Senin, 04 April 2011

MAKALAH ISU KESPRO

TUGAS PRAKTIKUM KESEHATAN REPRODUKSI
ISSU TERKINI KESEHATAN REPRODUKSI
PADA BAYI DAN ANAK








SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2010


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kesehatan reproduksi dan hukum kesehatan yang berjudul “ Isu Terkini Kesehatan Reproduksi pada Bayi dan Anak”
Makalah ini diselesaikan karena bantuan beberapa pihak,maka kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Herlin Fitriana,S.SiT selaku pembimbing.
2. Teman-teman seperjuangan yang telah ikut menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari harapan sempurna untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini dan semoga makalah ini dapat diterima dan bermanfaat orang-orang yang berkecimpung di dunia kesehatan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Yogyakarta, Mei 2010

Penyusun


DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………………………… 1
Kata Pengantar …………………………………………………………………………… 2
Daftar isi .................................................................................................................. ....... 3
BAB I PENDAHULUAN
i. Latar Belakang …………………………………………………………………… 4
ii. Rumusan Masalah …………………………………………………………........... 5
iii. Tujuan …………………………………………………………………………….. 5
iv. Manfaat …………………………………………………………………………… 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
i. Isu Terkini Kespro pada Bayi dan Anak………………………………………… 6
a. Child Trafficking
b. Sunat pada bayi perempuan
c. Gizi buruk
d. Kekerasan pada anak
e. Eksploitasi anak
BAB III KASUS .................................................................................................. 32
BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………...…………………. 36
BAB V PENUTUP
i. Kesimpulan ………………………………………………………………… 38
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 39

BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi ditujukan bagi laki-laki maupun perempuan namun dalam hal ini perempuan mendapatkan perhatian lebih karena begitu kompleksnya alat reproduksi perempuan. Kesehatan reproduksi membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan alat reproduksi seseorang,selain itu kesehatan reproduksi juga membahas tentang siklus hidup serta permasalahan yang dihadapi oleh perempuan.
Permasalahan yang dihadapi perempuan sangat kompleks daripada permasalahan yang dihadapi oleh laki-laki. Dalam setiap fase atau masanya perempuan memiliki masalah yang berbeda-beda.
Isu Kesehatan reproduksi selama siklus kehidupan perempuan sangatlah beragam dan kompleks. Tak ada habisnya bila harus membicarakan isu terkini kesehatan reproduksi. Issu kesehatan reproduksi perempuan merupakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh perempuan di setiap masanya. Dalam makalah ini dijelaskan mengenai berbagai macam issu kesehatan reproduksi pada perempuan di masa bayi dan anak.

II. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi?
2. Masalah apa yang terjadi pada perempuan?
3. Apa saja yang termasuk dalam issu kesehatan reproduksi?

III. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana permasalahan yang dihadapi oleh perempuan.
2. Untuk menambah pengetahuan tentan issu terkini kesehatan reproduksi.
3. Untuk mengungkap permasalahan sosial yang dialami oleh perempuan di masa bayi dan anak.

IV. Manfaat
1. Memberikan penjelasan pada masyarakat mengenai hal-hal yang terjadi pada perempuan di masa bayi dan anak
2. Memberikan perlindungan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh perempuan.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. CHILD TRAFFICKING
1.1 PENGERTIAN TRAFFICKING
Definisisi Menurut Persatuan Bangsa Bangsa (PBB)
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafiking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara)

Definisi menurut UU nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasa, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan didalam negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Faktor-Faktor Penyebab Perdagangan Manusia (Human Trafficking)
• Kurangnya Kesadaran: Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya trafiking dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan.
• Kemiskinan: Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk merencakanan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dilakukan seseorang guna membayar hutang atau pinjaman.
• Keinginan Cepat Kaya: Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat orang-orang yang bermigrasi rentan terhadap trafiking.
• Faktor Budaya: Faktor-faktor budaya berikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya trafiking:
• Peran Perempuan dalam Keluarga: Meskipun norma-norma budaya menekankan bahwa tempat perempuan adalah di rumah sebagai istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan seringkali menjadi pencari nafkah tambahan/pelengkap buat kebutuhan keluarga. Rasa tanggung jawab dan kewajiban membuat banyak wanita bermigrasi untuk bekerja agar dapat membantu keluarga mereka.
• Peran Anak dalam Keluarga: Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan terhadap trafiking. Buruh/pekerja anak, anak bermigrasi untuk bekerja, dan buruh anak karena jeratan hutang dianggap sebagai strategi-strategi keuangan keluarga yang dapat diterima untuk dapat menopang kehidupan keuangan keluarga.
• Perkawinan Dini: Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini. Anak-anak perempuan yang sudah bercerai secara sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentan terhadap trafiking disebabkan oleh kerapuhan ekonomi mereka.
• Sejarah Pekerjaan karena Jeratan Hutang: Praktek menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman merupakan strategi penopang kehidupan keluarga yang dapat diterima oleh masyarakat. Orang yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan hutang khususnya, rentan terhadap kondisi-kondisi yang sewenang-wenang dan kondisi yang mirip dengan perbudakan.
• Kurangnya Pencatatan Kelahiran: Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa trafiking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang ditrafik, misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya.
• Kurangnya Pendidikan: Orang dengan pendidikan yang terbatas memiliki lebih sedikit keahlian/skill dan kesempatan kerja dan mereka lebih mudah ditrafik karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.
• Korupsi & Lemahnya Penegakan Hukum: Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku trafiking untuk tidak mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal. Para pejabat pemerintah dapat juga disuap agar memberikan informasi yang tidak benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor yang membuat buruh migran lebih rentan terhadap trafiking karena migrasi ilegal. Kurangnya budget/anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafiking menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerakan dan menuntut pelaku trafiking.
Perlindungan Terhadap AnakYang Menjadi Korban Trafficking dalam Proses Hukum Di Indonesia
Di Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak memiliki hak khusus menurut hukum internasional dan hukum Indonesia dan pemerintah dalam hal ini memiliki kewajiban untuk melindungi anak-anak dari koban trafficking.
Perdagangan anak (Trafficking) adalah tindakan merekrut, mengirim, memindahkan, menampung atau menerima anak untuk tujuan eksploitasi baik di dalam maupun di luar negeri dengan cara kekerasan ataupun tidak. Karena anak dianggap belum cakap melakukan perbuatan hukum maka meskipun anak tersebut bersedia atau menerima kondisi eksploitasi, namun hak-hak mereka harus tetap dilindungi dan apabila terjadi pelanggaran maka hal tersebut masuk dalam kategori perdagangan manusia.
Di Indonesia hal ini terjadi pada saat anak atau perempuan di rekruit dari desanya, di pindahkan ke daerah lain baik di dalam maupun di luar negeri, dijual oleh perekrut atau agen untuk tujuan mendapatkan keuntungan, dan mereka dipaksa untuk bekerja atau dieksploitasi oleh majikan atau pembeli. Selain di eksploitasi anak-anak dan perempuan tersebut juga merasakan penderitaan dan keterasingan akibat adanya perbedaan bahasa,budaya dan agama dilingkungan barunya. Ilustrasi diatas adalah salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak dalam hal ini perdagangan manusia. Anak dijadikan objek eksploitasi yang memberikan keuntungan bagi pelaku kekerasan, namun menimbulkan banyak penderitaan bagi korban.
PKPA sejak tahun 2006 sampai 2007 berhasil menangani dan mendampingi kasus anak baik secara litigasi dan nonlitigasi yaitu mulai dari proses di kepolisian, kejaksaan sampai ke pengadilan, tercatat kasus yang ditangani tahun 2006 kasus trafficking 37 kasus,. Sementera 2007 untuk kasus trafficking 41 kasus Jumlah ini tentu terbilang hanya sebagian kecil dari jumlah kasus yang sebenarnya terjadi, namun tidak terjangkau oleh media, sehingga kasus trafficking ini diumpamakan seperti gunung es karena sebagai sebuah kejahatan terorganisir (organization crimes), sindikasi perdagangan ini sangat “mahir” menjalankan prakteknya tanpa terdeteksi oleh hukum. Disisi lain semakin banyak dan panjang daftar korban yang mengalami trauma panjang, cacat akibat kekerasan fisik, terjangkit penyakit kelamin, HIV AIDS, sampai mengalami kematian.

Bentuk Perdagangan Anak ( Trafficking) & Faktor Penyebab
Bentuk perdagangan anak dapat dikelompokkan kedalam beberapa bentuk diantaranya:
1. Untuk dipekerjakan sebagai pekerja domestic.
Anak-anak dipekerjakan sebagai pekerja diluar persetujuan dan keinginan mereka. Ketika mereka di iming-imingi janji bahwa mereka akan disekolahkan,dipekerjakan dipabrik/restoran atau akan memperoleh gaji yang besar dan didorong oleh kesulitan ekonomi kelurga,putus sekolah,ketidaktahuan orang tua.
2. Untuk dipekerjakan ditempat hiburan atau tempat usaha lainnya.
Hal ini terjadi dimana anak dieksploitasi untuk bekerja di tempat-tempat hiburan baik di kota-kota besar maupun didaerah.
3. Untuk menjadi pekerja seks.
Tidak jarang terjadi anak dan perempuan remaja dijual “Keperawanannya oleh orang tuanya sendiri dan umumnya latar belakangnya adalah kemiskinan, Banyak sekali diantara mereka yang berusia (13-16 tahun) dan bekerja sebagai penghibur atau pekerja seks bukan atas kemauannya sendiri dan seringkali mereka tidak tahu bahwa mereka akan diajadikan perempuan penghibur atau pekerja seks.
4. Untuk menjadi pengemis.
Di Kota-kota besar banyak ditemui pengemis anak-anak termasuk bayi dilampu-lampu merah, anak-anak atau bayi tesebut sebagian besar tidak ada hubungan darah dengan si ibu pengemis karena mereka adalah korban penculikan yang diperdagangkan atau disewakan.
5. Sebagai penfedar narkoba.
Anak banyak dimamfaatnkan sebaga pengedar narkoba, biasanya mereka dibuat tergantung pada narkoba lebih dulu sehingga mereka lebih mudah dikendalikan.
6. Untuk konsumsi kaum pedofilia
Kegiatan perdagangan ini seringkali melibatkan orang-orang asing dan jaringan internasional.Anak yang menjadi korban pada umumnya berumur 9-15 tahun.Penyeludupan anak ini tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri saja tetapi juga untuk tujuan luar negeri. Di awal proses anak telah dimanupulasi sedemikian rupa sehinnga secara ekonomis sangat tergantungkepada si pedofolia.
7. Adopsi palsu untuk kepentingan yang tidak jelas.
Pengangkatan anak secara paksa (Adopsi palsu) banyak terjadi apa anak-anak yang berasal dari daerah konflik/pengungsian, untuk kemudian di eksploitasi demi keuntungan pelaku/jaringan.Dalih yang biasa dipakai untuk adapsi adalah membantu memberikan penghidupan yang lebih baik,sehingga orangtua mau menyerahkan anaknya.

