Tampilkan postingan dengan label JIWA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label JIWA. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Februari 2012

Tips Untuk Mengatasi Rasa Minder dan Malu




blog-apa-aja.blogspot.com 
Orang-orang dengan sifat pemalu secara naluri menyimpan kesadaran kalau diri mereka terlewatkan dari orang lain. Sifat pemalu biasanya membuat seseorang kehilangan kesempatan, kurang mendapat kesenangan dan terkucil dari hubungan sosial. Sifat pemalu dapat membawa banyak kerugian. Tapi bagi Anda yang memiliki sifat ini, tak perlu berkecil hati, karena pada dasarnya ada banyak cara untuk mengusir jauh-jauh sifat yang merugikan ini.

Sebenarnya, formula dari rasa malu terdiri dari 'terlalu berpusat pada diri sendiri' dicampur dengan rasa gugup. Dan ada paduan yang lebih tak menyangkan, saat rasa malu itu mempengaruhi fisik Anda dengan cara 'membajak' ketenangan logis. Rasa malu adalah sebuah kombinasi dari kegugupan sosial dan pengkondisian sosial.

Untuk mengatasi rasa malu ini, yang Anda butuhkan adalah belajar bersikap rileks dalam pergaulan sosial. Dibutuhkan usaha untuk mengarahkan diri Anda jauh dari terlalu berpusat pada diri sendiri, serta memberi diri Anda ruang untuk mempraktekan kemampuan bercakap-cakap. Dalam kebanyakan kasus, emosi yang memuncak dalam bersosialisasi membuat orang menanggapi berbagai kejadian dengan rasa takut. Untuk memulai mengurangi rasa malu, bagi Anda yang pemalu, ada beberapa hal di bawah ini yang mungkin dapat Anda praktekan.

1. Pikirkan tentang cara Anda merasa dan bertindak di sekitar orang-orang yang telah Anda kenal, dimana Anda bisa merasa nyaman dan bersikap spontan. Alihkan perasaan itu saat Anda bertemu kenalan baru, begitu pula dalam situasi yang membuat rasa percaya diri Anda memudar.

2. Hindari terlalu memperhatikan diri Anda sendiri. Tentu saja, Anda boleh sedikit memikirkan tentang bagaimana Anda akan melewatkan perbicangan dengan orang banyak, tapi jika seluruh fokus Anda tercurah pada kata-kata sendiri dan perasaan Anda, selanjutnya Anda akan mulai merasa gugup sendiri. Ingat-ingat apa yang dikenakan oleh orang lain dan buat catatan tersendiri, dengarkan apa yang mereka perbincangkan, bayangkan dimana mereka tinggal, buat sebuah garis besar atau ingat-ingat nama mereka. Hal ini bukan hanya memberi Anda bahan perbincangan, tapi juga mencairkan ketegangan dalam bersosialisasi dan membuat perasaan Anda lebih tenang.

3. Buat pertanyaan terbuka pada semua orang. Banyak orang yang lebih senang bicara tentang diri mereka sendiri, dan temukan sebuah topik yang membuat orang lain tertarik. Apa yang membuat mereka tertarik akan membuat perbicangan berjalan menyenangkan bagi semua orang. Selalu ajukan pertanyaan yang memungkinkan jawaban lebih dari ya/tidak.

4. Berhentilah percaya pada imajinasi Anda. Mungkin Anda pernah membuat gambaran tentang sebuah liburan yang menyenangkan dan pada kenyataanya jauh berbeda dari yang Anda bayangkan. Itu menunjukan beatapa tak dapat dipercayanya bayangan kita sendiri. Berhentilah memikirkan apa yang dipikirkan orang lain, karena apa yang dipikiran orang lain tentang Anda, belum tentu sama persis seperti bayangan Anda.

5. Berhentilah memikirkan 'segalanya atau bukan apa-apa.' Pemikiran 'pasti begini/pasti begitu' tertuang saat Anda mengalami emosi. Orang-orang yang sedang depresi, marah dan gelisah melihat kenyataan dari hal-hal ini dengan perbedaan yang ekstrim. Bagi orang yang sedang marah 'Anda salah' dan 'mereka benar,' orang yang marah akan melihat dirinya 'gagal', sedang yang lain

'berhasil.' Jadi berhentilah berpikir kalau Anda mungkin telah mengatakan hal yang salah, atau orang lain akan membenci Anda. Saat Anda merasa rileks dalam pergaulan sosial, Anda juga akan mendapat lebih sedikit peringatan dari diri sendiri, karena dalam keadaan gugup, biasanya Anda akan mulai berpikir tentang segalanya atau bukan apa-apa.

6. Nikmati waktu Anda. Hindari mengatakan hal-hal tanpa berpikir terlebih dulu. Ajukan pertanyaan, dan jika mendapat pertanyaan. Anda dapat mempertimbangkan jawaban terlebih dahulu sebagai tanggapan Anda, jangan asal menjawab tanpa berpikir. Jawaban yang diluncurkan dengan perlahan merupakan cara bersikap santai.

7. Gunakan latihan hipnotis. Hipnotis merupakan cara tercepat untuk mengubah tanggapan insting/emosi Anda dalam setiap situasi. Hanya pikirkan bahwa pikiran dan tubuh Anda dalam keadaan rileks sewaktu bertemu orang baru. Sebenarnya, sewaktu Anda merasa santai seringkali Anda akan menemukan saat yang tepat untuk menerapkan hipnotis agar merasa lebih percaya diri saat berhadapan dengan orang-orang baru, dan tentu saja pada titik ini rasa malu akan tersingkir dengan sendirinya. Bagi Anda yang memiliki masalah dengan rasa malu saat bertemu dengan kenalan baru, dapat Anda mencoba tujuh tips yang kami sampaikan di atas. Dan semoga setelah itu Anda akan lebih percaya diri saat bertemu orang-orang baru dalam pergaulan sosial

Jumat, 16 Desember 2011

ADHD : “Tak Selamanya Anak yang Aktif Itu Normal”

Namanya Doni. Umurnya sekitar 4 tahun. Seperti bocah-bocah lainnya, Doni suka sekali bermain. Bedanya, doni tampak lebih aktif, lebih lincah, dan lebih banyak polah dibanding anak-anak lain yang sebaya dengannya. Awalnya, orang tua Doni mengira tingkah laku anaknya ini wajar karena yang namanya anak kecil pasti bertingkah macam-macam. Tapi, lama-lama mereka merasa ada yang beda dengan sikap Doni. Doni sangat aktif, bahkan cenderung hiperaktif, ia selalu bergerak kesana kemari sampai membuat orang tuanya malu kalau mengajak Doni ke tempat-tempat umum. Belum lagi kalau Doni belajar di playgroup. Guru doni sampai pusing bagaimana mengatasi polah anak satu itu. Setiap kali diminta untuk belajar memasang balok-balok warna, atau belajar menulis, atau belajar bernyanyi, atau belajar berhitung, Doni tidak pernah tuntas mengerjakannya. Doni cenderung mudah teralihkan perhatiannya pada suatu hal baru yang menarik perhatiannya. Guru Doni sampai bingung bagaimana membuat Doni memusatkan konsentrasi. Oleh orang tuanya, Doni di bawa ke klinik psikiatri anak, dan ternyata psikiater mendiagnosis bocah berusia 4 tahun itu menderita salah satu gangguan jiwa pada anak yang disebut dengan ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder / Gangguan Pemusatan Perhatian-Hiperaktivitas). Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV), pada ADHD terdapat suatu pola yang menetap tentang kurangnya perhatian dan atau hiperaktivitas, yang lebih sering dan lebih berat bila dibandingkan dengan anak lain pada taraf perkembangan yang sama. Onset dari ADHD biasanya muncul pada usia 3-4 tahun dan umumnya baru terdiagnosis pada usia 7-10 tahun atau saat anak menempuh pendidikan sekolah dasar. Dalam buku sinopsis psikiatri Kaplan dan Sadock, disebutkan bahwa ADHD memiliki tiga variasi gejala klinik yang khas yaitu gangguan memusatkan perhatian / inatensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas. Inatensi dalam ADHD memiliki arti bahwa anak dengan ADHD tidak mampu memusatkan dan mempertahankan perhatian saat diberi tugas tertentu, ketidakmampuan mengingat hal-hal baru, ketidakmampuan menjalankan atau mengikuti suatu instruksi, dan ketidakmampuan melawan gangguan ketika menjalankan aktivitas tertentu.

Karena ketidakmampuan memusatkan perhatian inilah anak dengan ADHD biasanya memiliki prestasi yang lebih rendah di kelas. Sebetulnya bukan karena mereka tidak pintar, tetapi hal itu lebih disebabkan karena mereka tidak mampu memperhatikan pelajaran sampai tuntas seperti teman-teman mereka pada umumnya. Hiperaktivitas dalam ADHD tidak selalu ditunjukkan dengan anak yang naik-turun tangga atau berlari kian kemari. Perilaku gelisah dan tidak bisa diam seperti menggerak-gerakkan anggota badan tanpa tujuan, kaki digoyang-goyang, tangan memilin-milin ujung kertas atau pensil bisa jadi salah satu gejala hiperaktivitas dalam bentuk lain. Sedangkan impulsivitas dalam ADHD ditandai dengan ketidakmampuan anak untuk berfikir sebelum berbicara atau bertindak. Di dalam kelas, anak dengan gangguan ini mugkin berteriak, mengatakan sesuatu, atau mengangkat tangan terlebih dahulu, bahkan menyela sang guru ketika sedang mengerjakan tugas dengan murid yang lain. Tindakan impulsif ini juga bisa berupa tindakan yang menganggu, mendorong, atau menelepon orang lain. Anak dengan gangguan ini jika menginginkan sesuatu, mereka dapat saja merebutnya, tanpa memperhatikan apakah sikap itu salah atau benar. Dalam buku Apa dan Bagaimana Hiperkinetik pada Anak yang ditulis oleh dr. Anisa Renang Yulianti, MSc, SpKJ, ada dua faktor besar yang menjadi penyebab kelainan ADHD pada anak. Yang pertama adalah faktor psikososial, meliputi pendidikan ibu yang rendah, kemiskinan, anak yang tidak diharapkan, pola asuh yang buruk, anak-anak yang lahir di luar nikah, semua itu menjadi faktor pendukung timbulnya ADHD pada anak. Sedangkan faktor kedua adala faktor neurobiologi yang terbagi lagi menjadi tiga penyebab besar yaitu lingkungan (baik saat kehamilan, saat persalinan, maupun setelah lahir), genetik (diduga ADHD yang terjadi pada anak laki-laki disebabkan oleh kelebihan gen kromosom Y menjadi XYY), dan yang terakhir adalah neurokimia, yaitu ditemukannya reseptor dopamin D4 (DRD4) yang melimpah pada globus palidus dan pada gaba-ergik interneuron di korteks prefrontalis. Namun, penelitian untuk mencari neurotransmitter spesifik yang menyebabkan ADHD masih terus dilakukan hingga detik ini. Ada dua penatalaksanaan utama untuk kasus ADHD, yaitu farmakoterapi dan terapi kognitif-perilaku.
Untuk farmakoterapi, yang biasa digunakan pada ADHD adalah pemberian preparat Methylphenidate yang berperan dalam memblokade proses re-uptake dopamin melalui ikatannya dengan dopamine transporter (DAT) di striatum. Dosis awal pemberian Methylphenidate ini adalah 2,5-5 mg/hari dan ditingkatkan pada hari ke-5 sampai ke-7 sambil terus dievaluasi perkembangan perilakunya. Jika sudah efektif, maka dosis tersebut dipertahankan. Untuk terapi kognitif-perilaku pada ADHD bertujuan untuk meningkatkan keterampilan anak ADHD dan melatihnya untuk bisa menyelesaikan suatu masalah.

