Sebagi lanjutan tentang kisah walisanga, yaitu Sunan Kalijaga yang berjudul Pertemuan Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang, Kali ini tentang perjalanan Raden Said atau Sunan Kalijaga yang mencari guru sejati.
Kisahnya.
Setelah menyaksikan betapa hebat karomah orang yang berjubah puith itu yang tak lain adalah Sunan Bonang, Putra dari Sunan Ampel yang bermukim di Surabaya.
Karomah Sunan Bonang yang mampu merubah buah aren menjadi emas seluruhnya merupakan keajaiban, dan bukan sembarang orang bisa melakukannya.
Ucapan-ucapan dari orang tua berjubah putih tersebut masih terngiang di telinganya, yaitu tentang beramal dengan barang haram yang disamakan dengan mencuci pakaian dengan air kencing, tentang berbagai hal yang terkait dengan upaya memberantas kemiskinan.
Raden Said memutuskan untuk mengejar orang itu. Segenap kemampuan dikerahkannya untuk berlari cepat hingga akhirnya dia dapat melihat bayangan orang itu dari kejauhan.
Sepertinya orang tua itu berjalan santai saja dalam melangkahkan kaki, tapi Raden Said tak pernah bisa menyusulnya. Jatuh bangun, terseok-seok dan berlari lagi. Demikianlah, setelah tenaganya terkuras habis, dia baru sampai dibelakang lelaki berjubah putih itu.
Raden Said Meminta jadi Murid.
Lelaki berjubah putih itu berhenti bukan karena kehadiran Raden Said melainkan di depannya terbentang sungai yang cukup lebar. Tak ada jembatan penyeberangan dan sungai itu tampaknya dalam, dengan apa dia akan menyeberang.
"Tunggu...," ucap Raden Said ketika melihat orang tua itu hendak melangkahkan kakinya lagi untuk melewati sungai.
Dengan terengah-engah Raden Said berkata,
"Sudilah kiranya Tuan menerima saya sebagai murid...." pintanya dengan nafas turun naik dengan cepatnya.
"Menjadi muridku?" tanya lelaki itu sembari menoleh ke belakang.
"Mau belajar apa?" imbuhnya lebih lanjut.
"Apa saja, asal Tuan menerima saya sebagai murid," jawan Raden Said.
"Berat...berat sekali anak muda. Bersediakah engkau menerima syarat-syaratnya?" tanya lelaki berjubah putih.
"Saya bersedia," jawan Raden Said.
Lelaki tua itu kemudian menancapkan tongkatnya di tepi sungai. Raden Said diperintahkan menungguinya. Tak boleh beranjak dari tempat itu sebelum lelaki itu kembali untuk menemui Raden Said.
Raden Said menerima syarat ujian itu.
Selanjutnya, lelaki berjubah putih itu menyeberangi sungai.
Sepasang mata Raden Said terbelalak karena heran, lelaki itu berjalan di atas air bagaikan berjalan di daratan saja. Kakinya tidak basah terkena air. Ia semakin yakin bahwa calon gurunya itu adalah seorang lelaki berilmu tinggi, waskita dan mungkin saja golongan para wali.
Semedi Berakhir.
Setelah lelaki itu hilang dari pandangan Raden Said, pemuda itu duduk bersila. Dia teringat suatu kisah ajaib yang dibacanya di dalam Al Qur'an yaitu Kisah Ashabul Kahfi. Maka ia pun segera berdoa kepada Allah SWT agar ditidurkan seperti para pemuda di Gua Kahfi ratusan tahun silam.
Doa Raden Said dikabulkan oleh Allah SWT. Raden Said tertidur dalam semedinya selama 3 tahun.
Akar dan rerumputan telah merambati sekujur tubuhnya dan hampir menutupi sebagian besar anggota tubuhnya.
Setelah 3 tahun lamanya, lelaki berjubah putih itu datang untuk menemui Raden Said. Tapi Raden Said tidak bisa dibangunkan.
Raden Said baru bisa dibangunkan setelah lelaki berjubah putih itu mengumandangkan Azan.
Kemudian tubuh Raden Said dibersihkan dan diberi pakaian baru yang bersih. Selanjutnya Raden Said dibawa ke Tuban.
Mengapa dibawa ke Tuban?
Ya karena lelaki berjubah putih itu adalah Sunan Bonang, salah seorang putra Sunan Ampel yang diberi tugas oleh ayahnya untuk berdakwah di sana.
Meski demikian, kehadiran Raden Said tidak diketahui oleh keluarganya.
Raden Said kemudian diberi pelajaran agama sesuai dengan tingkatannya, yakni tingkat para Wali Allah, Waliullah.
Di kemudian hari, Raden Said terkenal denagn sebutan Sunan Kalijaga.