1.2 FAKTOR PENYEBAB CHILD TRAFFICKING

Dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa faktor- faktor penyebab perdagangan anak tersebut di Indonesia adalah: Kemiskinan, terbatasnya akses dan kesempatan kerja, kekerasan dalam rumah tangga, kepatuhan anak terhadap orangtua ( yang terdesak secara ekonomi), konflik sosial dan peperangan serta lemahnya penegakan hukum.

Bentuk Kekerasan Yang Dialami Anak Korban Trafficking.
1.Kekerasan fisik.
Bentuk ini paling mudah dikenali terkategorisasi sebagai kekerasan jenis ini adalah menampar, menendang, memukul /meninju, mencekek, mendorong, menggigit, membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya.Korban kekerasan jenis ini biasanya tanpak secara langsung pada fisik korban seperti luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan dan bentuk lain yang kondisinya lebih parah.
2.Kekerasan psikis.
Kekerasan jenis ini tidak begitu mudah untuk dikenali. Akibat yang dirasakan oleh anak yang menjadai korban tidak memberikan bekas yang tanpak jelas bagi orang lain. Dampak kekerasan jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman, menurunnya harga diri serta martabat korban. Wujud konkrit kekerasan atau pelanggaran jenis ini adalah penggunaan kata-kata kasar penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan anak didepan orang lain atau di depan umum,melontarkan ancaman dengan kata-kata dan sebagainya. Akibat adanya perilaku tersebut biasanya korban merasa rendah diri, minder merasa tidak berharga dan lemah dalam membuat keputusan ( Decission making).
3. Kekerasan seksual.
Kekerasan seksual yang dialami oleh anak korban trafficking termasuk pelecehan seksual seperti diraba-raba, diajak melakukan hubungan seksual, dan dipaksa melakukan hubungan seksual selama ditempat anak bekerja atau lokasi dimana anak dipekerjakan, dimana anak yang mengalami kekerasan seksual mengalami kehamilan akibat perkosaan.
4.Kekerasan ekonomi.
Pada anak-anak kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih berusia dibawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena penjual koran,pengamen jalanan,pengemis anak dan lain-lain kian merebak terutama diperkotaan.Selain itu juga perdagangan anak untuk tujuan pelacuran yang menguntungkan secara ekonomi bagi pihak-pihak tertentu.

Pertimbangan Khusus Bagi Anak Korban trafficking Dalam Proses Hukum

Anak-anak yang menjadi korban trafficking mengalami penderitaan yang sama dengan penderitaan yang dialami oleh korban orang dewasa.Namun karena usia dan kerentanan akibat ekspoitasi terhadap anak yang mengalami kekerasan dalam perdagangan manusia dapat menyebabkan trauma.
Pentingnya bagi semua pihak untuk mengetahui bahwa anak-anak bersifat rentan dan membutuhkan perlindungan khusus atau usia, tingkat kedewasaan dan kebutuhan masing-masing individu mereka”. Lebih lanjut lagi,” respon yang lebih baik terhadap korban dan saksi anak-anak akan membuat mereka lebih terbuka mengenai kejadian yang menjadikan mereka korban dan mereka akan lebih membantu proses keadilan”.
Jika anak menjadi korban perdagangan manusia, saksi kejahatan atau pelaku kejahatan, perkaranya harus ditangani dengan cara yang berbeda dengan penanganan perkara orang dewasa ada beberapa peraturan perundang-undagan di Indonesia yang menggaris besarkan pada permasalahan ini.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam melakukan perlindungan terhadap anak sebagai korban perdagangan manusia antara lain:
• Keterlibatan anak dalam tindak pidana tidak boleh meninggalkan hak-haknya untuk mendapatkan perlindungan khusus ( UU Nomor 23 Tahun 2002)
• Korban perdagangan manusia berhak mendapatkan perawatan dan perlindungan yang sesegera mungkin termasuk keamanan,makanan dan akomodasi pada tempat yang aman, akses untuk mendapat perawatan kesehatan, dukungan psikologis, bantuan hukum, layanan sosial dan pendidikan.
• Korban ditangani oleh para pendamping yang profesional, terlatih, mengetahui hak-hak dan kebuthan khusus anak, serta memahami masalah-masalah anak dan isu-isu gender
• Anak yang menjadi korban perdagangan manusia memiliki hak untuk mengajukan tuntutan perdata maupun pidana untuk mendapatkan konpensasi dan rehabilitasi

1.3 PERLINDUNGAN HUKUM.

Sebenarnya masalah perdagangan perempuan dan anak di Indonesia sudah sangat memprihatinkan dan memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Meskipun pemerintah menyadari bahwa perlu untuk mengambil langkah-langkah penghapusan perdagangan perempuan dan anak tetapi hambatan yang memperlemah usaha tersebut yaitu transisi menuju demokrasi, tidak berfungsinya institusi pemerintah dan belum adanya perangkat hukum yang khusus menangani masalah perdagangan perempuan dan anak.
Untuk masalah perdagangan anak trafficking ada diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yaitu pasal 83 namun dalam parkteknya sosialisasi dalam penggunaan Undang-undang tersebut tidak sampai kepada aparat penegak hukum sehingga tidak maksimal untuk dipraktekan dan Undang-undang tersebut juga tidak membahas persoalan trafficking secara spesifik. Dalam praktek yang ditemukan pihak aparat penegak hukum juga tetap memperlakukan KUHP pasal 296 s/d 298. Pasal tersebut seringkali tidak mampu menyerat para pelakunya karena:
1. Unsur-unsur dari KUHP mengenai perdagangan anak dan perempuan yang digunakan dalam penanganannya tidak begitu jelas, sehingg banyak unsur dari kasus perdagangan anak dan perempuan tidak terjerat oleh pasal tersebut.
2. Ketiga pasal tersebut diatas ( Pasal 296,297,298) hanya dapat menjerat perdagangan anak dan perempuan untuk tujuan seksual saja, karena ke -3 pasal tadi masuk dalam kelompok kejahatan terhadap kesusilaan. Disisi lain, dalam banyak hal KUHP sendiri masih bias gender sehingga kurang dapat memberikan perlindungan dan keadilan hukum bagi anak dan perempuan.

1.4 ANAK SEBAGAI SAKSI DALAM PROSES HUKUM

Bersaksi di pengadilan adalah hal yang sulit dan menakutkan bagi korban perdagangan manusia tetapi akan lebih sulit dan menakutkan bagi anak-anak, Harus ada ketentuan khusus yang wajib dipertimbangkan dan di implementasikan untuk memastikan bahwa anak-anak tersebut terlindungi saat mereka bersaksi di pengadilan.
Berkaitan dengan anak sebagai saksi korban dalam proses hukum dalam KUHAP ada beberapa pasal yang berkaitan dengan proses hukum di pengadilan misalnya:
• Anak memiliki hak untuk diperiksa di pengadilan dalam ruang sidang tertutup untuk umum ( KUHAP 153 ayat (3) dan Undang-undang No 3 tahun 1997 pasal 57 ayat (1)
• Anak memiliki hak untuk bersaksi tanpa disumpah (KUHAP 171a)
Selain hal tersebut diatas berkaitan dengan kebutuhan yang diperlukan oleh korban setelah menjadi saksi dalam proses hukum korban juga membutuhkan akan rasa aman bagi dirinya seperti shelter ,kebutuhan akan asertivitas dan self esteme. Selain itu juga Rehabilitasi, kebutuhan akan informasi, ,jaminan keamanan dirumah/kampung, tempat kerja, recovery,penerimaan dari keluarga , adanya skill dan rasa percaya diri serta pendidikan dan keterampilan.