Referensi : Kaplan & Sadock. 2002. Synopsis of Pschiatry 8th-ed. Baltimore : William & Wilkins. Pp : 1193-2000. Yulianti, A.R., 2011. Apa dan Bagaimana Gangguan Hiperkinetik. Yogyakarta : Jejak Kata kita. http://netsains.com/2010/01/cara-cepat-membedakan-adhd-dan-autisme/
http://images.detik.com/content/2011/07/10/764/adhd-dalam-thinkstock.jpg

Rabu, 07 Desember 2011

MAKALAH KONSEP KESEHATAN JIWA TUNAWISMA

Disusun Untuk Memenui Tugas
Pada Pelajaran Keperawatan Jiwa

Disusun Kelompok V :

Nabila Fatma ( 090201045 )
Citra Rinandari ( 090201046 )
Nuril Imania Kamila ( 090201047 )
Budhi Santosa ( 090201050 )
Erwi Rosalina ( 090201051 )
Sumintatik Lestari ( 090201052 )
Meiga Anggraini ( 090201053 )
Stalasatun Khasanah ( 090201055 )
Arifah Nur Khasanah ( 090201056 )
Dewi Ratih Merdeka Wati ( 090201057 )


PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN AISYIYAH YOGYAKARTA
Tahun Pelajaran 2010/2011
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut WHO kesehatan jiwa adalah keadaan sehat fisik, mental, dan social, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. (Sheila L. Videbeck, 2008)
Tunawisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. (http://id.wikipedia.org/wiki/Tunawisma)
Sebagai pembatas wilayah dan milik pribadi, tuna wisma sering menggunakan lembaran kardus, lembaran seng atau aluminium, lembaran plastik, selimut, kereta dorong pasar swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan geografis dan negara tempat tunawisma berada.Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seringkali hidup dari belas kasihan orang lain atau bekerja sebagai pemulung. Gelandangan adalah istilah dengan konotasi negatif yang ditujukan kepada orang-orang yang mengalami keadaan tuna wisma.
Kemiskinan yang sampai saat ini belum dapat teratasi sangat mempengaruhi keadaan penduduknya di suatu negara. Salah satu dampak dari kemiskinan yaitu dengan munculnya para tunawisma.
Tuna Wisma tidak saja merupakan penyakit, namun merupakan suatu kehidupan yang dijadikan permasalahan bagi pemerintah. Karena para tuna wisma tersebut dapat meresahkan dan mengganggu.
Adapun secara spesifik ciri-ciri tunawisma yaitu sebagai berikut:
• Para tuna wisma tidak mempunyai pekerjaan
• Kondisi pisik para Tuna wisma tidak sehat.
• Para Tuna Wisma biasanya mencari-cari barang atau makanan disembarang tempat demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
• Para Tuna Wisma hidup bebas tidak bergantung kepada orang lain ataupun keluarganya.
Ada berbagai alasan yang menjadikan seseorang memilih untuk menjalani hidupnya sebagai seorang Tuna Wisma, antara lain :
• Segi ekonomi.
Kemiskinan merupakan factor utama. Kemiskinan menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan papan, sehingga mereka berempat tinggal di tempat-tempat umum . Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya pendidikan sehingga tidak mempunyai ketrampilan dan keahlian untuk bekerja. Hal ini berefek pada anak-anak mereka. Mereka tidak mampu untuk membiayai anak-anaknya sekolah sehingga anak-anak mereka juga ikut jadi tuna wisma.
• Anak yang ditinggalkan orang tuanya.
Anak yang ditinggal orang tuanya atau tidak mempunyai orang tua, saudara dan tempat tinggal maka mereka mencari tempat berteduh di tempat umum.
• Kurang kasih sayang
Berbagai penyebab sehingga anak merasa kurang diperhatikan, kurang kasih saying orang tuanya maka ia turun kejalan dan mencari komunitas yang mau menerima dia apa adanya.
• Lansia yang ditelantarkan oleh keluarganya.
• Penggusuran karena perkembangan industri.
• Pengangguran karena kemajuan IPTEK akibatnya tenaga kerja kurang terlatih tersingkir sehingga di PHK.
Cerita-cerita di kampung halaman tentang kesuksesan perantau kerap menjadi buaian bagi putra daerah untuk turut meramaikan persaingan di kota besar. Beberapa di antaranya memang berhasil, namun kebanyakan dari para perantau kurang menyadari bahwa keterampilan yang mumpuni adalah modal utama dalam perantauan. Sehingga mereka yang gagal dalam merengkuh impiannya, melanjutkan hidupnya sebagai tunawisma karena malu bila pulang ke kampung halaman.
Masalah kependudukan di Indonesia pada umumnya telah lama membawa masalah lanjutan, yaitu penyediaan lapangan pekerjaan. Dan bila kita meninjau keadaan dewasa ini, pemerataan lapangan pekerjaan di Indonesia masih kurang. Sehingga kota besar pada umumnya mempunyai lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih besar daripada kota-kota kecil. Hal inilah yang menjadi penyebab keengganan tuna wisma untuk kembali ke daerahnya selain karena perasaan malu karena berpikir bahwa daerahnya memiliki lapangan pekerjaan yang lebih sempit daripada tempat dimana mereka tinggal sekarang. Mereka memutuskan untuk tetap meminta-minta, mengamen, memulung, dan berjualan seadanya hingga pekerjaan yang lebih baik menjemput mereka.
Selain itu, masalah yang sampai saat ini belum teratasi yaitu kemiskinan yang sangat mempengaruhi munculnya tuna wisma. Permasalahan yang sangat dirasakan oleh kaum miskin yaitu permasalahan sosial ekonomi mereka, yakni karena mereka tidak mempunyai ekonomi yang cukup mereka tidak bisa membeli rumah sehingga mereka memutuskan untuk menjadi tuna wisma (gelandangan).


BAB II
PERMASALAHAN KESEHATAN JIWA TUNAWISMA

Salah satu penyebab mengapa tuna wisma di permasalahkan yaitu karena kebanyakan para tuna wisma tinggal di permukiman kumuh dan liar, menempati zona-zona publik yang sebetulnya melanggar hukum, biasanya dengan mengontrak petak-petak di daerah kumuh di pusat kota atau mendiami stren-stren kali sebagai pemukim liar. Adapun dampak lain dari tunawisma adalah sebagai berikut :
1. Kebersihan dan Kesehatan
Rumah mereka seadanya, sehingga sangat jauh dari kriteria rumah sehat. Perilaku hidup bersih sangat kurang. Ventilasi dan penerangan kurang dll. Sehinga muncul berbagai masalah kesehatan. Mereka tidak memperhatikan hal ini karena untuk makakn saja mereka hampir tidak bias terpenuhi. Mereka tidak mempunyai cukup dana untuk memelihara kesehatan dan pengobatan. Hal yang berkepanjangan ini akan menyebabkan putus asa dan dan depresi.
2.. Tindak Kekerasan sesama tuna wisma
Perebutan atau persaingan lahan pencari makan menyebabkan mereka sering terjadi konflik. Dengan perjanjian tertentu, misal jika kalah bersedia untuk menjauh dari lingkungan konflik. Dengan begitu pihak yang menang akan merasa merajai daerah konflik dan bisa saja pihak kalah menjadi pembantun pihak yang menang. Bagi pihak yang kalah hal ini akan menimbulkan tekanan yang berkepanjangan sehingga menimbulkan depresi.
3. Dimanfaatkan dan disiksa
Anak – anak kecil banyak yang dimanfaatkan untuk mengemis dan menyetorkan sejumlah uang setiap harinya. Dengan begitu bagi pihak yang memanfaatkan tanpa keluar keringat akan mendapatkan uang. Dan hal ini akan mengganggu kesehatan jiwa anak, dia merasa tertekan karena takut biasanya diancam kalau tidak dapat uang akan disiksa
4. kekerasan seksual
Banyak tunawisma yang mendapat pelecehan seksual. Karena lingkungan yang jauh dari kata beradab dan tidak adanya aturan yang jelas dari lingkungan maka kerap kali banyak kasus pemerkosaan dan sodomi terhadap tunawisma. Baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Hal ini karena pelaku memerlukan pelampiasan dan tunawisma adalah korban terbesarnya. Korban akan mengalami trauma dan akhirnya bisa menimbulkan gangguan jiwa dan berisiko untuk bunuh diri.


BAB III
PENANGANAN YANG DILAKUKAN TERHADAP TUNAWISMA

Permasalahan tuna wisma sampai saat ini merupakan masalah yang tidak habis-habis, karena berkaitan satu sama lain dengan aspe-aspek kehidupan. Namun pemerintah juga tidak habis-habisnya berupaya untuk menanggulanginya. Dengan berupaya menemukan motivasi melalui persuasi dan edukasi terhadap tunawisma supaya mereka mengenal potensi yang ada pada dirinya, sehingga tumbuh keinginan dan berusaha untuk hidup lebih baik.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah (Pemda) selama ini cenderung kurang menyentuh stakeholdernya, atau pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan dalam peraturan. Salah satu contoh penanganan Mengenai tunawisma yang dilakukan oleh pemda DKI Jakarta pada tahun 2007 yaitu telah membuat Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum. Perda yang merupakan revisi dari Perda No. 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum ini antara lain berisi larangan penduduk untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, pengelap mobil, maupun menjadi orang yang menyuruh orang lain melakukan aktivitas itu.
Perda ini secara langsung memberikan dampak besar bagi kaum tuna wisma mengingat para tuna wisma belum dikenai mekanisme mengenai pelangsungan hidup mereka. Mekanisme yang mungkin agak baik adalah dibangunnya Panti Sosial penampung para tunawisma (gelandangan). Namun sekali lagi, efektifitasnya dirasa kurang karena Panti Sosial ini sebenarnya belum menyentuh permasalahan yang sebenarnya dari para tunawisma lansia, yaitu keengganan untuk kembali ke kampung halaman. Sehingga yang terjadi di dalam praktek pembinaan sosial ini adalah para tunawisma yang keluar masuk panti social
Penanganan terhadap kaum tunawisma pun di atur dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 34 Ayat (1) yang berbunyi, “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” sebenarnya menjamin nasib kaum ini. Namun Undang-Undang belum dapat terlaksanakan di seluruh lapisan masyarakat, dikarenaka bahwa kebijakan pemerintah selama ini hanyalah kebijakan yang menyentuh dunia perkotaan secara makroskopis dan bukan mikroskopis. Pemerintah daerah cenderung menerapkan kebijakan-kebijakan yang tidak memberikan mekanisme lanjutan kepada para stakeholder sehingga terkesan demi menjadikan sesuatu lebih baik, mereka mengorbankan hak-hak individu orang lain
Adapun dalam sebuah penelitian cara penanggulangan terhadap tunawisma diterapkan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a.Tahap persiapan
Karena tuna wisma biasanya tidak mempunyai tempat tinggal, maka suatu hal yang esensial bila mereka ditanggulangi dengan memotivasi mereka untuk bersama-sama dikumpulkan dalam duatu tempat, seperti asrama atau panti sosial. Tujuan dalam tahap ini yaitu untuk berusaha memasuki atau mengenal aktivitas atau kehidupan para tuna wisma.

