Senin, 04 April 2011

PENYAKIT DIABETES MELLITUS DALAM KEHAMILAN (DIABETES MELLITUS GESTASIONAL)

Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolic dengan penyebab yang beragam ditandai adanya hiperglikemi kronis serta perubahan metabolis karbohidrat , lemak , dan protein akibat defek sekresi atau kerja insulin atau keduanya
Terdapat 4 macam klasifikasi diabetes :
1. Diabetes tipe 1 (disebabkan oleh destruksi sel yang akan menyebabkan defisiensi absolut insulin)
2. Diabetes tipe 2 (disebabkan oleh defek sekresi insulin yang progresif karena adanya insulin yang resisten)
3. Tipe spesifik diabetes lainnya ( disebabkan oleh factor genetic, penyakit eksokrin, pancreas, atau obat-obatan)
4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

Diabetes merupakan komplikasi medic yang sering terjadi pada kehamilan. Ada dua macam perempuan hamil dengan diabetes, yaitu :
1. Perempuan hamil dengan diabetes yang sudah diketahui sejak sebelum perempuan tersebut hamil (pregestasional).
2. Perempuan hamil dengan diabetes yang baru diketahui setelah perempuan tersebut hamil (diabetes mellitus gestasioanl).

a. Definisi dan Komplikasi
Diabetes mellitus gestasional (DMG) adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau baru ditemukan pada waktu hamil. Tidak dapat dikesampingkan kemungkinan adanya intoleransi glukosa yang tidak diketahui yang muncul seiring kehamolan. Setelah ibu melahirkan, keadaan DMG sering akan kembali ke regulasi glukosa normal.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan dengan diabetes sangat bervariasi. Pada ibu akan meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia, seksio sesarea, dan terjadinya diabetes mellitus tipe 2 di kemudian hari, sedangkan pada janin meningkatkan resiko terjadinya makrosomia, trauma persalinan, hiperbilirubinemia, hipoglikemi, hipokalsemia, polisitemia, hiperbilirubinemia neonatal sindroma distress respirasi (RDS), serta meningkatnya mortalitas atau kematian janin.

b. Insidensi
Prevalensi global diabetes mellitus diperkirakan akan mencapai 380 juta pada tahun 2025. Pada tahun 2002 di Amerika terdapat lebih dari 131.000 perempuan hamil yang menderita komplikasi diabetes mellitus. Jumlah ini merupakan 3,3% dari seluruh kelahiran hidup dan lebih dari 90%-nya menderita diabetes mellitus gestasional. Meningkatnya prevalensi diabetes tipe 2, khususnya pada penduduk yang lebih muda, menyebabkan kehamilan dengan diabetes meningkat pula.

c. Patofisiologi
Sebagian kehamilan ditandai dengan adanya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, yang pada beberapa perempuan akan menjadi factor predisposisi untuk terjadinya DM selama kehamilan. Resistensi ini berasal dari hormone diabetogenik hasil sekresi plasenta yang terdiri atas hormon pertumbuhan, corticotrophin releasing hormon, placental lactogen, dan progesterone. Hormon ini dan perubahan endokrinologik serta metabolic akan menyebabkan perubahan dan menjamin pasokan bahan bakar dan nutrisi ke janin sepanjang waktu. Akan terjadi diabetes mellitus gestasioanl apabila fungsi pancreas tidak cukup untuk mengatasi keadaan resistensi insulin yang diakibatkan oleh perubahan hormon diabetogenik selama kehamilan.
Kadar glukosa yang meningkat pada ibu hamil sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap bayi yang dikandungnya. Bayi yang lahir dari ibu dengan DM biasanya lebih besar, dan bias juga terjadi pembesaran dari organ-organnya (hepar, kelenjar adrenal, jantung). Segera setelah lahir, bayi dapat mengalami hipoglikemia karena produksi insulin janin yang meningkat, sebagai reaksi terhadap kadar glukosa ibu yang tinggi. Oleh karena itu, setelah bayi dilahirkan, kadar glukosanya perlu dipantau dengan ketat.
Ibu hamil penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik akan meningkatkan resiko terjadinya keguguran atau bayi lahir mati. Bila diagnosis diabetes mellitus sudah dapat ditegakkan sebelum kehamilan, tetapi tidak terkontrol dengan baik, maka janin beresiko mempunyai kelainan congenital.


d. Diagnosis dan Skrining Diabetes Mellitus Gestasional
Skrining awal diabetes mellitus gestasioanl adalah dengan cara melakukan pemeriksaan 50 g glukosa pada kehamilan 24-28 minggu. Untuk tes ini pasien tidak perlu puasa.
Kadar glukosa serum atau plasma yang normal harus kurang dari 130 mg per dl (7,2 mmol per l) atau kurang dari 140 mg per dl (7,8 mmol per l). Dengan memakai nilai 130 mg per dl atau lebih akan meningkatkan sensitivitas tes sekitar 80-90%, tetapi menurunkan spesifitasnya dibanding bila dipakai nilai 140 mg per dl atau lebih.
Apabila yang dipakai hanya nilai 130 mg per dl, hal ini akan meningkatkan terdeteksinya kasus diabetes mellitus gestasional yang berarti akan meningkatkan hasil positif palsu. Oleh karena itu, untuk mendeteksi adanya diabetes mellitus gestasioanl sebainya tidak dipakai hanya satu nilai, tetapi keduanya yaitu 130 mg per dl dan 140 mg per dl.
Hasil test satu jam yang abnormal harus dilanjutkan dengan pemeriksaan beban 100 g glukosa. Selama tiga hari pasien disuruh diet yang tidak ketat, kemudian dilakukan pemeriksaan darah puasa yang diambil dari pembuluh darah vena, serta setelah 1,2 dan 3 jam pemberian 100 g glukosa. Selama periode pemeriksaan pasien harus tetap duduk dan tidak boleh merokok.
Untuk criteria diagnostic sering dipakai criteria dari the Natinoal Diabetes Data Group (NDDG), tetapi beberapa memakai criteria dari Carpenter dan Coustan (lihat table di bawah ini). Diagnosis diabetes mellitus gestasional ditegakkan apabila didapatkan dua atau lebih nilai yang abnormal.