Tahapan Penanganan Kasus Yang Di Tangani PKPA
Pusat Kajian dan Perlindungan Anak adalah sebuah lembaga yang konsern terhadap persoalan Anak dan Perempuan dalam pendampingan PKPA memberikan layanan kepada anak-anak yang mengalami korban tindak kekerasan diantaranya adalah kasus trafficking. Untuk kasus trafficking (perdagangan anak dan perempuan untuk tujuan pelacuran ) PKPA mendampingi korban usia anak 18 tahun kebawah.Dasar penjabaran yang digunakan oleh PKPA untuk membantu korban trafficking adalah konvensi hak anak, protocol KHA tentang pelacuran dan pornografi anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual. Kepress 87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak dan kepres No 88 Tahun 2002 tentang RAN Anti Trafficking. Selain itu PKPA juga menggunakan standart dari konvensi tentang penghapusan perdagangan manusia anak dan perempuan.
PKPA dalam melakukan pendampingan terhadap korban diantaranya adalah melakukan hal-hal sbb:
1) Investigasi berupa serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengumpulkan fakta-fakta dalam mencari kebenaran informasi dan keberadaan si korban maupun pelaku.
2) Penjemputan atau penyelamatan korban merupakan tindakan yang dilakukan (dalam hal korban belum kembali dan telah diketahui alamatnya).Dan apabila pelaku atau korban telah kembali maka upaya ini dianggap tidak perlu dilakukan
3) Pemeriksaan kondisi kesehatan korban dan melakukan langkah-langkah medis yang dipandang perlu untuk menyelamatkan korban, dan membuat rekaman medik (medical record) korban kekerasan. Dalam hal ini PKPA bekerjasama dengan Unit Layanan Terpadu Rumah Sakit Brimob (PUSYANDU) dan Klinik Dr.Delyuzar.
4) Konseling atau pemberian bimbingan psykologis kepada korban termasuk mempertanyakan keinginan korban terhadap kasus yang sedang dialaminya, apakah korban setuju kasusnya diproses secara hukum atau tidak, Bimbingan psykologis ini perlu dilakukan secara mendalam yang tujuannya adalah menyakinkan korban pada pilihannya untuk tidak kembali ketempat semula dan yakin dalam menjalani kehidupan selanjutnya. Satu prinsip yang harus dijunjung tinggi dalam hal ini adalah kejujuran dalam menyampaikan segala kemungkinan yang akan dihadapi korban apapun pilihan yang akan diputuskan oleh korban,serta kebebasan korban dalam menentukan pilihannya.
5) Pelaporan/Pengaduan kepada pihak berwajib (dalam hal ini adalah kepolisian sebagai aparat yang berkompeten untuk itu) tentang tindak kekerasan yang dialami korban, pendampingan hukum dan bentuk litigasi terhadap korban tidak hanya pada saat pelaporan/ pengaduan dan pengambilan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian tetapi sampai pada proses penuntutan di kejaksaan dan pemeriksaan di Pengadilan.
6) Proses perlindungan berupa serangkaian tindakan yang diberikan kepada korban yang tujuannya semata-mata untuk melindungi dan memberi rasa aman bagi korban, dari intimidasi ataupun ancaman yang datang dari pelaku/ keluarga pelaku, keluarga korban atau pihak ketiga yang sengaja ingin mengambil keuntungan atau mengeksploitasi korban kembali . Dimana PKPA memiliki rumah aman sementara (Drop in Center) untuk melindungi korban sampai korban pulih dan dikembalikan kepada keluarga.




II. SUNAT PEREMPUAN
Kebijaksanaan komunal tentang gender dan seksualitas perempuan ternyata telah melahirkan aturan hukum yang berbaris gender, tetapi pada pelaksanaannya tidak jarang justru menciptakan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Ada berbagai macam kasus kekerasan pada perempuan yang muncul ke permukaan. Hal ini menunjukkan betapa tidak adanya akses dan kontrol perempuan atas kekuasaan dan proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan hak reproduksi yang telah mengakibatkan rusaknya alat reproduksi perempuan, terampasnya hak-hak reproduksi, dan hak ekonomi perempuan.
Praktik kehidupan sehari-hari dengan jelas menunjukkan bahwa dalam berbagai aspek, perempuan tersubordinasi karena budaya patriarkat yang selama ini membudaya di masyarakat. Karena posisinya yang lemah tersebut, perempuan sering kehilangan hak-hak reproduksi perempuan adalah praktik sunat. Yang dimaksudkan sunat adalah tindakan terhadap perempuan yang dilakukan dengan menghilangkan sebagian atau seluruh bagian alat kelaminnya, atau melakukan tindakan tertentu terhadap kelamin perempuan dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan sensivitas pada alat kelamin tersebut.
Menurut WHO terdapat sekitar 85-114 juta perempuan di dunia mengalami sunat, 84 juta gadis-gadis cilik mengalami pemaksaan tindakan sunat tanpa dimintai persetujuan serta alasan yang jelas. Hal itu berdasarkan asumsi bahwa perempuan yang disunat tdak akan menjadi liar dan dapat dipercaya apabila suaminya sedang tidak ada dirumah. Salah satu tradisi yang tetap dipertahankan sampai saat ini adalah praktik sunat terhadap bayi perempuan suku Madura. Praktik ini merupakan warisan budaya dari nenek moyang secara turun-temurun terus dilaksanakan hingga sekarang.

Tinjauan Mengenai Sunat
1. Sunat dari Perspektif Islam
Praktik sunat pada bayi perempuan sudah lama dilakukan secara turun-temurun. Diperkirakan bahwa sunat perempuan bersumber dari ajaran islam yang kemudian berkembang menjadi tradisi. Praktik sunat sebenarnya sudah dilaksanakan sejak jaman Nabi Ibrahim a.s. yang menurunkan tradisi tersebut kepada umatnya, termasuk umat islam.
Para ulama berpendapat hukum pelaksanaan sunat pada perempuan adalah sunnah. Dasarnya bahwa untuk masalah yang bersifat khilafiyah, yang banyak menfaatnya haruslah dipilih untuk dilakukan, sedangkan yang banyak mudharat atau kerugiannya sebaiknya ditinggalkan. Pendapat itulah yang sampai sekarang masih
dipegang teguh dan praktis diposisikan sebagai sesuatu bersifat wajib oleh masyarakat.
2. Sunat dari Prespektif Kesehatan
Secara teknis, dikenal 5 macam cara melakukan sunat perempuan, mulai paling sederhana sampai sangat kejam. Berikut adalah cara-cara yang dimaksud :
a. Tetesan : sunat perempuan secara simbolis dengan melakukan usapan-usapan pada klitoris dengan kunyit atau dengan pemotongan kunyit yang sudah dikupas dan diletakkan didekat klitoris.
b. Khitan atau sunat biasa : sunat perempuan dengan melakukan perlukaan, penusukan dan pengoresan pada kulit klitoris dan pemotongan sebagian preputium sampai mengeluarkan darah.
c. Clitoridectomy : sunat perempuan dengn menghilangkan pemotongan sejumlah jaringan kelamin dan penghilangan semua labia minora.
d. Infibulations : bentuk sunat perempuan yang paling kejam, dengan cara merusak alat kelamin perempuan melalui penghilangan seluruh bagian alat kelamin.
Perdarahan merupakan komplikasi yang paling banyak dijumpai dalam praktik sunat. Untuk menghilangkan perdarahan, arteri klitoris harus dibalut dengan kencang atau diikat dengan jahitan melingkar. Infeksi juga merupakan komplikasi yang sering terjadi dalam waktu beberapa hari akibat luka menjadi basah oleh urine atau terkontaminasi tinja. Derajad infeksi sangat bervariasi, dari infeksi luka superficial sampai infeksi sistemik dalam darah. Kematian dapat terjadi septicemia, nyeri, dan neurogenik, shock atau trauma perdarahan.

3. Sunat dari Perpektif Sosial Budaya.
Sunat pada perempuan merupakan kekerasan seksual dan kekerasan social yang harus ditanggung perempuan demi nilai-nilai perkawinan dan identitas social. Sunat dikuatkan oleh budaya setempat, yang menempatkan tubuh perempuan sebagai symbol identitas moralitas budaya yang harus dipelihara. Sunat dimaknai oleh laki-laki untuk menundukkan perempuan supaya perempuan dapat memberikan pelayanan seksual yang sempurna. Perempuan dipaksa untuk mengesampingkan kemampuan, keinginan, dan kemauan dirinya sendiri.
Adapun pelaksanaan sunat adalah sebagai berikut :
• Mencuci tangan sampai bersih, pasien disiapkan begitu pula dengan alat-alatnya.
• Labia minora dalam dan labia majora luar terbuka.
• Membersihkan labia kanan dulu sambil membaca syahadad 3 kali kemudian membersihkan labia kiri juga dengan membaca syahadad 3 kali.
• Membersihkan daerah klitoris dengtan menggunakan pucuk gunting untuk menghilangkan lemak-lemak yang bersarang disitu hingga bersih.
• Setelah bersih, hymen diperiksa apakah ada kelainan atau tidak baru kemudian diberi betadine.
Keyakinan atau mitos yang menjadi factor mendorong dilakukannya sunat terhadap bayi atau anak perempuan adalah
• Sunat pada perempuan yang dilakukan dengan membuang sepotong daging kecil adalah karena keberadaan daging kecil di vagina akan membuat laki-laki yang akan menikahi perempuan tersebut merasa jijik.
• Seorang gadis yang tidak disunat akan digunjingkan oleh masyarakat, bertingkah laku buruk, dan akan mengejar laki-laki. Bila datang saatnya menikah, tidak ada seorang pun mau mengawininya.
• Penyunatan perempuan adalah untuk menjaga atau menjamin keperawanan dan kesucian seorang perempuan serta melindungi anak gadis agar terhindar dari kekeliruan dan penyimpangan yang menjerumuskan.
Selain itu, adapula keyakinan bahwa :
• Klitorisng seorang gadis yang tidak disunat akan tumbuh memanjang atau bentuknya tidak sempurna menjadi organ yang menyerupai penis laki-laki.
• Sunat perempuan untuk meningkatkan femininitas perempuan dan menjadikannya perempuan sejati.
• Meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan seksual suami.


III. GIZI BURUK
3.1 MANFAAT ZAT MAKANAN

Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi tadi, mempunyai nilai yang sangat penting untuk:
a. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama bagi mereka yang masih dalam pertumbuhan.
b. Memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari.