b. Tahap Penyesuaian diri
Setelah para tuna wisma dikumpulkan, kemudian mereka harus belajar menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru, dimana berlaku aturan-aturan khusus.
c. Tahapan Pendidikan yang Berkelenjutan
Setelah beberap para tuna wisma dalam lingkungan tersebut diadakan evaluasi mengenai potensi mereka untuk belajar dengan maksud supaya mendapatkan pendidikan yang lebih layak.
Selain itu, dibawah ini terdapat solusi dalam menangani Tunawisma yaitu :
• Memberikan pendidikan agama yang kuat dalam keluarga.
• Melakukan pencegahan dengan cara memberikan penyuluhan / konseling, memberikan pendidikan pelatihan keterampilan.
• Dengan pengadaan rumah singgah dan diberikan berbagai pelatihan dan pendidikan.
• Transmigrasi.
• Menampung dipanti asuhan, panti sosial dan panti jompo.
• Tugas pemerintah untuk menangani masalah perkotaan pada umumnya dan tunawisma pada khususnya adalah menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak di kota-kota kecil.
• Rencana pembangunan pemerintah seharusnya mengedepankan pembangunan secara merata sehingga tidak timbul “gunung dan lembah” di negara, pembangunan hendaknya dilakukan dengan pola “dari desa ke kota” dan bukan sebaliknya. Sehingga, masing-masing putra daerah akan membangun daerahnya sendiri dan mensejahterakan hidupnya.
• Melakukan Pembinaan kepada para Tunawisma dapat dilakukan melalui panti dan non panti, tetapi pembina harus mengetahui asal usul daerahnya serta identifikasi penyebab yang mengakibatkan mereka menjadi penyandang masalah sosial itu.
• Kalau para Tunawisma disebabkan faktor ekonomi atau pendapatan yang kurang memadai, mereka bisa diberi bekal berupa pelatihan sesuai potensi yang ada padanya, di samping bantuan modal usaha.
• Mengembalikan para tunawisma ke kampung mereka masing-masing.
Dengan mekanisme yang lebih menyentuh permasalahan dasar para tunawisma tersebut diharapkan masalah tunawisma di kota besar dapat teratasi tanpa menciderai hak-hak individu mereka dan malah dapat membawa para gelandangan kepada kehidupan yang lebih baik.
Namun, mekanisme di atas merupakan tindakan jangka panjang dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terealisasi, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antar generasi kepemerintahan agar hal tersebut dapat terwujud dan pada akhirnya kesejahteraan bangsa dapat lebih mudah dicapai.






Diagnosa Yang muncul:
1. Kurang perawatan diri mandi atau kebersihan b.d hambatan lingkungan
2. Resiko kekerasan terhadap diri sendiri b.d kesehatan mental ( depresi berat, psikokis, gangguan personalitas berat, penyalahgunaan alcohol/obat )
3. Resiko kekerasan terhadap orang lain b.d kerusakan kognisi (tidak mampu belajar, gangguan penurunan perhatian, penurunan fungsi intelektual )
4. Pola seksualitas tidak efektif b.d kurang pengetahuan/ ketrampilan mengenai respon alternative terhadap kesehatan yang berubah

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KURANG PERAWATAN DIRI

Pengkajian :
• Pemeriksaan status mental:
 Tingkat kesadaran: SADAR/TIDAK SADAR
 Memori: MAMPU MENGINGAT MEMORI JANGKA PENDEK/JANGKA PANJANG
 Konsentrasi atau kalkulasi: DAYA KEMAMPUAN BERHITUNG DAN FOKUS
 Informasi dan intelegensi
 Penilaian: MAMPU MEMBUAT KEPUTUSAN DARI BERBAGAI PILIHAN DENGAN ALASAN TERTENTU/TIDAK
 Penghayatan atau insight: MAMPU MEMAHAMI KEADAAN DIRI/ TIDAK
• Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
• Ketidak mampuan berhias atau berdandan ditandai dengan rambut acak – acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki- laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
• Ketidak mampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidak mampuan mengambil makanan sendiri, makan bececeran dan tidak pada tempatnya.
• Ketidak mampuan BAB/BAK secara mandiri, di tandai dengan BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.

Tindakan keperawatan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien dapat mlakukan perawatan diri secara mandiri
kriteria hasil:
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
2. Pasien mampu melakukan berhias atau berdandan secara baik.
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Tindakan keperawatan:
1. Melatih pasien cara- cara perawatan kebersihan diri
a. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri
b. Menjelaskan alat- alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara- cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

2. Melatih pasien berdandan atau berhias
Untuk pasien laki-laki:
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
Untuk pasien wanita:
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makanan
b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d. Prkaktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB/BAK






BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Tuna Wisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Tuna Wisma pada di berbagai negara termasuk di Indonesia merupakan suatu permasalahan yang sangat sulit di tangani dan melanggar hukum juga sangat mengganggu kesejahteraan suatu negara atau pun kota. Para tunawisma sangat rentan mengalami kekerasan fisik dan kekerasan seksual yang bisa mengganggu kesehatan jiwanya.

SARAN
1. Diharapkan kepada pemerintah untuk lebih berpartisipasi dan memberikan perhatian yang lebih dalam menangani permasalahan para tuna wisma.
2. Petugas kesehatan ikut serta memperhatikan kesehatan jiwa tunawisma dengan cara memberi promosi kesehatan agar meminimalisir gangguan jiwa akibat kekerasan fisik dan kekerasan seksual.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Keperawatan Jiwa/Sheila L. Videbeck:alih bahasa, Renata Komalasari, Alfrina Hany:editor edisi Bahasa Indonesia, Pamilih Eko Karyuni.Jakarta:EGC,2008
2. Nursing Diagnoses:Definition and Classification 2005-2006/NANDA:alih bahasa, Budi Santosa:editor, Budi Santosa:Prima Medika,2005
3. TIM MPKP:MODUL MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN JIWA PROFESIONAL.Jakarta,2006
4. http://www.voanews.com/indonesian/news/a-32-a-2004-11-09-10-1-85098387.html
5. http://spinaisiadika.wordpress.com/2010/12/
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Tunawisma

MAKALAH TUTOR KEPERAWATAN JIWA “GANGGUAN NEUROTIK: SOMATOFORM DISORDER”

PEMBIMBING:
IKA SILVITASARI, S.KEP.NS.
KELOMPOK 4
1. NURIL IMANIA KAMILA (090201047)
2. BUDHI SANTOSA (090201050)
3. ERWI ROSALINA (090201051)
4. SUMIN TATIK LESTARI (090201052)
5. MEIGA ANGGRAINI (090201053)
6. STALASATUN KHASANAH (090201055)
7. ARIFAH NUR KHASANAH (090201056)
8. DEWI RATIH MERDEKA WATI (090201057)
9. FITRIANA SITORESMI (090201058)
10. RAHAYU MARTHA SUSIANTI (090201059)
11. IIN INDRAYATI (090201060)
12. INDRI WULANSARI (090201061)
13. MUH FERY SETIAWAN (090201062)
14. ANGGUN PUTRI PERTIWI (090201063)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2010
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinis bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untukonset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan (Pardamean E,2007).
Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, pada mana tak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalahdiagnosiskan menjadi somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IVada 4 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi, gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform (Iskandar Y, 2009).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. (PPDGJ III, 1993)

BAB II
SCENARIO 2
Seorang perempuan berusia 29 tahun, mendatangi klinik penyakit dalam. Kunjungan ini adalah yang ketiga kalinya dalam satu bulan terakhir. Keluhan nyeri pinggang, nyeri perut, susah BAB, dan menstruasi yang tidak teratur dia ceritakan dengan detail, akhir-akhir ini klien juga sering merasakan pusing dan gliyeng dipagi hari. Pada saat kunjungan klien dengan sungguh-sungguh menceritakan keluhan yang dirasakan, tetapi dokter mendiagnosis bahwa klien tidak mengalami penyakit serius dan hasil dari pemeriksaan fisik maupun data laboratorium didapatkan normal, tidak ada nilai yang menyimpang.
STEP 1
KATA SULIT
Gliyeng :pusing atau sempoyongan, berkunang-kunang serasa pengeliatan kabur
Nyeri pinggang: rasa tidak nyaman disekitar pinggang
Menstruasi: peluruhan dinding rahim disertai perdarahan dengan siklus 28 hari sekali tidak dialami oleh orang hamil.
Nyeri perut: rasa sakit atau tidak nyaman disemua kuadran perut.
STEP 2
Pertanyaan: mengapa klien mersa sakit, nyeri perut, nyeri pinggang, susah BAB. Menstruasi tidak teratur tetapi diagnosis dokter mengatakan klien normal.
Masalah:
Gangguan neurotic: somatoform disorder
Merasa sakit padahal fungsi organnya normal
STEP 3-STEP 4
Nyeri merupakan respon tubuh terhadap kerusakan jaringan dalam tubuh walaupun tidak terdiktesi oleh dokter. Mungkin adanya stres yang menyebabkan pusing, nyeri perut, nyeri pinggang, gliyeng.
Gangguan nyeri somatoform ini merupakan preokupasi nyeri tanpa adanya penyalit fisik yang menyebabakan intensitas nyeri.
STEP 5
1. Perbedaan neurotik dan psikotik
2. Definisi gangguan neurotik
3. Rentang respon
4. Analisa ciri dan gejala neurotic
5. Factor predisposisi dan presipitasi
6. Klasifikasi somatoform
7. Identifikasi terhadap stressor
8. Mekanisme dan sumber koping
9. Pemeriksaan status mental pasien
10. Tahap penanganan
11. Pemeriksaan diagnosis medis
12. Askep

STEP 6-STEP 7
1. NEUROTIK: kesalahan penyesuaian diri secara emosional karena tidak dapat diselesaikannya suatu konflik a-sadar. Biasanya menyadari penyakitnya dan pasien mau datang ke rumah sakit dengan sendirinya.
PSIKOTIK: gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, biasannya pasien tidak mau datang ke rumah sakit dengan sendirinya.