Darah National Diabetes Data Group Carpenter dan Coustan
Puasa
1-jam
2-jam
3-jam 105 mg per dl (5,8 mmol per l)
190 mg per dl (10,5 mmol per l)
165 mg per dl (9,2 mmol per l)
145 mg per dl (8,0 mmol per l) 95 mg per dl (5,3 mmol per l)
180 mg per dl (10,0 mmol per l)
155 mg per dl (8,6 mmol per l)
140 mg per dl (7,8 mmol per l)

Diagnosis yang praktis ialah menggunakan beban 75 g glukosa dan apabila ditemukan nilai > 140 mg/dl dianggap DMG dan nilai > 200 mg/dl merupakan DM yang jelas berat.




e. Implikasi Antepartum
Morbiditas antepartum pada perempuan dengan diabetes mellitus gestasional (DMG), adalah kemungkinan terjadinya peningkatan gangguan hipertensi. Oleh karena itu, perlu pemantauan tekanan darah, kenaikan berat badan dan eksekres proteinuria, khususnya pada paruh kedua kehamilan secara baik. Criteria diagnostic standard an penatalaksanaan gangguan hipertensi dapat diterapkan paada perempuan dengan DMG.
Resioko klinik antepartum yang paling dominan dari DMG adalah janinnya. Resiko terjadinya kelainan congenital pada janin akan meningkat, terutama pada bayi yang ibunya mengalami hiperglikemi berat (misalnya konsentrasi gula darah puasa segera berada di atas 120 mg/dl atau 6,7 mmol/l). Dalam keadaan seperti ini sebaiknya dilakukan konseling dan pemeriksaan USG yang terarah untuk mendeteksi kelainan janin.
Kematian janin intrauterine merupakan salah satu komplikasi yang bias terjadi pada kehamilan dengan diabetes, termasuk pula perempuan diabetes mellitus gestasional yang tidak dikelola dengan baik. Pasien semacam ini hendaknya dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik agar dapat dilkukan pemantauan gerak janin dan pemeriksaan kardiotokografi.
Makrosomia (bayi dengan berat lebih dari 4.000 g) merupakan morbiditas yang paling sering dijumpai dan merupakan masalah serius karena bisa menyebabkan timbulnya kesulitan dan trauma persalinan. Makrosomia diduga disebabkan oleh adanya glukosa janin yang berlebihan akibat hiperglikemia pada ibu, selain factor lainnya seperti ibu yang gemuk (obesitas), ras dan etnis.
Perempuan hamil dengan diabetes dan obes atau dengan kenaikan berat badan waktu hamil berlebihan, merupakan factor resiko utama terjadinya preeklamsia, seksio sesarea, kelahiran premature, makrosomia janin, dan kematian janin.








DEMAM TIFOID

A. Pengrtian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).

Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di daerah yang sedang berkembang karena erat berhubungan dengan kemiskinan, pengetahuan yang rendah, hygiene dan sanitasi jelek. Penyebabnya adalah Salmonella typhi dengan masa inkubasi antara 3-60 hari. Di Indonesia rata-rata terdapat 900.000 kasus, 91% pada umur 3-19 tahun dengan 20.000 kematian setiap tahun. Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi dan persistensi 7-10 hari, disertai sakit kepala, malaise, gangguan defekasi (obstipasi atau diare). Pada daerah endemic gejala klinik sering terjadi multidrug resistant sehingga pasien akan kelihatan lebih toksik dengan gangguan kesadaran, hepatomegali, DIC, dan komplikasi lainnya. Infeksi akut biasa mengalami komplikasi sebesar 10, bergantung pada kondisi klinik dan kualitas perawatan yang ada. Komplikasi yang sering terjadi adalah perforasi usus (3%), dimana keadaan ini akan sangat mempengaruhi prognosis.

Pengaruh pada kehamilan terjadi karena panas yang lama dan tinggi di samping keadaan umum yang jelek sehingga menyebabkan keguguran, persalinan premature, dan kematian janin intrauterine terutama kalau terjadi infeksi pada trimester pertama dan kedua. Morbiditas dan mortalitas bias terjadi lebih tinggi pada kehamilan.
Kehamilan sendiri tidak mempengaruhi jalannya penyakit. Dengan berkembangnya, antibiotika dan penanganan terhadap penyakit ini morbiditas dan mortalitas demam tifoid dapat diturunkan secara bermakna.

B. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
D. Tanda dan Gejala
Masa tunas typhoid 10 - 14 hari
1. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
2. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

Penanganan
1. Pencegahan dengan perbaikan sanitasi dan hiegene akan sangat bermanfaat.
2. Antibotika
Kloramfenikol dan Tiamfenikol merupakan obat yang cukup manjur, tetapi hati-hati terhadap penekanan fungsi sumsum tulang dengan segala akibatnya. Fluorokuinolon dikatakan merupakan obat yang paling efektif dan kepada ibu hamil dapat diberikan juga sefalosporin generasi ketiga secara intravena dan azirtromisin.
3. Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
4. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
Powered by Blogger