Termasuk dalam memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu penggantian sel-sel yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh dengan cara menjaga keseimbangan cairan tubuh. Proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang terpelihara dengan baik akan menunujukan baiknya kesehatan yang dimiliki seseorang. Seseorang yang sehat tentunya memiliki daya pikir dan daya kegiatan fisik sehari-hari yang cukup tinggi.
Nilai yang sangat penting dari bahan makanan atau zat makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik serta perolehan energi guna melakukan kegiatan sehari-hari seperti dikemukakan di atas tergantung dari keadaan dan macam-macam bahan makanannya. Namun demikian apabila bahan-bahan makanan itu:
a. Tersaji dalam keadaan cukup higienis (tidak mengandung kuman-kuman penyakit, tidak mengandung zat-zat toksin/racun yang dapat membahayakan kelangsungan hidup seseorang)
b. Cukup mengandung kalori, protein (dengan memiliki kesepuluh asam amino esensial, cukup mengndung lemak, cukup mengandung vitamin dan mineral)
c. Dapat mudah tercerna oleh alat-alat pencernaan
d. Pengolahan atau pemasakannya disesuaikan dengan sifat fisis dan khemis dari masing-masing bahan makanan
e. Dihidangkan dalam keadaan yang tepat dan baik. Ratinya pada suhu yang tidak terlalu rendah
Maka nilainya bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik serta perolehan energi guna melakukan kegiatan sehari-hari adalah cukup tinggi kenyataannya dari a sampai dengan e di atas sering kurang diperhatikan sehingga tidak jarang kita akan berhadapan dengan manusia-manusia atau bahkan kita akan merasakan sendiri:
a. Pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang kurangnormal, banyak keluhan karena berbagai penderitaan yang berkaitan dengan kemulusan dan kesenangan fisik.
b. Kelesuan, tidak bergairah melakukan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain

Kadar zat makanan pada setiap bahan makanan memang tidak sama, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu dengan memperhatikan ”empat sehat lima sempurna” setiap bahan makanan akan saling melengkapi zat makanan/ gizinya yang selalu dibutuhkan manusia guan menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik serta energi yang cukup guna melaksanakan kegiatan-kegiatan.
3.2 GEJALA-GEJALA KARENA KEKURANGAN GIZI

Memperhatikan pemenuhan gizi dari bahan nabati dan hewani yang ada berbagai variasi macamnya dan sangat dibutuhkan dalam tubuh. Apabila pemenuhan kebutuhan tubuh akan zat-zat makanan tidak diperhatikan maka tubuh akan nenunjukan beberapa gejala sebagai berikut:
a) Kurangnya dalam tubuh akan karbohidrat, protein dan zat lemakdapat menyebabkan pembakaran ketiga unsur tersebut kurang menghasilkan energi, akibatnya tubuh menjadi lesu, kurang bergairah untuk melakukan berbagai kegiatan dan kondisi tubuh yang demikian akan banyak menimbulkan kerugian (peka akan macam-macam penyakit, kemalasan untuk mencari nafkah, produktivitas kerja sangat lemah)
b) Kekurangan vitamin B1 dapat menimbulkan penyakit beri-beri, neuritis dan gangguan pada sistem transportasi cairan tubuh.
c) Kekurangan akan vitamin B2 dapat menimbulkan penglihatan menjadi kabur (katarak dan keratitis pada mata) keilosis atau luka di sebut bibir dan gangguan pada proses pertumbuhan.
d) Kekurangan akan niasin atau asam nikotin dapat menibulakan penyakit pelagra, dengan gejala 3D, yaitu:
 Dermatitis yaitu kulit kemerahan, mengelupas, selanjutnya pecah-pecah, eksema yang simetris pada bagian kiri dan kanan tubuh, juga dapat menimbulakan anemia.
 Diare yaitu buang air besar yang terus menerus dan selain itu menimbulkan pendarahan di gusi dan usus
 Demensia yaitu menglami depresi mental, pelupa, cepat letih dan sering melamun.
e) Kekurangan vitamin B6 dapat menimbulkan gejala pelagra, anemia dan obstipasi atau gejala sukar buang air besar.
f) Kekurangan asam pontotenat sering menimbulkan gejala dermatitis dan interitis atau luka-luka pada usus.
g) Kekurangan vitamin C dapat menimbulakn kerusakan pada sel-sel endotel, selain itu pembuluh kapiler kurang permeable sehingga menimbulkan pendarahan dalam sumsum tulang dan kerusakan tulang, gejala awal ditandai dengan pendarahan gusi, di bawah kulit, karies gigi dan mudah terserang sakit gigi
h) Kekurangan akan vitamin A dapat menimbulkan rabun senja/rabun ayam (hemeralopia),frinoderma yaitu pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki tergantung sehingga kulit pada organ-organ tubuh tersebut bersisisik, pendarahan pada selaput usus-gijal-paru-paru, kerusakan pada kornea yang menimbulkan bintik bitot yaitu kornea mengering yang pada akhirnya mata rusak sama sekali selain itu dapat menyebabkan pula terhentinya proses pertumbuhan, sedang pada bayi menjadi terganggunya pertumbuhan.
i) Kekurangan vitamin D dapat menimbulkan rakhitis, selain itu gangguan pada pertukaran zat kapur dan fosfor dan gangguan pada sistem penulangan.
j) Kekurangan vitamin E dapat menimbulkan kemandulan atau keguguran, layuhnya otot-otot karena kerusakan saraf penggerak, dan kemunduran pada hipofise dan kelenjar gondok.
k) Kekurangan zat kapur dapat menimbulkan kerusakan pada gigi, juga pada pertumbuhan tulang dapat menjadi tidak sempurna –rakhitis, selain itu apabila terjadi luka pada bagian tubuh darah sukar membeku, gejala lainnya yaitu kekejangan pada otot.
l) Kekurangan unsur fosfor atau P dapat menimbulkan beberapa gejala dan kerusakan pada tubuh yang mengalami kekurangan zat kapur
m) Kekurangan zat besi pada tubuh seseorang maka orang tersebut dapat menderita anemia atau kekurangan darah.
n) Kekurangan natrium (Na) dan chlor (Cl) dapat menimbulkan nilai osmotik cairan ekstraseluler, selanjutnyasehubungan dengan tergantungnya sistem regulasi maka temperatur tubuh menjadi meningkat.
Gejala-gejala, penderitaan-penderitaan dan gangguan pada tubuh yang mengalami kekurangan satu atau beberapa zat gizi seperti yang ditemukan di atas hanya merupakan garis besar dari yang akan ditemukan secara lebih detail.
3.3 INDIKASI GIZI BURUK
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.
Kwashiorkor memiliki ciri:
1) Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab
2) Pandangan mata sayu
3) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok
4) Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel
5) Terjadi pembesaran hati
6) Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
7) Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)
8) Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
9) Anemia dan diare
Sedangkan ciri-ciri marasmus adalah sebagai berikut:
1) Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit
2) Wajah seperti orang tua
3) Mudah menangis/cengeng dan rewel
4) Kulit menjadi keriput
5) Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)
6) Perut cekung, dan iga gambang
7) Seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
8) Diare kronik atau konstipasi (susah buang air)
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
Cara Mengukur Status Gizi Anak
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengukur status gizi pada anak. Berikut adalah salah satu contoh pengukuran status gizi bayi dan balita berdasarkan tinggi badan menurut usia dan lingkar lengan atas.
Tabel Standar Baku Lingkar Lengan Atas (LLA) Menurut Umur

Tabel Berat dan Tinggi Badan Menurut Umur
(usia 0-5 tahun, jenis kelamin tidak dibedakan)

3.4 PENCEGAHAN
Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak. Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
Untuk mencukupi kebutuhan gizi yang baik pada anak memang dibutuhkan usaha keras dari orang tua dengan memberikan makanan yang terbaik kepada mereka. Tentu saja hal ini membutuhkan kesabaran, ketawakkalan dan keuletan dalam mencari rezeki dari Allah untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Jika semua ini tercapai, insya-Alloh akan tercetak generasi yang sehat, sholih dan sholihah, dan cerdas dalam mempelajari dan memahami ayat-ayat Allah.
3.5 KEBUTUHAN GIZI

Menu makanan bayi harus mengandung gizi yang seimbang; protein, karbohidrat, lemak, buah dan sayuran, agar ia mendapatkan semua vitamin dan mineral yang dibutuhkannya. Jumlah yang dibutuhkan berbeda-beda tergantung keaktifan masing-masing anak. Sebagai pedoman, unutk anak usia satu sampai tiga tahun makanan harus mengandung sekitar 45-50 kalori untuk setiap 0,5kg berat tubuhnya. Anak lebih membutuhkan protein yang sesuai, dari pada dewasa untuk pertumbuhan yaitu sekitar 14,5 gr protein perhari antara usia satu dan tiga tahun. Sekitar 6 gr dari jumlah ini harus protein yang bermutu tinggi yang terdapat dalam daging dan sayuran tertentu. Sisanya bisa didapat dari sereal, roti dan makanannys.