2. DEFINISI
Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidakdapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik (Nevid, dkk, 2005). Padagangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan padagangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukansebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaanemosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranansosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-purayang disadari atau gangguan buatan
3. MANIFESTASI KLINIS
- Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik
yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.
- Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang“menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan.
- sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” padatangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf.
- Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan .
- sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.

4. RENTANG RESPON


Respon adaptif Respon maladaptif


Alarm resistens kelelahan
Reaksi alarm
Respon langsung terhadap stressor yang belum disingkirkan. Meksnisme respons adrenokortikal digerakan sehingga menimbulkan perilaku yang berkaitan dengan respon menyerang atau menghindar (fight-or-flight).
Tahap resistens
Pada tahap ini terjadi beberapa resistens terhadap stressor. Tubuh beradaptasi pada tingkat fungsi yang rendah sehingga memerlukan pengeluaran energi yang lebih besar dari biasnya untuk dapat bertahan hidup.
Tahap kelelahan
Mekanisme adaptif menjadi melemah dan gagal pada tahap ini. Akibat negative dari stressor menyebar keseluruh organisme. Apabila stressor tidak dihilangkan atau dilawan, dapat terjadi kematian.
5. GEJALA SOMATOFORM
- Penderita mengalami rasa sakit yang menyebabkan ketidak mampuan secara signifikan (pain disorder)
- Mual
- Pusing
- Nyeri
-
6. FAKTOR PREDISPOSISI
• Faktor biologi
 Emosi dikaitkan dengan bangkitan sistem neuroindokrin melalui pelepasan kortikosteroid, aksi sistem neurotransmiter, dan perubahan reseptor pascasinaptik dalam berespon terhadap stres.
 umpan balik pengaturan gangguan stres yang relevan, terutama aktivasi kekebalan dan peradangan, dapat, pada gilirannya, memberikan kontribusi untuk patologi stres yang terkait, termasuk perubahan dalam perilaku, sensitivitas insulin, metabolisme tulang, dan diperoleh respon imun
 teori genetik menunjukkan bahwa stres berkepanjangan dapat menyebabkan perubahan fisiologis, yang mengakibatkan gangguan fisik, penyakit jantung, gangguan pencernaan, dan iritasi kulit.

• Faktor psikologis
 Kepribadian tipe A mewakili hubungan tipe kepribadian dengan gangguan fisiologis, dalam hal ini penyakit jantung.
 Penyakit fisik dapat terjadi tanpa disertai kerusakan organic
 optimis tampaknya memiliki gejala fisik lebih sedikit dan dapat menunjukkan pemulihan lebih cepat dari penyakit
 percaya pada kendali pribadi, atau self-efficacy
 focuse peningkatan pada peran pelindung negara emosional yang positif. satu gagasan tentang sifat-sifat ini adalah bahwa kepribadian penyembuhan diri, yang dicirikan oleh antusiasme

• Faktor sosiokultural
 Keparahan gejala pada individu dipengaruhi oleh aspek lingkungan sosial dan budaya pengalaman subjektif stres dapat ditingkatkan atau dikurangi dengan sifat dan jumlah masalah dalam dunia orang tersebut, perubahan iklim dunia yang emosional, dan dengan kehidupan sosial orang yang sakit itu.
 menjadi sakit adalah peran sosial akan sebagai kondisi dan masyarakat ditempatkan keyakinan tertentu dan harapan pada orang yang jatuh sakit.

7. FAKTOR PRESIPITASI
• Faktor biologis
o Penyakit psikofisiologis diakibatkan akumulasi kejadian kecil yang menimbulkan stres.
• Faktor Psikologis
o Sulit mengenali satu atau lebih stressor yang menyeababkan masalah
• Faktor sosiokultural
o pola bekerja terlalu berat dan berlebih-lebihan

8. KLASIFIKASI
1.F. 45.0 Gangguan Somatisasi
Definisi
Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia remaja, dan berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial
Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya
 mencakup sistem-sistem organ yang berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan
 problem menstruasi/seksual
 Orgasme terhambat
 penyakit-penyakit neurologic,gastrointestinal, genitourinaria, kardiopulmonar
 pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya.
 orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan medis.
 Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui
 Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.

Etiologi: belum diketahui

Epidemiologi
−wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda
−pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (beresiko 10-20x > besar dibanding yang tidak ada riwayat).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak
dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung

Prognosis
Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala yang lebih dominan.

2.F. 45.1 Gangguan Somatoform tak terinci
Bilamana keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi.
Misalnya saja :
 cara mengemukakan tidak terlalu banyak, atau tidak ada gangguan pada fungsi sosial dan fungsi keluarganya.
 memungkinkan ada atau tidak ada dasar faktor penyebab psikologis
 tidak boleh ada dasar fisik untuk keluhan-keluhannya yang digunakan sebagai dasar diagnosis psikiatrik

3. F.45.2 Gangguan Hipokondriasis
Definisi
Hipokondriasis adalah keterpakuan (PREOKUPASI) pada ketakutan menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah:
 fokus atau ketakutan bahwa simtomfisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung.
 Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidakberdasar.
 Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun,meski dapat terjadi di usia berapa pun.
 Tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya
 Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik
 seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri.
 orang dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simtom dan hal-halyang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
 orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringandalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simtom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan.
 Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebihbanyak simtom psikiatrik, dan memersepsikan kesehatan yang lebih burukdaripada orang lain.
 Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain,terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.

Etiologi : masih belum jelas


Epidemiologi
Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:
a) Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaanyang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai,ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atauperubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)
b) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapadokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yangmelandasi keluhan-keluhannya
Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis
−Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
−Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat
−Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
−Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
−Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik,gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguansomatoform lain.

Prognosis
10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut manjadi kronik dengan onset yang berfluktuasi, 25 % prognosisinya buruk.

4.F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform
Kriteria diagnostik yang diperlukan :
−ada gejala bangkitan otonomik ex, palpitasi, berkeringat, tremor,
muka panas, yang sifatnya menetap dan mengganggu
−gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu
(tidak khas)
−preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya
gangguan yang serius yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh
hasil Px maupun penjelasan dari dokter
−tidak terbukti adanya gangguan tang cukup berarti pada
struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud
−kriteria ke 5, ditambahkan :
F.45.30 = Jantung Dan Sistem Kardiovaskular
F.45.31 = Saluran Pencernaan Bgn Atas
F.45.32 = Saluran Pencernaan Bgn Bawah
F.45.33 = Sistem Pernapasan
F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria
F.45.38 = SistemAtau Organ Lainnya

5.F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap
Definisi
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungandengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktorpsikologis.
Ciri-ciri:
 Pasien sering wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan.
 Munculnya secara tiba-tiba
 biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau berlangsungbertahun-tahun.
 Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikiantidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya (Tomb, 2004).
 Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalammemberikan gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, danmenjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit ataulebih berkurang (Adler et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

Etiologi, tidak diketahui

Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan
keluhan nyeri punggung.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
−Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis
−Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
−Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset,
kemarahan, eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
−Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
(seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
−Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood,
kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria
dispareunia.

Prognosis :
jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,
cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

6.F.45.8Gangguan Somatoform Lainnya
Pedoman Diagnostik :
−keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik
pada bagian tubuh/sistem tertentu
−tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan
−termasuk didalamnya, pruritus,psikogenik, ”globushistericus”(perasaan ada benjolan di kerongkongan disfagia) dan dismenore psikogenik
TAMBAHAN DSM IV

A. Gangguan Konversi
 Definisi adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebaborganis yang jelas.
 Gangguan ini dinamakan konversi karena adanyakeyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikanke simtom fisik. Simtom-simtom itu tidak dibuat secara sengaja atau yang disebut malingering. Simtom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat menjadi “lumpuh” saat pertempuran yang hebat, misalnya.
 Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simtom fisik.
 Gangguan ini sebelumnya disebut neurosis histerikal atauhisteria dan memainkan peranan penting dalam perkembangan psikoanalisis Freud.
 Simptom-simptom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversisering kali tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnyakonversi epilepsi, tidak seperti pasien epilepsi yang sebenarnya, dapatmempertahankan kontrol pembuangan saat kambuh; konversi kebutaan, orangyang penglihatannya seharusnya mengalami hendaya dapat berjalan ke kantordokter tanpa membentur mebel; orang yang menjadi “tidak mampu” berdiriatau berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal.


Etiologi
−Teori psikoanalisis,(1895/1982), Breuer dan freud : disebabkan
ketika seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkanpeningkatan emosi yang besar, namun afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan dari kesadaran.

−Teori behavioral, Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring,
2004), terjadi karena individu mengadopsi simtom untuk mencapaisuatu tujuan. Individu berusaha untuk berperilaku sesuai denganpandangan mereka mengenai bagaimana seseorang dengan penyakityang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi
B. CHRONIC FATIGUE SYNDROME
Adalah penyakit yang sangat dimengerti dan ini mungkin mengapa ada begitu banyak mitos tentang hal itu. Mungkin mitos yang paling umum adalah bahwa hal itu efektif kondisi mental, dan nama lain untuk depresi.
Keberadaan empat atau lebih gejala baru sebagai berikut:
- Sakit tenggorokan
- Gangguan memory atau konsentrasi
- Tender kelenjar getah bening
- Nyeri otot dan sendi
- Susah tidur
- Malaise
- Gejala yang meliputi kelelahan yang hebat, kelemahan, demam, sakit kerongkongan , dan simpul-simpul getah bening, kebingungan, dan depresi.
Tanda:
- Keringat malam
- Muka merah

9. PENILAIAN TERHADAP STRESOR
Stresor Kognitif afektif fisiologi Perilaku sosial Diagnosa
Bangkitan neuro endokrin nyeri pinggang, nyeri perut, susah BAB, dan menstruasi yang tidak teratur dia ceritakan dengan detail, akhir-akhir ini klien juga sering merasakan pusing dan gliyeng Sedih dan merasa membebani keluarga Perubahan pasca sinaps, hasil lab normal Terlihat memegangi perut dan pinggang Tetap bersosialisasi dengan lingkungan Nyeri kronis b.d. beban kerja

Psikologis
Percaya pada kendali pribadi (self-efficialy) Dalam pikiran klien itu seperti apa Perasaan klien bagaimana Dalam fisik terjadi apa? Perilaku yang terlihat seperti apa Bagaimana soaial masyarakatnya Penyangkalan tidak efektif b.d keraguan penilaian diri
Sosial kultural -Budaya pengalaman subjektif stress
-Perubahan iklim dunia yang emosional
- Kehidupan social klien

10. MEKANISME KOPING
Diagnosa Kemampuan personal Aset materi Dukungan sosial Keyakinan positif
Nyeri kronis b.d. beban kerja
• Tidak bisa mengontrol perasaannya/ halusinasinya
• Tidak bisa membedakan stresor nyata dan tidak nyata Ada biaya untuk berobat, transportasi Dokter yang memeriksa,
Keluarga,
Saudara Klien berkeyakinan dengan datang keklinik penyakit dalam dia akan sembuh



11. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL :
a. deskripsi umum
1. penampilan: seorang wanita 29 tahun
2. kesadaran rendah
3. perilaku dan aktifitas psikomotor: bersungguh-sungguh dalam bercerita
4. pembicaraan: bisa dengan detail dan sungguh-sungguh menceritakan keluhannya
5. sikap terhadap pemeriksa: kooperatif
b. keadaan afektif
1. mood: sulit dinilai
2. afek: tumpul
3. empati: tidak dapat dirabarasakan


c. fungsi intelektual kognitif
1. taraf pendidikan, pengetahuan umum, kecerdasan: sesuai dengan tingkat pendidikan umum
2. daya konsentrasi: baik
3. orientasi (waktu,tempat,orang): baik
4. daya ingat: baik
5. pikiran abstrak: buruk
6. bakat kreatif: tidak ditelusuri
d. gangguan persepsi
1. halusinasi: tidak ada
2. ilusi: tidak ada
3. depersonalisasi dan derealisasi: tidak ada
e. proses berfikir
1. arus pikiran
a. produktifitas: ada

2. isi pikiran
a. gangguan pikiran: delusion of influence
merasa nyeri pinggang, nyeri perut


12. PENANGANAN
Farmakologi
 Obat transquilizer dan psikotropika
 Obat ansietas
 Obat anti depresan

No KELAS Nama obat (generic) Dosis (MG) Paruh waktu (jam)
1. Benzodiazepine short-acting Triazolan (Halcion) 0,125-0,5 3
2. Benzodiazepine intermediate Lorazepam (Ativan) 1-6 14
Temazepan (Restoril) 7,5-30 8
Estazolam (Prosom) 1-4 16
3. Benzodiazepine long-acting Flurazepam (Dalmane) 15-30 100++
Quazepam (Doral) 7,5-15 39
4. non-Benzodiazepine Zaleplon (Sonata) 5-10 1-2,5
Zolpidem (ambien) 5-10 1-2,5
5. Antidepresant Trazodone (Desyrel) 50-200 4
6. Antihistamine Diphenhydramine(Benadryl) 50 Belum diketahui

Non farmakologi
 Gngguan dismorfik tubuh
Pengobatan: terapi perilaku kognitif membantu pasien mengidentifikasi dan menantang gangguan presepsi tubuh dan gangguan berfikir kritis, terutama menghadapi pemajanan yang terarah dan pencegahan respon.
 Gangguan hipokondriasis
Pengobatan: terapi perilaku kognitif terbukti bermanfaat dalam mengoreksi informasi yang salah dan keyakinan yang berlebihan, juga menunjukan proses kognitif yang mempertahankan rasa sakit akan penyakit pada hipokondria.
 Gangguan nyeri
Pengobatan: perilaku kognitif individu dan kelompok mengurangi distres yang berhubungan dengan nyeri dan disabilitas. Anti depresan mengurangi intensitas nyeri.
 Gangguan tidur
Pengobatan:benzodiazepin dan zolpidem biasanya mengurangi awetan tidur 15-30 menit, mengurangi jumlah waktu bangun pada tingkat absolut 1-3 kali per malam dan meningkatkan total tidur sekitar 15-45 menit.


13. DIAGNOSA MEDIS
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :
F.45.0 gangguan somatisasi
F.45.1gangguan somatoform tak terperinci
F.45.2 gangguan hipokondriasis
F.45.3disfungsi otonomik somatoform
F.45.4gangguan nyeri somatoform menetap
F.45.8gangguan somatoform lainnya
F.45.9gangguan somatoform YTT
DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari
PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.
Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah
gangguian somatisasi dan hipokondriasis

14. ASKEP
PENGKAJIAN
- Data subjectif
o Klien mengeluh nyeri pinggang
o Nyeri perut
o Susah BAB
o Menstruasi tidak teratur
o Merasa pusing dan gliyeng pagi hari
- Data objectif
o Tidak ada nilai yang menyimpang dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium
- Faktor predisposisi
• Faktor biologi
 Emosi dikaitkan dengan bangkitan sistem neuroindokrin melalui pelepasan kortikosteroid, aksi sistem neurotransmiter, dan perubahan reseptor pascasinaptik dalam berespon terhadap stres.
 Faktor genetik terbukti mempengaruhi prevalensi beberapa gangguan psikofisiologis
 Psikoimunologi mengkaji hubungan antara jiwa dan sistem imun
• Faktor psikologis
 Kepribadian tipe A mewakili hubungan tipe kepribadian dengan gangguan fisiologis, dalam hal ini penyakit jantung.
 Penyakit fisik dapat terjadi tanpa disertai keruskan organik
• Faktor sosiokultural
 Keparahan gejala pada individu dipengaruhi oleh aspek lingkungan sosial dan budaya
Faktor presipitasi
• Faktor biologis
 Penyakit psikofisiologis diakibatkan akumulasi kejadian kecil yang menimbulkan setres.

DX TUJUAN INTERVENSI
- Nyeri kronis b.d. beban kerja
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, rasa nyeri klien berkurang

Kriteria hasil :
Individu akan :
1. Mengungkapkan bahwa orang lain mengesahkan nyeri itu ada
2. Melakukan tindakan penurun nyeri noninvasive yang di pilih untuk menangani nyeri.
Mengungkapkan adanya kemajuan dan peningkatan aktivitas sehari-hari seperti yang di buktikan 1. Kaji pengalaman nyeri individu : tentukan intensitas nyeri pada saat terburuk dan terbaik.
2. Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi ketakutan.
3. Ungkapkan penerimaan anda tentang respon terhadap nyeri.
4. Kaji keluarga untuk mengetahui adanya kesalahan konsep tentang nyeri atau penanganannya.
5. Berikan individu kesempatan untuk istirahat selama siang dan dengan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari.
6. Berikan infomasi yang akurat untuk meluruskan kesalahan konsep pada keluarga.
7. Kaji pengaruh nyeri kronis pada kehidupan individu melalui individu dan keluarga.
8. Jelaskan hubungan antara nyeri kronis dan depresi

- Penyangkalan tidak efektif b.d. keraguan penilaian diri
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,

Criteria hasil :
Individu akan :
1. Mengidentifikasi ketakutan atau ansietas
2. Mengekspresikan rasa berharap
3. Menggunakan mekanisme koping alternative
1. Berikan kesempatan individu untuk menceritakan ketakutan dan ansietas
2. Bantu dalam menurunkan tingkat ansietas
3. Hindari mengkonfrontasi individu yang menggunakan menyangkal
4. Gali interpretasi terhadap situasi bersama individu dengan hati-hati
5. Berikan pujian positif untuk setiap pengekspresian dari dalam
6. Libatkan dalam kelompok sesi sehingga orang lain dapat menceritakan pandangannya tentang situasi

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memilikigejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapatditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gambaran yang penting dari gangguansomatoform adalah adanyagejala fisik, pada mana tak ada kelainan organik ataumekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebutterdapat bukti positif atau perkiraanyang kuat bahwa gejala tersebut terkait denganadanya faktor psikologis ataukonflik.
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejalafisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudahberkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwatidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :gangguan somatisasi, gangguan somatoform tak terperinci, gangguanhipokondriasis, disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoformmenetap, gangguan somatoform lainnya, dan gangguan somayoform YTT.Sedangkan pada DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awaldari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.




DAFTAR PUSTAKA
___. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura.
Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Kaplan, B.J., Sadock, V.A, 2007, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry :
Behavioral
Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan.
Airlangga University Press : Surabaya
Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga :
Jakarta
Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka
Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan
Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat.
Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta

CONTOH PERCAKAPAN DENGAN KLIEN HALUSINASI

SP 1 Keluarga : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi.
Peragakan percakapan berikut ini dengan pasangan saudara.
Orientasi:
“Assalammualaikum Bapak/Ibu!”“Saya SS, perawat yang merawat anak Bapak/Ibu.”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? Apa pendapat Bapak/Ibu tentang anak Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang anak Bapak/Ibu alami dan bantuan apa yang Bapak/Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama waktu Bk/Ibu? Bagaimana kalau 30 menit”
Kerja:
“Apa yang Bpk/Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat D. Apa yang Bpk/Ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Bapak/Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu tidak ada.”
“Kalau anak Bapak/Ibu mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa cara untuk membantu anak Bapak/Ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan anak Bapak/Ibu, jangan membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja Bapak/Ibu percaya bahwa anak tersebut memang mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Bapak/Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan anak Bapak/Ibu melamun dan sendiri, karena kalau melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih anak Bapak/Ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak/Ibu pantau pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu anak Bapak/Ibu minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak Bapak/Ibu untuk minum obat secara teratur. Jadi bapak/Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau bayangan. Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi anak Bapak/Ibu dengan cara menepuk punggung anak Bapak/Ibu. Kemudian suruhlah anak Bapak/Ibu menghardik suara tersebut. Anak Bapak/Ibu sudah saya ajarkan cara menghardik halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi anak Bapak/Ibu. Sambil menepuk punggung anak Bapak/Ibu, katakan: D, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, D. Tutup telinga kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, D”
”Sekarang coba Bapak/Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Pak/Bu”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan halusinasi anak Bapak/Ibu?”
“Sekarang coba Bapak/Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat anak bapak/Ibu”
”Bagus sekali Pak/Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan anak Bapak/Ibu”
”Jam berapa kita bertemu?”
Baik, sampai Jumpa. Assalamu’alaikum
SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.
Orientasi:
“Assalammualaikum”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu pagi ini?”
”Apakah Bapak/Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi anak Bapak/Ibu yang sedang mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan anak Bapak/Ibu”.
”mari kita datangi Anak bapak/Ibu”
Kerja:”Assalamu’alaikum D” ”D, Bapak//Ibu D sangat ingin membantu D mengendalikan suara-suara yang sering D dengar. Untuk itu pagi ini Bapak/Ibu D datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang D dengar. D nanti kalau sedang dengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum sendiri, maka Bapak/Ibu akan mengingatkan seperti ini” ”Sekarang, coba Bapak/Ibu peragakan cara memutus halusinasi yang sedang D alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung D lalu suruh D mengusir suara dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut” (saudara mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana D? Senang dibantu Bapak/Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian D. (Pasien memperlihatkan dan dorong orang tua memberikan pujian) Baiklah, sekarang saya dan orang tua D ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan anak Bapak/Ibu”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Pak/Bu. Bapak/Ibu dapat melakukan cara itu bila anak Bapak/Ibu mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang jadwal kegiatan harian anak Bapak/Ibu untuk persiapan di rumah. Jam berapa Bapak/Ibu bisa datang?Tempatnya di sini ya. Sampai jumpa.”
SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini
Orientasi
“Assalamualaikum Pak/Bu, karena besok D sudah boleh pulang, maka sesuai janji kita sekarang ketemu untuk membicarakan jadual D selama dirumah”
“Bagaimana pak/Bu selama Bapak/Ibu membesuk apakah sudah terus dilatih cara merawat D?”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal D di rumah? Mari kita duduk di ruang perawat!”
“Berapa lama Bapak/Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja
“Ini jadwal kegiatan D di rumah sakit. Jadwal ini dapat dilanjutkan di rumah. Coba Bapak/Ibu lihat mungkinkah dilakukan di rumah. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan mengingatkan?”Pak/Bu jadwal yang telah dibuat selama D di rumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak ibu dan bapak selama di rumah.Misalnya kalau B terus menerus mendengar suara-suara yang mengganggu dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi Suster B di Puskesmas terdekat dari rumahBapak/Ibu, ini nomor telepon puskesmasnya: (0651) 554xxx
Selanjutnya suster B yang akan membantu memantau perkembangan D selama di rumah
Terminasi
“Bagaimana Bapak/Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara merawat D di rumah! Bagus(jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini jadwalnya untuk dibawa pulang. Selanjutnya silakan ibu menyelesaikan administrasi yang dibutuhkan. Kami akan siapkan D untuk pulang”

