain intelegensi, kemampuan memecahkan masalah, serta kemampuan berpikir logis. “Intinya adalah kemampuan anak mengembangkan kemampuan berpikir,” ujar Feiby.
Kemampuan ini berkaitan dengan bahasa dan bisa dilatih sejak anak mulai memahami kata. “Pada tahap dimana anak mulai memberikan respon dan memahami kata, bisa dimasukkan informasi-informasi sederhana. Misalnya, aturan-aturan yang ada di lingkungan. Bisa juga mengenalkan konsep-konsep dasar, seperti warna, angka, dan sebagainya,” jelas Feiby seraya menegaskan bahwa proses pengenalan ini harus dilakukan dengan cara bermain.
Hambatan dalam bidang kognitif bisa dilihat dari seberapa cepat atau lambat anak menangkap informasi yang diberikan, atau seberapa sulit anak mengungkapkan pikiran. “Keterlambatan seperti ini berkaitan dengan kapasitas intelektual yang akan menjadi terbatas pula.”
4.PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
Berkaitan dengan interaksi anak dengan lingkungannya. Misalnya, di usia setahun, anak sudah bisa bermain dengan teman-teman seusianya. “Jika anak sudah punya kemampuan itu, orang tua bisa memberikan dukungan. Anak juga sebaiknya juga dikenalkan dengan lingkungan baru. Ajarkan ia cara beradaptasi.”
Hambatan perkembangan psikososial akan membuat anak mengalami kecemasan, sulit berinteraksi dengan orang yang baru dikenal, bisa juga jadi pemalu. “Atau sebaliknya, jika orang tua overprotektif, anak menjadi sulit berpisah dengan orang tua, sulit mengerjakan segala sesuatuya sendiri karena tidak pernah diberi kesempatan untuk itu.”