IV. EKSPLOITASI ANAK
Eksploitasi dalam kamus ilmiah berarti pemerasan atau penarikan keuntungan secara tidak wajar. Eksploitasi terhadap anak adalah mempekerjakan seorang anak dengan tujuan ingin meraih keuntungan.
Hanya karena ingin memenuhi kebutuhan hidup, banyak orang tua yang rela mempekerjakan anak-anaknya. Anak-anak yang seharusnya bersekolah dan menikmati masa kecilnya dengan bermain, kini harus turun kejalan menjajahkan koran, meminta-minta di jalan dekat lampu merah dan menjajahkan jualannya disekolah atau perguruan tinggi dengan berbagai alasan dan salah satunya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mungkin problematika yang kerap tejadi terhadap anak-anak seakan tidak tampak dari pandangan .mungkin hanya segelintir orang saja yang sadar akan hal itu. Namun, semua itu terjadi secara perlahan tetapi pasti. memang anak harus belajar mengenai seluk beluk kehidupan dengan berbagai permasalahan di dalamnya agar kelak ia bisa menhadapai tantantangan itu. Akan tetapi, bukan berarti seorang anak yang harus mengantikan peran orang tua untuk mencari nafkah. Seharusnya orang tualah yang harus bertanggungjawab terhadap anak-anaknya.
Realitas yang terjadi sekarang, anaklah yang dipaksa bekerja. setiap waktu yang mereka lalui lebih banyak digunakan untuk mencari uang dari pada bermain layaknya seorang anak. Baik pagi maupun malam lebih banyak mereka nikmati dijalan. Meski panasnya mentari kala terik, dinginnya malam dikala hujan, banyaknya debu dan polusi sudah menjadi santapan sehari-hari, tetapi mereka tidak pernah mengeluh akan hal itu. Meskipun sering kali mereka ingin menikmati bangku sekolah dan bisa bermain menikmati indahnya dunia anak-anak.
Eksploitasi terhadap anak masih kerap terjadi, khususnya anak dibawah umur. Hal ini merupakan konsekuensi logis untuk Negara berkembang, dimana peran-peran sosial tidak mempunyai ruang dalam hal memberikan jaminan kesejahteraan, sehingga dinamika sosial terus melakukan segregasi gerak social yang saling mendominasi. Hal tersebut kemudian yang merubah pandangan terhadap standarisasi kesejahteraan yang beralih dari proses sosial ke proses ekonomi yang menyebabkan teraktualisasikannya teori kapitalisasi segala aspek, tidak terkecuali eksploitasi terhadap anak yang dikarenakan oleh peran media yang merubah tingkat produktifitas ekonomi dalam tinjauan umur. Hal ini terjadi karena banyak faktor, diantaranya karena faktor ekonomi yang memakasa orang tua untuk mempekerjakan anaknya meskipun sebenarnya orang tualah yang bertangung jawab untuk menafkahi anak-anaknya dan menyekolahkan mereka.
Akibatnya, banyak anak yang rela turun kejalan untuk meminta-minta dan rela tidak bersekolah demi orangtua mereka. Bukan hanya itu, bahkan bayak acara TV pun yang ikut andil pada masalah ini. Salah satu contoh yaitu idola cilik yang mungkin sering anda saksikan, dimana anak-anak seakan dipaksa dewasa dengan menyayikan lagu orang dewasa atau acara TV pada saat memperingati hari anak nasional, dimana anak-anak banyak disuguhi dengan lagu orang dewasa.. Banyak permainan tradisional yang seakan punah akibat perkembangan teknologi. Anak-anak yang dulunya sering bermain, kini menjadi tulang punggung keluarga. Semua orang memang sangat membutuhkan yang namannya uang tapi apakah kita sebagai orang tua/orang yang terdidik rela melihat anak/saudara-saudara kita yang rela meninggalkan kebahagiannya sebagai seorang anak yang selayaknya bertindak dan berprilaku sesuai perannya sebagai seorang anak., dimana mereka seharusnya bermain bukan mencari uang.
Hal ini seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua khususnya pemerintah jangan cuma memperingati hari anak nasional yang jatuh pada 22 juli dengan seremonial yang mungkin memakan biaya yang cukup banyak tapi mari kita merenung dan menatap kebelakang bagaimana kondisi generasi penerus bangsa. Semua orang pasti menggiginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Oleh karena itu, berikanlah yang terbaik untuk mereka. Jangan biarkan mereka kepanasan ditengah teriknya sang mentari yang dihiasi dengan gumbalan asap kendaraan, tetapi biarkanlah mereka dengan dunianya sendiri, dunia yang penuh dengan keceriaan dan beraneka macam permainan. Biarkan mereka dengan sejuta mimpinya untuk menatap hari esok yang lebih baik .
V. KEKERASAN PADA ANAK
Faktor Penyebab dan Dampaknya
Faktor penyebab terjadinya kekerasan pada anak dan perempuan, secara keumuman disebabkan oleh suatu teori yang di kenal behubungan dengan stress dalam keluarga (family stress). Stres dalam keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orang tua (suami atau Istri), atau situasi tertentu. Stres berasal dari anak misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan perilaku yang terlihat berbeda dengan anak pada umumnya. Bayi dan usia balita, serta anak dengan penyakit kronis atau menahun juga merupakan salah satu penyebab stres. Stres yang berasal dari suami atau istri misalnya dengan gangguan jiwa (psikosis atau neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa lalu, orang tua terlampau perfek dengan harapan pada anak terlampau tinggi, orang tua yang terbiasa dengan sikap disiplin. Stres berasal dari situasi tertentu misalnya terkena suami/istri terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) atau pengangguran, pindah lingkungan, dan keluarga sering bertengkar.
Namun tentunya teori tersebut hanya melingkupi kekerasan dalam rumah tangga. Penyebab utama lainnya adalah, kemiskinan, masalah hubungan social baik keluarga atau komunitas, penyimpangan prilaku social (masalah psikososial). Lemahnya kontrol social primer masyarakat dan hukum dan pengaruh nilai sosial kebudayaan di lingkungan social tertentu. Namun bagi penulis penyebab utama terjadinya masalah ini adalah hilangnya nilai Agama (terutama Islam), karena tentunya hanya dengan agama yang bisa mengatur masalah social berbasis kesadaran individu.
Diantara dampak kekerasan pada anak dan perempuan adalah stigma buruk yang melekat pada korban diantaranya, Pertama, Stigma Internal yaitu, Kecenderungan korban menyalahkan diri, menutup diri, menghukum diri, menganggap dirinya aib, hilangnya kepercayaan diri, dan terutama adalah trauma sehingga seperti halnya perempauan tidak mau lagi berkeluaraga setelah dirinya trauma menerima kekerasan dari suaminya. Kedua, Stigma Eksternal yaitu, kecenderungan masyarakat menyalahkan korban, media informasi tanpa empati memberitakan kasus yang dialami korban secara terbuka dan tidak menghiraukan hak privasi korban. Selain stigma buruk yang melekat pada korban, kejahatan pada anak dan perempuan juga dapat menghancurkan tatanan nilai etika dan social seperti halnya dampak buruk dari human trafficking.
Solusi Mendesak
Untuk mencegah dan menghentikan kekerasan pada anak dan perempuan dibutuhkan beberapa pendekatan diantaranya, pendekatan individu, yaitu dengan cara menambah pemahaman agama, karena tentunya seorang yang mempunyai pemahaman agama yang kuat (terutama Islam) akan lebih tegar menghadapi situasi-situasi yang menjadi factor terjadinya kekerasan. Terlebih Islam telah mengajarkan aturan hidup dalam berumah tangga, baik sikap kepada Istri atau kepada anak dan juga mengajarkan interaksi sosial yang baik. Islam sangat mengutuk segala macam bentuk kekerasan, Islam memperbolehkan bercerai jika ada kekerasan dalam rumah tangga sebagai mana hadis dari Aisyah RA berkata, bahwasanya Habibah binti Sahl, istri Tsabit bin Qais dipukul suaminya sampai memar. Keesokan paginya Habibah melaporkan tindakan kekerasan suaminya kepada Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah memanggil Tsabit. Sabdanya, ''Ambillah sebagian hartanya (maharnya) dan ceraikanlah ia!'' Tsabit bertanya, ''Apakah hal itu sebagai penyelesaiannya ya Rasulullah?'' Jawab Rasulullah, ''Ya betul.'' Tsabit berkata lagi, ''Sesungguhnya saya sudah memberinya dua kali lipat, dan keduanya berada di tangannya.'' Kata Rasulullah lagi, ''Ambillah kedua bagian tersebut, dan ceraikan ia!'' Lalu Tsabit pun melaksanakan perintah tersebut. (HR. Imam Abu Dawud).
Pendekatan sosial melingkupi pendekatan partisipasi masyarakat dalam melaporkan dan waspada setiap tindakan kejahatan, terutama human trafficking. Pendekatan medis, untuk memberikan pelayanan dan perawatan baik secara pisik atau kejiwaan, juga memberikan penyuluhan terhadap orang tua tentang bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar. Dan terakhir adalah pendekatan hukum, tentunya yang bertanggung jawab masalah ini adalah pemerintah untuk selalu mencari dan menanggapi secara sigap terhadap setiap laporan atau penemuan kasus kekerasan dan kejahatan dan menghukumnya dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Akhir-akhir ini media dihebohkan dengan maraknya pemberitaan kekerasan terhadap anak-anak. Dalam berbagai berita dikesankan bahwa seolah-olah kekerasan seperti itu meningkat drastis aknir-akhir ini. Ini tentu tidak benar, kekerasan terhadap anak dalam segala bentuk dan kualitasnya telah lama terjadi di komunitas kita. Berita-berita tersebut makin marak karena semakin baiknya kinerja wartawan dan kejenuhan pemirsa terhadap berbagai berita politk dan social yang mengisi wahana informasi publik.
Apakah, pemberitaan itu juga mencerminkan perhatian publik yang makin serius dengan persoalan ini? Hal ini susah diukur, karena sejak lama kita telah disuguhi dengan berbagai kasus kekerasan terhadap anak yang tingkat kesadisannya bervariasi, tetapi komunitas terpelajar dan pengembang kebijakan tenang-tenang saja, seperti menderita sindroma ketakberdayaan.
Diberlakukannya UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak seolah menjadi antiklimaks dari banyak aktivis perlindungan anak. Padahal UU ini saja tidak cukup untuk menurunkan tingkat kejadian kekerasan pada anak. UU ini juga belum dapat diharapkan untuk mempunyai efek deteren karena belum banyak dikenal oleh aparat maupun masyarakat. Oleh karena itu, kekerasan terhadap anak akan tetap berlanjut dan jumlah kejadiannya tidak akan menurun karena sikon hidup saat ini sangat sulit dan kesulitan ekonomi akan memicu berbagai ketegangan dalam rumah tangga yang akan merugikan pihak-pihak yang paling lemah dalam keluarga itu. Anak adalah pihak yang paling lemah dibanding anggota keluarga yang lain.
Untuk mengatasi persoalan kekerasan terhadap anak memang diperlukan berbagai tindakan sekaligus. Di Malaysia, misalnya selain UU perlindungan anak dan KDRT yang telah ada, dengan segera pemerintah kerajaan membuat sebuah sistem deteksi dini, rujukan, penanganan terpadu untuk menanggapi masalah kekerasaan. Di Malaysia sejak awal tahu 90-an telah dibentuk SCAN TEAM ( Suspected Child Abuse and Neglect Team ) yang keberadaannya diakui oleh seluruh jajaran pemerintahan sampai pada tingkat RT dan anggota teamnya terdiri dari relawan masyarakat dan pegawai kerajaan, serta anggota kepolisian dan profesi kesehatan. Setiap kasusu ditangani secara terpadu dan semua pemeriksaan, termasuk pemeriksaan kesehatan biayanya ditanggung oleh pemerintah federal. Dengan sistem seperti ini, masyarakat tahu apa yang mereka harus perbuat dan tidak ragu-ragu untuk mengambil tindakan ketika menyaksikan peristiwa kekerasaan terhadap anak.
Di Indonesia sistem seperti itu belum ada, kita mempunyai pihak-pihak yang dianggap berwenang dan berkompeten dalam menangani kasus-kasus kekerasaan seperti tokoh masyarakat, pejabat pemerintahan sampai pada tingkat kelurahan, kepolisian, pekerja sosial masyarakat, pendidik, dan profesi kesehatan tetapi peranan mereka tidak diatur salam sebuah sistem yang memungkinkan mereka saling bekerja sama dan tidak ada kebijakan pemerintah yang membebaskan biaya terhadap tindakan yang diambil untuk meyelamatkan anak. Oleh karena itu jangan heran jika masyarakat tidak tahu apa yang mereka perbuat, takut, atau ragu-ragu untuk melaporkan dan mengambil tindakan jika melihat peristiwa kekerasan tehadap anak.
Hal lain yang perlu dipikirkan adalah apa yang harus dilakukan terhadap pelaku kekerasaan. Dari berbagai pemberitaan yang muncul di media massa, tidak diketahuia apakah para pelaku adalah orang-orang yang mengalami gangguan emosional serius atau pernah menjadi korban kekerasaan pada waktu mereka masih kanak-kanak. Yang tampak jelas adalah bahwa pelaku kekerasaan adalah orang tua yang mengalami tekanan ekonomi cukup berat dan persoalan relasi gender. Untuk itu hukuman yang didasarkan atas UU saja tentu tidak cukup.
Mengatasi kekerasan terhadap anak yang cukup endemik di Indonesia pasti tidak cukup dengan menghukum para pelakunya saja. Advokasi dan pendidikan masyarakat yang intensif sangat dibutuhkan, demikian juga penanganan sosial psikologis terhadap pelaku. Setiap pelaku kekerasaan seperti yang diberitakan oleh media akan menerima berbagai bentuk hukuman baik dari rasa bersalah terhadap dirinya sendiri, dari keluarga dan masyarakat sekitarnya dan dari instansi peradilan. Semua bentuk hukuman ini tidak akan membuat para pelaku jera untuk melakukannya lagi karena tindak kekerasaan terhadap anak merupakan masalah kognitif ( cara berfikir ), perilaku ( terbentuknya kebiasaan untuk bereaksi terhadap perilaku anak ), dan sosial kultural ( adanya keyakinan dan praktik-praktik yang memperoleh legitimasi dan restu masyarakat ). Agar tindakan kekerasaan itu tidak berulang kembali maka para pelaku harus dibantu untuk mengatasi berbagai persoalan dalam ranah-ranah tersebut. Tentu ini bukan pekerjaan mudah dan akan memakan waktu cukup lama. Akan tetapi tanpa tindakan seperti itu mereka akan tetap berpotensi untuk melakukan kekerasaan.
Karena sistem perlindungan untuk anak masih lemah dan advokasi masalah tersebut seolah jalan ditempat, maka kita perlu berpikir kreatif. Antara lain, kita perlu memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan para pelaku kekerasan untuk memberikan pendidikan masyarakat. Kiat ini tentunya akan menuai kontroversi. Bagi saya pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang-orang yang sering kali tidak mampu mengatasi nasibnya sendiri untuk menjadi warga masyarakat yang baik. Mereka, sebagaimana kriminal yang lain juga, dalam perjalanan hidupnya kemungkinan besar pernah menjadi korban. Pada saat itu tak seorangpun datang untuk menolong mereka sehingga mereka tumbuh dan berkembang dengan keyakinan bahwa kemalanagan itu dan segala kekerasaan yang diterimanya memang menjadi bagian dari hidupnya.
Bantuan sosial-psikologis terhadap pelaku kekerasan dalam persoalan KDRT, seharusnya menjadi bagian integral dalam prevensi primer dan sekunder. Melalui bantuan seperti itu, kita mencegah mereka mengulang tindakannya. Selain itu, beberapa di antaranya mungkin dapat diberdayakan untuk keluar dari stigmatisasi masyarakat dan siksaan batinnya untuk membantu orang lain agar tidak melakukan kekerasan pada anak. Mereka adalah sumber yang dapat dipercaya karena mereka pernah dalam keadaan emosional dan mental yang menjadikan mereka tidak lebih baik dari binatang. Mereka adalah manusia-manusia yang pernah bersentuhan dengan bagian yang paling gelap dari sifat kemanusiaan mereka. Jika pengalaman mereka dapat direkonstruksi menjadi enerji positif untuk mengatasi masalah yang amat kompleks dan sulit ini, bukankah ini jauh lebih baik dari pada tenggelam dalam lingakaran setan hukuman dan kekerasan. Jika rasa bersalah atau kemarahan yang ada pada pelaku kekerasan dapat kita kemas ulang menjadi kepedulian dan tanggung jawab, bukankah ini bayaran yang lebih dari cukup dari kekejamannya.
Meskipun tidak ada penjelasan sederhana tentang kekerasan pada anak, beberapa faktor pendorong kekerasan pada anak adalah ketidakdisiplinan, tidak jelasnya peranan suami dan istri dalam pernikahan, kepercayaan orang tua bahwa kekerasan akan membentuk karakter anak, dan ketidakmampuan orang tua atau kegagalan yang ditimpakan pada anak. Beberapa anak mengalami keterpukulan akibat kekerasan yang disebabkan kondisi mereka yang cacat, tidak atau kurang disayangi, kehadirannya tak diinginkan, atau memiliki beberapa ciri/kondisi yang tidak diinginkan.
Beberapa orang tua yang mengaku percaya pada prinsip-prinsip kedisiplinan yang ada di Alkitab justru memiliki penafsiran dan penerapan Alkitab yang salah sehingga mereka melakukan kekerasan pada anak-anak, memukul dengan menggunakan kayu. Padahal ayat-ayat di Amsal yang menyebutkan kayu sesungguhnya diperuntukkan bagi anak- anak remaja yang memberontak yang tidak mau taat.
Kekerasan anak adalah berbagai tindakan yang dapat melukai seorang anak. Luka itu bisa disebabkan oleh kurangnya perhatian atau pengawasan yang diperlukan. Bisa juga karena pemahaman yang salah mengenai disiplin dan hukuman untuk anak.
Kekerasan itu dapat terwujud secara emosional dan fisik. Seringkali kekerasan terhadap anak dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri. Oleh karena itu, banyak kasus yang tidak terungkap karena anak merasa bahwa adalah hak orang tua untuk melakukan tindakan itu pada mereka. Mereka juga takut akan hukuman yang lebih berat lagi jika mereka membantah atau menceritakan hal tersebut kepada orang lain.
Sebagai guru sekolah minggu, bagaimana kita bisa tahu bahwa anak- anak kita mengalami kekerasan dalam keluarganya atau tidak? Beberapa tanda di bawah ini harus Anda kenali.
1. Luka-luka yang tidak dapat dijelaskan.
Waspadalah terhadap luka-luka yang memerlukan berbagai tahap penyembuhan, seperti memar yang ditutupi oleh pakaian, luka bakar (khususnya yang berpola), dan bilur-bilur yang menunjukkan bekas lilitan tali atau kaitan. Mereka juga tiba-tiba bisa menunjukkan ketidaknyamanan dalam berjalan atau duduk. Anak-anak dan para pelayan anak-anak kecil yang mengurusi kebutuhan anak-anak di kamar mandi harus dilatih untuk mengenali tanda-tanda kekerasan.
2. Perubahan perilaku.
Anak-anak yang mengalami kekerasan bisa menunjukkan kekerasan yang berlebihan pada saat bermain boneka atau binatang. Perilaku mereka mungkin menurun seperti anak-anak di bawah usia mereka dan kembali harus dilatih untuk ke kamar mandi. Anak-anak yang mengalami kekerasan juga bisa menunjukkan ketakutan terhadap orang-orang atau tempat tertentu. Seorang anggota keluarga yang juga seorang pelaku kekerasan biasanya ingin membatasi kontak sosial anak tersebut, jadi seorang anak mungkin agak terisolasi dari teman-temannya.
3. Tanda-tanda kelalaian
Anak-anak yang mengalami kekerasan biasanya dilalaikan oleh keluarganya. Mereka mungkin berpakaian tidak selayaknya dan tidak sepantasnya. Kebutuhan gizi dan kebersihan mereka sangat tidak terawat. Mereka mungkin tertidur di kelas karena kurang istirahat. Anak-anak yang terabaikan ini mungkin menjadi anak yang hadir pertama kali dan pulang paling akhir. Para pelayan gereja perlu memerhatikan tanda-tanda kelaparan atau gelagat bahwa anak tersebut telah lama ditinggalkan dan tidak diperhatikan oleh orang tuanya. Anak-anak yang tidak diperhatikan sering menjadi korban kecelakaan dan/atau penyerangan.
Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh gereja dan sekolah minggu untuk menolong anak yang memiliki masalah kekerasan dalam keluarga mereka.
1. Anak-anak harus dididik untuk mengetahui kapan mereka dijadikan korban dan bagaimana melaporkan kekerasan itu.Para pelayan anak harus tahu bagaimana mengenali tanda-tanda kekerasan dan siapa yang harus dikenali. Para pemimpin gereja dan guru sekolah minggu harus tahu bagaimana mencegah kekerasan di gereja dan langkah-langkah apa yang harus diambil jika mereka menerima laporan peristiwa-peristiwa yang dicurigai.
2. Ajari mereka untuk percaya.Jika kekerasan pada anak ada kaitannya dengan orang tua dan anak tersebut masih belum sekolah, para guru harus membangun satu kepercayaan, hubungan yang bersahabat dengan murid-murid mereka sehingga anak yang menjadi korban bisa datang kepada guru mereka tanpa ditolak. Jika kekerasan bersumber dari luar rumah, hubungan yang baik antara orang tua dan anak akan memfasilitasi komunikasi.
3. Ajarkan kewaspadaan kepada mereka.Melalui cerita-cerita atau ibadah sekolah minggu kita dapat mengajarkan anak untuk belajar membedakan antara "sentuhan yang sehat" dan "sentuhan yang tidak sehat", termasuk apa yang harus dilakukan jika terjadi masalah.
4. Ajarlah para pelayan dan perintahkan setiap guru sekolah minggu untuk menghindari anak dari kesendirian. Latihlah para pekerja dalam teknik disiplin yang tidak melibatkan hukuman badan.
5. Para pelayan anak harus lebih berani berbicara dengan para orang tua dan membantu mereka untuk benar-benar memahami motivasi para pelayan dibalik perhatian mereka kepada keadaan anak