MAKALAH TUTOR KEPERAWATAN JIWA “ANSIETAS”

KELOMPOK 4

1. BUDHI SANTOSA (090201050)
2. ERWI ROSALINA (090201051)
3. SUMIN TATIK LESTARI (090201052)
4. MEIGA ANGGRAINI (090201053)
5. STALASATUN KHASANAH (090201055)
6. ARIFAH NUR KHASANAH (090201056)
7. DEWI RATIH MERDEKA WATI (090201057)
8. FITRIANA SITORESMI (090201058)
9. RAHAYU MARTHA SUSIANTI (090201059)
10. IIN INDRAYATI (090201060)
11. INDRI WULANSARI (090201061)
12. MUH FERY SETIAWAN (090201062)
13. ANGGUN PUTRI PERTIWI (090201063)
14. AKBAR AMIN ABDULLAH (090201064)



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2010/2011

BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Cemas adalah emosi dan merupakan pengalaman subyektif individual, mempunyai kekuatan tersendiri dan sulit untuk diobservasi secara langsung. Perawat dapat mengidentifikasi cemas lewat perubahan tingkh laku klien. Stuart (1996) mendefinisikan cemas sebagai emosi tanpa obyek yang spesifik, penyebabnya tidak diketahui, dan didahului oleh pengalaman baru. Cemas merupakan suatu perasaan yang tidak tenang, cemas, atau takut dan dapat bersifat ringan sampai parah. Kondisi ini dapat muncul tanpa sebab yang jelas. Anxiety merupakan suatu tingkatan emosional dengan karakteristik adanya perubahan pada tubuh, pikiran, dan tingkah laku seseorang.

Menurut Lazarus (1969), kecemasan merupakan suatu respon dari pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan dan di ikuti perasaan gelisah, khawatir, dan takut. Kecemasan merupakan aspek subjektif dari emosi seseorang karena melibatkan faktor perasaan yang tidak menyenangkan Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi negatif. Baik bersifat rasional maupun irasional. Ini merupakan persoalan tersendiri bagi yang mengalaminya.

Sedangkan menurut (Videbeck, 2008), Cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi.

Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005).

Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).

Kecemasan merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang berarti.

Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.

B. PREDISPOSISI & PRESIPITASI

Predisposisi :
• Panik
• Ketegangan menghadapi sesuatu
• Kurang percaya diri
• Ketakutan kehilangan
• Preoperasi
• Obsesius
Presipitasi :
• Ancaman dicerai
• Teror
• Menghadapi ujian akhir

C. TANDA DAN GEJALA

Sistem Respon
Perilaku Gelisah
Ketegangan fisik
Tremor
Reaksi terkejut
Bicara cepat
Kurang koordinasi
Cenderung mengalami cedera
Menarik diri dari hubungan interpersonal
Inhibisi
Melarikan diri dari masalah
Hiperventilasi
Sangat waspada
Kognitif Perhatian terganggu
Konsentrasi buruk
Salah paham memberikan penilaian
Pelupa
Hambatan berfikir
Lapang persepsi menurun
Kreativitas menurun
Produktivitas menurun
Bingung
Sangat waspada
Kesadaran diri
Kehilangan objektivitas
Takut kehilangan kendali

Respon Fisiologis Terhadap Ansietas
Sistem Tubuh Respon
Kardiovaskuler








Jantung”berdebar”
Palpitasi
Tekanan darah meningkat
Rasa ingin pingsan
Pingsan
Tekanan darah menurun
Denyut nadi menurun

Pernapasan
Napas cepat
Sesak napas
Tekanan pada dada
Napas dangkal
Pembengkakan pada tenggorokan
Sensasi tercekik
Terengah-engah
Neuromuskuler
Refleks meningkat
Reaksi terkejut
Mata berkedip-kedip
Insomnia
Tremor
Rigiditas
Gelisah,mondar-mandir
Wajah tegang
Kelemahan umum
Tungkai lemah
Gastrointestinal

Kehilangan nafsu makan
Menolak makan
Rasa tidak nyaman pada abdomen
Nyeri abdomen
Mual
Nyeri ulu hati
Diare
Saluran perkemihan Tidak dapat menahan kencing
Sering berkemih
Kulit Wajah kemerahan
Berkeringat setempat(telapaktangan)
Gatal
Rasa panas dan dingin pada kulit
Wajah pucat
Berkeringat seluruh tubuh


D. TINGKATAN CEMAS
Beberapa teori membagi ansietas kedalam empat tingkat sesuai dengan rentang respon ansietas yaitu :
1.Antipasi
Antipasi adalah persiapan seseorang dalam menghadapi sesuatu yang dianggap sulit bagi dirinya.
2. Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lapang persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati dan waspada. Pada tingkat ini individu terdorong untuk belajar dan akan menghasilkan pertumbuhan dan ktreativitas.
3. Ansietas sedang
Pada tingkat ini lapang persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
4. Ansietas berat
Pada ansietas berat, lapang persepsi menjadi sangat menurun. Individu cenderumng memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan.
5. Ansietas panik
Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa lagi walaupun sudah diberi pengarahan.
Sedangkan menurut ((Townsend, 1996) Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik
1. Kecemasan ringan;
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
2. Kecemasan sedang;
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
3. Kecemasan berat;
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
4. Panik;
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

I. IDENTITAS KLIEN

Nama : Ny A
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Wonosari, Gunung Kidul,
RM No : 270511-135
Informan : Pasien itu sendiri
Tgl masuk dirawat : 27 Mei 2011
Tgl pengkajian : 27 Mei 2011

II. ALASAN MASUK

Tidak bisa tidur selama 3 hari,merasa khawatir,sering berdebar-debar dan pasien ada masalah dengan suami dan ingin bercerai.
 Diagnosa medis : Axis I

III. RIWAYAT MASA LALU ( FAKTOR PREDISPOSISI dan PRESIPITASI )

1. Pernah mengalami masalah gangguan jiwa dimasa lalu? Tidak
2. Riwayat pengobatan sebelumnya dan keberhasilannya? Belum pernah berobat
3. Apakah pernah menalami masalah? Pernah,yaitu mengalami kekerasan dalam keluarga ( trauma aniaya fisik, psikologis oleh ayahnya waktu masih kecil)
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? Iya

GENOGRAM







KETERANGAN:
: LAKI-LAKI
: PEREMPUAN
+ : MENINGGAL DUNIA
: “SAKIT”






IV. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

Takut akan dicerai, tidak bisa tidur.

V. Sumber koping
• Dukungan sosial : keluarga, tetangga,teman.
• Aset material : kedekatan tempat konseling.
• Keyakinan positif : klien mampu menghadapi masalah.
• Kemampuan personal : kematangan individu.

VI. Mekanisme koping
• Represi : lebih cenderung memperkuat mekanisme egonya.
• Supresi : menekan hal atau pikiran yang tidak menyenangkan. Bisa
mengarahkan ke represi.
• Disosiasi : pemisahan dari setiap kelompok mental dari seluruh kesadaran
atau identitas.
• Identifikasi : proses untuk mencoba menjadi orang yang dikagumi.
• Proyeksi : mengkaitkan pikiran atau impuls dirinya kepada orang lain.
• Mengingkari : menghindari realitas ketidaksetujuan dengan mengabaikan atau
menolak untuk mengenalinya.
• Fantasi : symbol kepuasan terhadap pikiran yang tidak rasional.
• Reaksi formasi: pembentukan sikap dan perilaku yang berlawanan dengan yang
dirasakan.
VII. PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan Umum : Lemah, muka pucat,
2. Tingkat kesadaran : Compos metis
3. Tanda vital : TD : 120/ 80 mmHg
N : 110 x / menit
S : 37 ํC
RR : 20 x / menit
4. Ukur : TB : 160 cm BB : 55 kg
5. Keluhan fisik : Pegal – pegal di tengkuk, mata merah, mata sayu, lingkar mata menghitam,
konjungtiva anemis,
6. Riwayat Pengobatan Penyakit Fisik : tidak ada riwayat

VIII. PENGKAJIAN STATUS MENTAL

1. Penampilan fisik
 Tidak rapi Rambut kotor dan kusam
 Penggunaan pakaina tidak sesuai  Gigi kotor
 Cara berpakaian tidak seperti biasanya
 Badan bau
 Kuku panjang dan kotor

2. Pembicaraan
 Cepat  Keras  Gagap  Inkoheren

 Apatis  Lambat  Membisu  Tidak mampu memulai pembicaraan

3. Aktivitas motorik
 Lesu  Tegang  Gelisah  Agitasi

 Tik  Grimasen  Tremor  Kompulsif

4. Alam perasaan
 Sedih  Takut  Putua asa  Khawatir

 Gembira berlebihan

5. Afek
 Appropiate / tepat

 Inappropiate / tidak tepat

 Datar  Tumpul  Labil  Tidak sesuai

6. Interaksi selama wawancara
 Bermusuhan  Tidak kooperatif  Mudah tersinggung

 Curiga  Defenif  Kontak mata tidak ada

 Kontak mudah beralih

7. Proses pikir
 Sirkumtansial  Tangensial  Kehilangan asosiasi

 Flight of idea  Blocking  Reeming

 Pengulangan pembicaraan / persevirasi


8. Isi pikir
 Obsesi  Fobia  Depersonalisasi  Ide yang terkait

Waham
 Hipokondria  Magic mistik  Agama  Kebesaran

 Somatik  Nhilistik Curiga


Waham bizar
 Sisip pikir  Siar pikir  Kontrol piker
9. Tingkat kesadaran (secara kualitatif )
 Bingung  Sedasi  Stupor

Diorientasi
 Waktu  Tempat  Orang

10. Memori
 Gangguan daya ingat jangka panjang
 Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini
 Konfabulasi

11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
 Mudah beralih  Tidak mampu konsentrasi
 Tidak mampu berhitung sederhana