VI. KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN
Pasangan suami istri tak luput dari masalah jika kehamilan sang istri tidak dikehendaki. Misalnya masalah ketidaksiapan, halmana bisa menimbulkan depresi ringan sampai berat pada ibu, yang bisa sangat berpengaruh pada janin, bahkan berakibat keguguran atau terlahir cacat. Apalagi jika Kehamilan tak diinginkan terjadi pada pasangan yang belum menikah, akibat yang terjadi bisa jauh lebih besar. Tidak saja karena akan mengalami konflik internal, semisal ketidaksiapan, tapi juga mesti menghadapi tekanan dari lingkungan sosial, semisal celaan.
Norma-norma ketimuran masih tetap menganggap kehamilan diluar nikah sebagai aib bagi keluarga ataupun masyarakat, apapun sebab dari kehamilan itu. Orang yang hamil diluar nikah dinilai sebagai keburukan, yang kalaupun terjadi harus di sembunyikan. Masyarakat patriarkal sekarang ini, cenderung mempersalahkan wanita dalam kehamilan diluar nikah. Padahal wanita yang hamil bisa saja merupakan korban perkosaan atau korban keadaan (dipaksa lewat bujukan untuk melakukan hubungan seksual oleh pacarnya, atau temannya, atau keluarganya).
Kehamilan usia dini, selain berakibat kurang baik bagi tubuh, juga berakibat hilangnya kesempatan untuk mendapat pendidikan formal. Padahal, pendidikan formal yang baik merupakan salah satu syarat (meskipun tidak harus) agar dapat bersaing di masa depan. Menurut saya, alangkah baiknya jika sekolah-sekolah tetap mau menerima siswa yang hamil, atau minimalnya memberikan cuti, bukannya mengeluarkan. Alangkah malangnya siswa yang hamil/menghamili, yang telah mengalami berbagai masalah yang berat, harus diperberat masalahnya dengan 'ditutup' masa depannya melalui pengeluaran siswa oleh pihak sekolah.
Begitu besarnya kasus kehamilan di luar nikah dikalangan remaja, yang tidak saja merugikan remaja itu sendiri tapi juga masyarakat karena kehilangan remaja-remja potensialnya, tidak bisa tidak akan membawa kepada pertanyaan: bagaimana mencegahnya?
Upaya pencegahan tentulah didasarkan atas sebab-sebab yang melatarbelakangi. Sebab kehamilan diluar nikah pada remaja dikategorikan dalam dua dimensi, yakni dimensi pasif (wanita hamil sebagai korban perkosaan dan pemaksaan sejenis), dan dimensi aktif (wanita memang berkeinginan melakukan hubungan seksual).
Kedua dimensi dimuka, dipicu oleh sebab-sebab yang luas. Beberapa diantaranya adalah maraknya pornografi di tengah masyarakat, kemudahan memperoleh akses ke sumber-sumber pemuasan seksual, kebebasan dalam pergaulan, dan pergeseran nilai-nilai moral. Sebab-sebab itu tidak akan melahirkan hubungan seksual pranikah bila remaja memiliki kendali internal (Internal Locus of Control) yang kuat. Lemahnya kendali internal disebabkan kegagalan pendidikan seks baik dalam keluarga, sekolah atau masyarakat. Akibat dari lemahnya kendali internal, remaja mudah terpengaruh oleh hal-hal yang berasal dari luar dirinya seperti provokasi media, dan pengaruh teman-teman peernya. Fokus pada penguatan kendali internal remaja, adalah pencegahan yang paling mungkin berhasil, apalagi jika yang dilakukan dalam skala kecil. Misalnya dengan pemberian informasi yang benar, sebab salah satu indikator kuatnya kendali internal adalah adanya informasi benar yang diyakini. Akan tetapi upaya pencegahan dengan penguatan kendali internal pada remaja kurang bisa berjalan efektif bila lingkungan sekitar tidak mendukung. Karenanya, mestinya pencegahan dilakukan secara bersama-sama antara keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah.
Jumlah kehamilan yang tidak diinginkan bukan kasus yang sedikit. Tak cuma remaja yang mengalaminya karena kurangnya pengetahuan tentang reproduksi, ibu-ibu pun banyak yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Data Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) mencatat tahun 2007 terdapat 9,1 persen kehamilan yang tidak diinginkan atau terjadi pada hampir sekitar 9 juta perempuan.
Kehamilan yang tidak diinginkan ini memicu praktik aborsi mulai dari remaja yang tidak siap, hingga ibu-ibu yang kebobolan KB dan juga tidak siap secara ekonomi, atau karena anak-anaknya masih kecil. Data SDKI tahun 1997 mencatat upaya pengguguran dilakukan oleh 12,3 persen remaja usia 15-19 tahun yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Sedangkan aborsi spontan pada remaja akibat KTD sebesar 2,8 persen. Sedangkan ibu-ibu usia 20-49 tahun yang melakukan pengguguran sebesar 11,6 persen dan terjadi aborsi spontan 2,9 persen.
Memang sebanyak 85 persen dari kehamilan yang tidak diinginkan oleh remaja atau ibu-ibu akhirnya diteruskan. Namun kehamilan yang tidak diinginkan telah memicu orang untuk mengambil jalan pintas seperti aborsi. dr Suryono S.I. Santoso Sp.OG dalam seminar "Masalah Kependudukan di Indonesia: Potensi atau Ancaman?" (22/4/2010) menyampaikan, aborsi menyumbang kurang lebih 10 persen angka kematian ibu. Prevalensinya di Indonesia mencapai 2,3 juta tindakan aborsi pertahun.
UU Kesehatan RI No. 36 tahun 2009 menegaskan, aborsi tidak boleh dilakukan kecuali pada kondisi darurat medis dan akibat perkosaan. Proses pendampingan dan konseling juga harus dilakukan sebelum dan sesudah diambil tindakan.
Aborsi hanya dapat dilakukan sebelum kehamilan 6 minggu. Tindakan harus diambil atas izin ibu hamil maupun suaminya. Tidak boleh sembarangan, aborsi harus dilaukan oleh tenaga yang kompeten dan di fasilitas kesehatan yang telah ditentukan. Aborsi merupakan upaya penghentian kehamilan ketika janin belum dapat hidup di luar kandungan. Usia kehamilan umumnya ditentukan maksimal 20 minggu untuk bisa diambil tindakan aborsi. Menurut dr Suryono, terjadinya banyak kehamilan yang tidak diinginkan juga karena kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi dan penggunaan alat KB. Pemahaman dan akses untuk menggunakan alat KB yang kurang akhirnya memicu kehamilan yang tidak diinginkan.

BAB III
KASUS

Sabtu, 24 April 2010 10:36
Penjualan Bayi Terjadi di Jambi
Umur 3 Bulan, Dihargai Rp 900 Ribu
JAMBI - Heboh penjualan bayi terjadi di Jambi. Kali ini Lusy Ana Nur, seorang ibu muda diamankan jajaran Polsek Jelutung, Jumat (23/04) kemarin sekitar pukul 13.00 WIB. Lusy dilaporkan oleh suaminya, Tri Julianto Solihin warga Jl HOS Cokro Aminoto RT 34 Kelurahan Payo Lebar, Jelutung, karena menjual anak kandungnya sendiri.
Kapolsek Jelutung, AKP R Bobby Aria, kemarin (23/04) membenarkan laporan penjualan bayi tersebut. “Saat ini pelaku masih diamankan dan kasusnya masih dikembangkan. Rencananya bayi yang dijual tersebut akan dijemput,” ujarnya.
Belum diketahui dengan pasti apa motif penjualan anak perempuan bernama Aurelya Kasih itu. Yang jelas suami Lusy, mengatakan istrinya itu meninggalkan rumah setelah cekcok dengannya.
"Saya cekcok dengan Lusy sekitar tiga bulan lalu. Sejak itu saya tidak pernah melihat anak saya,"tuturnya.
“Waktu anak saya berumur sekitar sepuluh hari, saya berniat mau membuat kartu keluarga. Dalam pembuatan kartu keluarga itu saya mau memasukkan nama anak saya yang dari almarhumah istri pertama, namun Lusy menolak,” jelas Julianto kepada wartawan di Polsek Jelutung kemarin (23/04).
Karena itulah kemudian cekcok terjadi. Akibatnya, Lusy pergi dari rumah dan memilih tinggal di rumah kakaknya di Jl Yunus Sanis Kebun Handil, Jelutung, Kota Jambi.
“Lusy tidak mau nama anak saya itu dimasukkan ke dalam KK, itu kan tanggungjawab saya. Kalau bukan saya lagi yang mengurus anak saya yang pertama lalu siapa lagi, ibunya sudah meninggal,” tambah Julianto.
Setelah kepergian Lusy dari rumahnya tersebut, Julianto kemudian menanyakan keadaan anaknya dan Lusy selalu mengatakan bahwa anak mereka baik-baik saja. “Waktu saya tanya, Lusy kalau anak kami baik-baik saja,"bebernya.
Borok penjualan bayi ini terkuak setelah sekitar seminggu lalu, Solihin bertemu kakak Lusy. Kakak istrinya itu mengatakan anaknya dijual Lusy. "Kabar itu menyatakan anak saya dijual Lusy dengan harga Rp 5 juta,"tukasnya.
Mendengar kabar itu, Solihin langsung meminta keterngan Lusy. “Lusy mengaku kalau anak kami dijualnya seharga Rp 900 ribu,"terangnya lagi.
Solihin pun mengajak Lusy untuk menjemput anak mereka dan menebus uangnya kepada pembelinya. "Tapi Lusy tidak mau,"sergahnya.
Tak mau lebih pusing, Solihin akhirnya melaporkan istrinya sendiri ke Polsek Jelutung. Polisi yang mendapatkan laporan tersebut langsung mengamankan Lusy saat berada di kawasan Kebun Handil.
Setelah dilakukan pengembangan, Lusy mengaku telah menjual anaknya tersebut seharga Rp 900 ribu ke Kuala Enok, Tembilahan, Kepulauan Riau.
“Pertama saya menerima uang itu Rp 500 ribu kemudian rp 400 ribu. Uangnya saya gunakan untuk membeli baju, makanan, sandal dan kebutuhan lainnya,” elak Lusy kepada wartawan.
Dia juga mengatakan bahwa salah satu kerabatnya yang tinggal di Talang Banjar, Jambi Timur yang membantunya menjual darah dagingnya ke Tembilahan. Jika terbukti bersalah, pelaku terpaksa mendekam di balik jeruji besi dan dikenakan UU 21 tahun 2007 tentang perdagangan anak.(cas)
http://www.jambiekspres.co.id/index.php/buser/12014-penjualan-bayi-terjadi-di-jambi.html diunduh tanggal 1 Juni 2010