12. Kemampuan penilaian
 Gangguan penilaian normal  Gangguan penilaian bermakna

13. Daya tilik diri
 Mengingkari penyakit yang diderita  Menyalahkan hal- hal diluar dirinya

Keterangan:
1. penampilan: tidak rapi
2. pembicaraan: lambat
3. aktivitas motorik: lesu, gelisah
4. alam perasaan: takut, khawatir
5. afek: datar
6. interaksi selama wawancara: kontak mata tidak ada
7. proses pikir: sirkumtansial
8. isi pikir: fobia
Waham:
Waham bizar:
9. tingkat kesadaran: bingung
Disorientasi: orang
10. memori: gangguan daya ingat saat ini
11. tingkatan konsentrasi dan berhitung: tidak mampu konsentrasi
12. kemampuan penilaian: Gangguan penilaian normal
13. daya tilik diri: Menyalahkan hal- hal diluar dirinya


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

• PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan Umum : Lemah, muka pucat,
2. Tingkat kesadaran : Compos metis
3. Tanda vital : TD : 120/ 80 mmHg
N : 110 x / menit
S : 37 ํC
RR : 20 x / menit
4. Ukur : TB : 160 cm BB : 55 kg
5. Keluhan fisik : Pegal – pegal di tengkuk, mata merah, mata sayu, lingkar mata menghitam,
konjungtiva anemis,
6. Riwayat Pengobatan Penyakit Fisik : tidak ada riwayat

• DIAGNOSA & INTERVENSI
1. Cemas berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan:
• Intensitas cemas klien berkurang dan tidak merasakan kecemasan lagi.
Kriteria hasil :
• Klien dapat membina hubungan saling percaya.
• Klien dapat mengenal penyebab kecemasannya.
• Klien dapat menggunakan strategi koping untuk menghadapi cemas.
• Klien dapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol kecemasannya.
Implementasi dan intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Lakukan kontak sering dan singkat dengan klien.
3. Kaji penyebab kecemasan klien dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
4. Fasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaanya.
5. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
6. Observasi tingkah laku klien.
7. Yakinkan klien bahwa klien berada di tempat yang aman dan terlindungi.
8. Melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
9. Bantu klien untuk memilih koping yang tepat untuk mengatasi kecemasan.
10. Berikan aktifitas positif dan menyenangkan untuk menurunkan kecemasan.
11. Berikan informasi actual tentang diagnosa dan penanganan.
12. Berikan dukungan social pada klien.
13. Ajari klien melakukan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan.
14. Diskusikan dengan keluarga untuk membantu mengatasi kecemasan dan memberi dukungan pada klien.
15. Berikan pengobatan yang tepat untuk mengurangi kecemasan.
16. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip (benar dosis ,benar cara ,benar waktu).
17. Berbicara dengan konteks realita pada klien.

2. Gangguan Pola Tidur b.d. respon Ansietas
Definisi :
Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau menggangu gaya hidup yang diinginkan.

Data mayor :
Kesukaran untuk tertidur dan tetap tidur

Data minor :
• Keletihan waktu bangun atau sepanjang hari
• Tidur sejenak atau sepanjang hari
• Perubahan suasana hati


Kriteria hasil
Individu akan :
1. Menggambarkan faktor yang mencegah atau menghambat tidur.
2. Mengidentifikasi teknik untuk menginduksi tidur.
3. melaporkan keseimbangan optimal dari istirahat dan aktivitas.

Intervensi :
1. Kurangi kebisingan.
2. Organisasi prosedur untuk memberikan jumlah terkecil gangguan selama periode tidur (mis; sewaktu individu bangun untuk pengobatan juga berikan penanganan dan pengukuran tanda vital)
3. Jika berkemih sepanjang malam mengganggu, batasi masukan cairan waktu malam dan berkemih sebelum berbaring.
4. Tetapkan bersama individu suatu jadwal untuk program aktivitas sepanjang waktu (jalan, terapi fisik)
5. Batasi jumlah dan panjang waktu tidur jika berlebihan (mis; lebih dari 1 jam)
6. Kaji bersama individu, keluarga, atau orang tua terhadap waktu tidur rutin – waktu praktik kebersihan, ritual (membaca, mainan) – dan patuhi sedekat mungkin jika memungkinkan.
7. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein
8. Untuk anak-anak :
a. Jelaskan waktu malam pada anak (bulan, bintang)
b. Diskusikan bagaimana beberapa orang (perawat, pekerja pabrik) bekerja pada malam hari.
c. Bandingkan kebalikan bahwa jika malam datang di tempat mereka, maka akan terjadi siang hari bagi orang-orang di tempat lain.
d. Jika terjadi mimpi buruk, dorong anak untuk bicara mengenai hal ini jika mungkin. Yakinkan pada anak bahwa ini merupakan suatu mimpi meskipun kelihatannya sangat nyata. Berbagi perasaan dengan anak bahwa anda juga pernah bermimpi.

e. Berikan anak lampu malam dan/atau senter untuk digunakan, agar anak dapat mengontrol kegelapan.f. Yakinkan anak bahwa anda akan berada didekatnya sepenjang malam.
9. Jelaskan kepada individu dan orang terdekat lainnya penyebab gangguan tidur/istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.

3. Isolasi sosial berhubungan dengan perasaan khawatir
Tujuan umum : klien dapat berinteraksi dengan orang lain
Tujuan kusus :
• klien dapat membina hubungan saling percaya
• bersedia mengungkapkan masalah
intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya dengan :
 Beri salam setiap berinteraksi
 Perkenalkan nama,nama panggialan peraqwat dan tujuan perawat berkenalan
 Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
 Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
 Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
 Buat kontrak interaksi yang jelas
 Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
2. Diskusikan dengan klien penyebab menarik dri atau tidak mau bergaul dengan
orang lain
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaanya:
 Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial, missal:
• Banyak teman
• Tidak kesepian
• Bisa diskusi
• Saling menolong


 Kerugian menarik diri, misalnya:
• Sendiri
• Kesepian
4. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubunagn sosial dan kerugian menarik diri
5. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
6. Observasi prilaku klien saat berhubungan sosial
7. Beri motivasi klien dan bantuan untuk berkanalan /berkomunikasi dengan:
 perawat lain
 pasien lain
 Kelompok
8. libatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
9. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan oleh pasien untuk meningkatkan kemampuan klien
10. Beri motivasi klien agar melakukan kegiatan yang sudah sesuai dengan jadwal
11. Beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas pergaulannya dan melakukan
aktivitas
12. Diskusikan dengan klien tentang prasaan klien setelah berhubungan sosial dengan
orang lain
13. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
14. Diskusikan peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi penarikan diri
15. Diskusiakan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku menarik diri
16. Jelaskan kepada keluarga tentang: pengertian, tanda dan gejala, penyebab menarik diri
17. diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugiantidak minum obat, nama
obat,warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat
18. pantau klien saat penggunaan obat
19. beri pujian jika klien mengguanakan obat dengan benar
20. diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
21. anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan

Daftar pustaka

Doenges, Marilynn. “Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri”. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, Ed3. 2006
Videbeck, Sheila. “ Buku Ajar Keperawatan Jiwa”. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. 2008
Nursing Diagnoses : Defitotins and Clasification. NANDA, Philadhelpia
Townsend, MC: Nursing Diagnosis in Psyciatric Nursing: A Pocket Guide for Care plan contruction, ED4. FA Davis, Philadelphia, 1997.

Senin, 28 November 2011

MAKALAH TUTOR KEPERAWATAN JIWA “GANGGUAN DEPRESI”

PEMBIMBING:
INTAN, S.KEP.NS.
KELOMPOK 4
1. NURIL IMANIA KAMILA (090201047)
2. BUDHI SANTOSA (090201050)
3. ERWI ROSALINA (090201051)
4. SUMIN TATIK LESTARI (090201052)
5. MEIGA ANGGRAINI (090201053)
6. STALASATUN KHASANAH (090201055)
7. ARIFAH NUR KHASANAH (090201056)
8. DEWI RATIH MERDEKA WATI (090201057)
9. FITRIANA SITORESMI (090201058)
10. RAHAYU MARTHA SUSIANTI (090201059)
11. IIN INDRAYATI (090201060)
12. INDRI WULANSARI (090201061)
13. MUH FERY SETIAWAN (090201062)
14. ANGGUN PUTRI PERTIWI (090201063)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2010
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan depresi adalah Penyakit suasana hati lebih dari sekedar kesedihan atau sekedar duka cita dan bertahan lama. Selain itu depresi juga berarti suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan, dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam.
Biasanya depresi mempunyai cirri-ciri yang berupa perasaan atau emosi yang disertai komponen sikologik: rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatic: anoreksia,konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari diam dan sedih, terutama pada pasien yang kecewa karena tidak berhasil dalam menyelesaikan masalahnya.

BAB II
SCENARIO 3
Seorang gadis usia 25 th, berhaasil diselamatkan seteah tadi pagi melakukan percobaan bunuh diri dengan minum obat serangga. Keluarga melaporkan bahwa beberapa bulan terakhir ini putrinya terlihat murung dan lebih suka menyendiri dikamar, saat pengkajian pasien mengatakan putus asa, merasa bingung apa yang harus dilakukan. Klien adalah mahasiswi tingkat akhir yang telah memasuki semester ke-10. Skripsi yang dikerjakannya mengalami kebuntuan bahkan sekarang klien merasa tidak ada semangat lagi untuk mengerjakan , selalin itu klien juga merasa malas untuk berativitas yang lain termasuk ke kampus , hingga merasa bahwa mengakhiri hidup adalah jalan yang lebih baik.
STEP 1
KATA SULIT
Putus asa: gampang menyerah sebelum mencapai tujuan
Murung:tidak bahagia, sedih, susah, gundah gulana
STEP 2
Pertanyaan: pengertian depresi,tanda dan gejala dari depresi
Masalah: depresi


STEP 3-STEP 4
Pengertian depresi: perasaan seseorang yang sedih dan pesimis karena dia tidak dapat memenuhi keinginannya.
Tanda dan gejala: sedih, murung, gelisah, letih, tidak punya semangat hidup, cepat marah, frustasi.
STEP 5
1. Konsep dasar depresi
2. Rentang respon
3. Factor predisposisi dan presipitasi
4. Klasifikasi depresi
5. Identifikasi terhadap stressor
6. Mekanisme dan sumber koping
7. Pemeriksaan status mental pasien
8. Tahap penanganan
9. Pemeriksaan diagnosis medis
10. Askep







STEP 6-STEP 7
1. KONSEP DASAR DEPRESI
Pengertian Depresi:
• Penyakit suasana hati lebih dari sekedar kesedihan atau sekedar duka cita dan bertahan lama.
• Suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan, dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam.
• Suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen sikologik: rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatic: anoreksia,konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Penyebab
• Peristiwa kehidupan sehari-hari atau perubahan kimia dalam otak
• Efek samping obat
• Penyakit fisik
• Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak terutama serotonin
• Faktor psikologis karena tekanan beban psikis, dampsk pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi sosial
• Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya
• Efek samping obat
• Beberapa penyakit fisik
Tanda dan gejala
• Merasa sedih
• Kehilangan gairah untuk aktivitas
• Kelelahan atau merasa lamban dan lesu
• Kesulitan konsentrasi
• Masalah tidur
• Merasa bersalah, tidak berharga dan putus asa
• Nafsu makan berkurang dan berat badan turun
Faktor resiko
• Keluarga dengan mempunyai riwayat penyakit jiwa
• Penggunaan alkohol yang berlebihan atau narkoba
• Kurang dukungan social
• Kegagalan terapi
• Belum mengungkapkan status HIV
2. RENTANG RESPON DEPRESI
RENTANG RESPONS

Respon adaftif Respon maladaftif


Respon reaksi berduka supresi emosi penundaan depresi/mania
emosional tak terkomplikasai reaksi berduka

1. Respon emosional termasuk dipengaruhi oleh dan berpern aktif dalam dunia internal dan eksternal seseorang. Tersirat bahwa orang tersebut terbuka dan sadar akan perasaannya sendiri.
2. Reaksi berduka takterkomplikasi terjadi sebagai respon terhadap kehilangan dan tersirat bahwa seseorang sedang menhadapi suatu kehilangan yang nyata serta terbenam dalam proses berdukanya.
3. Supresi emosi mungkin tampak sebagai penyangkalan (denial) terhadap perasaan sendiri, terlepas dari perasaan tersebut, atau internalisasi terhadap semua aspek dari dunia afektif seseorang.
4. Penundaan reaksi berduka adalah ketiadaan yang persistan respon emosional terhadap kehilangan. Ini dapat terjadi pada awal proses berkabung, dan menjadi nyata pada proses berduka, atau keduanya. Penundaan dan penolakan proses berduka kadang terjadi bertahun-tahun.

5. Depresi atau melankolia adalah suatu kesedihan dan perasaan duka yang berkepanjangan atau abnormal. Dapat digunakn untuk menunjukkan berbagai fenomena, seperti tanda, gejala, sindrom, keadaan emosional, reaksi, penyakit, atau entitas klinis.
3. FAKTOR PREDISPOSISI
• Faktor genetik , transimisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis keturunan.
• Berbalik pada diri sendiri , perasaan marah yang dialihkan pada diri sendiri. (kehilangan obyek atau orang ) sehingga menyalahkan diri sendiri.
• Faktor perkembangan , individu tidak berdaya mengatasi kehilangan.
• Akibat gangguan perkembangan terhadap penilaian diri ( pesimis , tidak berharga , tidak ada harapan )
• Modal belajar ketidakberdayaan adanya pengalaman kegagalan , menjadi pasif dan tidak mampu menghadapi masalah .
• Modal perilaku karena kurang penguatan positif selama bereaksi dengan lingkungan .
• Modal biologi , perubahan kimiawi , defisiensi katekolamin , tidak berfungsinya endokrin dan hipersekresi kortisol.

FAKTOR PRESIPITASI
• Faktor biologis
o Ketidak seimbangan metabolisme, kususnya obat anti hipertensi dan zat adiktif
• Faktor Psikologis
o Kehilangan kasih sayang (kehilangan cinta, harga diri )
o Faktor sosiokultural
o Kejadian penting dalam kehidupan
o Banyak peran dan konflik peran
4. KLASIFIKASI
F32 Episode Depresif
Gejala utama:
• Afek depresif
• Kehilangan minat dan kegembiraan
• Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keaadaan mudah lelah
Gejala lainnya:
• Konsentrasi dan perhatian berkurang
• Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
• Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
• Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
• Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
• Tidur terganggu
• Nafsu makan berkurang
F32.0 Episode Depresif Ringan
• Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut diatas
• Di tambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
• Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
• Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
• Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan
F32.1 Episode Depresif Sedang
• Sekurang-kurangnya ada 2 dari 3 gjala utama depresi seperti pada episode depresi ringan
• Ditambah sekurang-kurangnya 3 dari gejala lainnya
• Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu
• Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
• Semua 3 gejala utama depresi harus ada
• Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gjala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat
• Bila ada gejala penting yang mencolok, mka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci
• Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegagkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
• Sangat tidak mingkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga,kecuali pada taraf yang sangat terbatas
F32.3 Episode Depresif Berat denagan Gejala Psikotik
• Episode depresi berat yang memenuhi kriteria F32.2
• Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat manuju pada stupor, jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan efek (mood congruent)




5. PENILAIAN TERHADAP STRESOR
Stressor kognitif afektif fisiologi Perilaku sosial diagnosa
Biologi
1.cacat -mencela diri
-pesimis
-pikiran yang destruktif tentang diri -putus asa
-harga diri rendah
-rasa tidak berharga -gangguan pencernaan
-anorexia
-perubahan berat badan
-insomnia -mudah tersinggung
-kebersihan diri kurang
-menangis
-perubahan tingkat aktifitas
-imobilitas -isolasi sosial
-menarik diri




Resirga diri resiko bunuh diri b.d harga diri
Psikologis
-konsep diri
-trauma
-tidak ada
-tidak ada coping
-kehilangan sesuatu yang di sayang -pesimis
-kebingungan
-tidak mampu konsentrasi
-kehilangan minat dan motifasi
-menyalahkan diri sendiri -kemarahan
-Rasa bersalah
-kesepian
-kesedihan -gangguan pencernaan
-anorexia
-perubahan berat badan
-insomnia -menangis
-perubahan tingkat aktifitas -isolasi sosial
-menarik diri
Sosial budaya
-beban hidup
(bikin skripsi)
-persaingan -tidak mampu konsen
-kehilangan minat dan motifasi
-pikiran yang destruktif tentang diri
-kebingungan -putus asa
-ketidak berdayaan
-murung -gangguan pencernaan
-anorexia
-perubahan berat badan
-insomnia


6. MEKANISME KOPING
Diagnose Kemampuan personal Aset materi Baksos Keyakinan positif
Resiko bunuh diri -putus asa
-Tidak ada motofasi untuk melanjutkan aktifitas
-ada biaya -keluarga
- tenaga kesahatan Tidak ada


7. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL :
a. deskripsi umum
1. penampilan: seorang wanita 25 tahun
2. kesadaran normal
3. perilaku dan aktifitas psikomotor: tidak ada
4. pembicaraan: bisa di ajak komunikasi dengan baik
5. sikap terhadap pemeriksa: kooperatif
b. keadaan afektif
1. mood: sulit dinilai
2. afek: tumpul
3. empati: tidak dapat dirabarasakan
c. fungsi intelektual kognitif
1. taraf pendidikan, pengetahuan umum, kecerdasan: sesuai dengan tingkat pendidikan umum
2. daya konsentrasi: baik
3. orientasi (waktu,tempat,orang): baik
4. daya ingat: baik
5. pikiran abstrak: buruk
6. bakat kreatif: tidak ditelusuri
d. gangguan persepsi
1. halusinasi: tidak ada
2. ilusi: tidak ada
3. depersonalisasi dan derealisasi: tidak ada
e. proses berfikir
1. arus pikiran
produktifitas: ada
2. isi pikiran
gangguan pikiran: putus asa
8. PENANGANAN
• CBT (cognitive behavioral therapy )
o Digunakan untuk memperbaiki distorsi cognitive dalam memandang diri dan masa depan sehingga akan memunculkan suatu kekuatan diri dalam dirinya bahwa dirinya mampu untuk mengatasi masalah tersebut.
• Psyhodinamic psychotherapy
o Membantu remaja memahami, mengidentifikasi perasaan, meningkatkan rasa PD , meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengatasi konflik yang sedang dialami.
• Interpersonal pshycoteraphy
o Untuk mengatasi depresi yang disebabkan oleh peristiwa – peristiwa yang menyebabkan kesedihan / trauma , kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain .
• Terapi suportik
o Untuk mengurangi taraf depresi.

9. DIAGNOSA MEDIS
Gangguan depresi menurut PPDGJ III dibagi menjadi :
F.32.0 episode depresi ringan
F.32.1 episode depresif sedang
F.32.2 episode depresi berat tanpa gejala psikotik
F.32.3 episode depresif berat dengan gejala psikotik


10. ASKEP
PENGKAJIAN
A. Data subjektif
o Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara
o .Sering mengemukakan keluhan somatik.
o Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri
B. Data obyektif:
o Gerakan tubuh yang terhambat,
o tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot,
o ekspresi wajah murung,
o gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.Kadang kadang dapat terjadi stupor
o . Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis
o .Proses berpikir terlambat, seolah olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional),
PERENCANAAN
NO DX TUJUAN INTERVENSI
1 Resiko mencederai diri b.d depresi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam klien tidak mencederai diri
Kriteria hasil :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat menggunakan koping adaftif
3. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
4. Klien dapat meningkatkan harga diri
5. Klien dapat menggunakan dukungan social
6. Klien dapat menggunakan obat dengan baik dan benar 1. Perkenalkan diri dengan klien
2. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati
3. Dengarkan pernyataan pasien dengan sikap sabar empati
4. Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginan
5. Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti
6. Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien
7. Tanyakan pada pasien cara yang biasadilakukan mengatasi perasaan sedih atau menyakitkan
8. Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
9. Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping
10. Beri dorongan pada klien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima
11. Beri dorongan pada klien untuk mencoba koping yang telah dipilih
12. Pantau dengan seksama resiko bunuh diri atau melukai diri sendiri
13. jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan oleh pasien untuk mencederai dirinya atau orang lain, ditempat yang aman dan terkunci
14. jauhkan alat yang membahayakan pasien
15. awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah di pantau oleh petugas
16. bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputus asaannya
17. kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu
18. bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan ( misal : hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan )
19. kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu ( orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan)
20. kaji sistem pendukung keyakinan ( nilai, pengalamn masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama)
21. lakukan rujukan sesuai indikasi ( konseling pemuka agama)
22. diskusikan tentang obat ( namam dosis, frekuensi, efek dan efek smping minum obat)
23. bantu dengan menggunakan obat dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, obat, dosis, cara, waktu)
24. anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan
25. beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan depresi adalah Gangguan depresi adalah Penyakit suasana hati lebih dari sekedar kesedihan atau sekedar duka cita dan bertahan lama. Selain itu depresi juga berarti suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan, dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam.
Biasanya depresi mempunyai ciri-ciri yang berupa perasaan atau emosi yang disertai komponen sikologik: rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatic: anoreksia,konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari diam dan sedih, terutama pada pasien yang kecewa karena tidak berhasil dalam menyelesaikan masalahnya.
Manifestasi klinis gangguan ini adalah lebih suka menyendiri , putus asa , merasa bingung dengan apa yang harus dilakukan , malas untuk beraktivitas .
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :episode depresi ringan , episode depresi sedang , episode depresi berat tanpa psikotik dan episode depresi berat dengan gejala psikotik.




DAFTAR PUSTAKA


___. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura.
Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta
Kaplan, B.J., Sadock, V.A, 2007, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry :
Behavioral
Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan.
Airlangga University Press : Surabaya
Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga :
Jakarta
Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka
Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan
Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat.
Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta
Powered by Blogger