1,5 Juta Balita Terancam 'Goblok' Permanen
Vera Farah Bararah - detikHealth
Jakarta, Balita yang mengalami gizi buruk masih cukup banyak meskipun di beberapa daerah telah terjadi penurunan angka statistik. Setidaknya ada 1,5 juta balita Indonesia yang kini mengalami gizi buruk yang akan membuatnya mengalami kebodohan permanen.

Jika hal ini terus menerus dibiarkan, maka Indonesia bisa kehilangan generasi muda yang optimal di masa mendatang.

Hingga tahun 2009 terdapat 5,3 persen balita dari 28 juta anak di bawah usia 5 tahun yang mengalami gizi buruk. Artinya sekitar 1,5 juta balita mengalami gizi buruk sedangkan balita yang mengalami gizi kurang sekitar 15 persen.

"Jika anak di bawah usia 5 tahun mengalami gizi buruk, maka ia kehilangan periode emasnya dalam hal perkembangan otak sehingga mengakibatkan otaknya mengecil. Jika hal ini terjadi maka anak bisa menjadi goblok permanen dan sulit untuk diperbaiki," ujar DR Dr Tb Rachmat Sentika, SpA, MARS dalam acara Pfizer Journalist Class dengan tema Gizi dan Masa Depan Generasi Muda di Wisma GKBI, Jakarta, Selasa (30/3/2010).

Dr Rachmat menuturkan penyebab balita mengalami gizi kurang sekitar sepertiga diakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR), sebesar 48 persen balita tidak mendapatkan ASI dan sisanya tidak tersentuh oleh layanan kesehatan seperti posyandu sehingga asupan gizinya tidak terpantau.

"Salah satu cara untuk mendeteksi dini anak gizi buruk atau tidak adalah melalui KMS (Kartu Menuju Sehat), karena dari kartu tersebut bisa dilihat grafik pertumbuhan anak. Makanya setiap anak harus memiliki KMS," ujar dokter kelahiran Sukabumi 54 tahun silam.

Dr Rachmat menambahkan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah balita yang mengalami gizi buruk serta mencegah balita yang gizi kurang agar tidak semakin terpuruk, yaitu:
1. Melakukan gerakan untuk menyosialisasikan ASI, karena ASI eksklusif sudah terbukti bisa mengurangi angka kematian bayi dan juga meningkatkan gizi bayi.
2. Semua bayi harus memiliki KMS, saat ini posyandu hanya memberikan layanan timbang bayi pada bulan April dan September saja. Padahal seharusnya bayi tersebut ditimbang setiap bulannya.
3. Jangan ada perbedaan pendistribusikan vitamin A dan tablet Fe untuk anak di setiap provinsi serta antar kabupaten atau kota. Vitamin A berguna untuk meningkatkan kadar serum retinol yang berguna untuk imunitas, sedangkan tablet Fe berguna untuk mencegah anemia pada anak.
4. Menggiatkan kembali fungsi posyandu sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar.

"Kalau jumlah balita yang mengalami gizi buruk terus menerus meningkat, maka 10 tahun ke depan kita akan kehilangan generasi (lost generation) sebesar 1,5 juta. Selain itu gangguan gizi di masa periode emas anak akan mempengaruhi perilaku anak nantinya, karena ada penelitian yang menunjukkan anak yang suka tawuran atau berantem setelah ditelusuri 5-6 tahun ke belakang ternyata mengalami gizi kurang," ungkap dokter yang juga menjabat sebagai Tim Ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Untuk menciptakan generasi muda yang sehat diperlukan 4 hal, yaitu:
1. Gizi yang sehat, faktor ini mempengaruhi sekitar 30 persen.
2. Lingkungan di sekitarnya, faktor ini mempengaruhi sekitar 30 persen.
3. Perilaku dari orang tersebut, faktor ini mempengaruhi sekitar 30 persen.
4. Obat dan alat kesehatan, faktor ini mempengaruhi sekitar 10 persen.

Jika status gizi tidak segera diperbaiki, maka sel-sel otak anak tidak akan dapat berkembang secara maksimal dan terdapat ruang-ruang kosong yang bersifat permanen dan kondisi ini tidak dapat dipulihkan atau diperbaiki. Selain itu kecerdasan seorang anak dipengaruhi oleh dua hal yaitu asupan nutrisi (protein, asam amino AA dan DHA) dan juga stimulasi yang diterimanya.
(ver/ir)
www.deticom.com diunduh tanggal 15 April 2010



















BAB IV
PEMBAHASAN
Umur 3 Bulan, Dihargai Rp 900 Ribu
Anak merupakan anugerah dari Allah SWT oleh karena sebagai orang tua hendaknya kita bisa menjaganya dengan baik. Issu yang terjadi di kalangan bayi dan anak mengenai kesehatan reproduksi salah satunya adalah perdagangan bayi. Perdagangan bayi yang semakin marak membuat para ibu hilang akal seperti pada kasus di atas. Dalam kasus tersebut diketahui bahwa sang ibu tega menjual anak kandungnya sendiri yang berumur 3 bulan karena lasan ekonomi.
Pembahasan kasus ini dapat kita tinjau dari berbagai aspek,antara lain :
• Agama
Dari segi agama kita dapat menilai bahwa Anak merupakan amanah dari Allah yang seharusnya dijaga dan dirawat karena pada waktunya nanti aka nada pertanggungjawaban atas titipan tersebut.
• Sosial
Secara social mungkin saja ibu sang anak bisa dikatakan tidak sehat jiwanya karena sang ibu dengan teganya menjual darah dagingnya sendiri. Selain itu ada factor lain yaitu factor ekonomi yang melatar belakangi tndakan tersebut.
• Hukum
Masalah perdagangan anak trafficking ada diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yaitu pasal 83 namun dalam parkteknya sosialisasi dalam penggunaan Undang-undang tersebut tidak sampai kepada aparat penegak hukum sehingga tidak maksimal untuk dipraktekan dan Undang-undang tersebut juga tidak membahas persoalan trafficking secara spesifik.
• Peran bidan
Peran bidan dalam hal ini adalah memberkan promosi kesehatan kepada para ibu mengenai berharganya anugerah yang telah dititipkan Allah kepada dirinya. Selain itu bidan juga bertugas untuk memantau setiap tindakan ibu supaya apabila ada tindakan yang menyimpang seperti tidak dapat menerima kehadiran sang bayi maupun ingin menjual anaknya karena alas an ekonomi maka bidan bisa meluruskannya.


1,5 Juta Balita Terancam 'Goblok' Permanen
gizi merupakan hal yang terpenting dalam masa pertumbuhan apalagi masa balita. Dalam kasu ini akan dibahas beberapa hal,yaitu :
• Agama
Agama telah menerangakan pentingnya menjaga kesehatan,oleh karenanya dianjurkan pada setiap ibu untuk memperhatikan pertumbuhan serta perkembangan bayinya dari asupan nutrisi yang diberikan.
• Kesehatan
Dari kesehatan,gizi buruk merupakan masalah yang sampai saat ini diperjuangkan untuk diatasi karena gizi buruk sangat berpengaruh pada pertumbuhan serta perkembangan otak bayi.
• Peran bidan
Bidan berperan untuk memberikan KIE mengeai pentingnya pemenuhan nutrisi pada anak supaya tidak terjadi gizi buruk.











BAB V
PENUTUP

I. KESIMPULAN
Pada dasarnya anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabatnya sebagai manusia yang seutuhnya. Oleh karena itu anak perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya sesuai dengan fitrah dan kodratnya. Anak juga memiliki hak asasi manusia yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunia dan merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di seluruh dunia. Dalam diri anak juga melekat harkat dan martabatnya sebagai manusia seutuhnya, anak juga memiliki hak azasi manusia yang diakui oleh masyarakat juga bangsa, dimana kedudukan anak yang sungguh penting dalam kehidupan manusia yang menghendaki sistem perlindungan yang berpihak terhadap anak.















DAFTAR PUSTAKA

Sumarni.2005.Sunat Perempuan dibawah Bayang-bayang Tradisi.PSKK UGM,Fond Foundation.Yogyakarta
http://almawaddah.wordpress.com/2009/02/07/cara-mendeteksi-gizi-buruk-pada-balita/ diunduh 30 Mei 2010
http://penulislepas.com/sosial-dan-budaya/182-sahrul.html diunduh tanggal 30 Mei 2010
http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/kekerasan-pada-anak-dan-perempuan-dampak-dan-solusinya.htm
http://himpsijaya.org/2006/10/21/pelaku-kekerasan-pada-anak-apakah-hukuman-saja-cukup/
http://pepak.sabda.org/pustaka/061184/
www.deticom.com diunduh tanggal 15 April 2010
http://www.jambiekspres.co.id/index.php/buser/12014-penjualan-bayi-terjadi-di-jambi.html diunduh tanggal 1 Juni 2010
Powered by Blogger