Rabu, 07 Desember 2011

MAKALAH KONSEP KESEHATAN JIWA TUNAWISMA

Disusun Untuk Memenui Tugas
Pada Pelajaran Keperawatan Jiwa

Disusun Kelompok V :

Nabila Fatma ( 090201045 )
Citra Rinandari ( 090201046 )
Nuril Imania Kamila ( 090201047 )
Budhi Santosa ( 090201050 )
Erwi Rosalina ( 090201051 )
Sumintatik Lestari ( 090201052 )
Meiga Anggraini ( 090201053 )
Stalasatun Khasanah ( 090201055 )
Arifah Nur Khasanah ( 090201056 )
Dewi Ratih Merdeka Wati ( 090201057 )


PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN AISYIYAH YOGYAKARTA
Tahun Pelajaran 2010/2011
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut WHO kesehatan jiwa adalah keadaan sehat fisik, mental, dan social, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. (Sheila L. Videbeck, 2008)
Tunawisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. (http://id.wikipedia.org/wiki/Tunawisma)
Sebagai pembatas wilayah dan milik pribadi, tuna wisma sering menggunakan lembaran kardus, lembaran seng atau aluminium, lembaran plastik, selimut, kereta dorong pasar swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan geografis dan negara tempat tunawisma berada.Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seringkali hidup dari belas kasihan orang lain atau bekerja sebagai pemulung. Gelandangan adalah istilah dengan konotasi negatif yang ditujukan kepada orang-orang yang mengalami keadaan tuna wisma.
Kemiskinan yang sampai saat ini belum dapat teratasi sangat mempengaruhi keadaan penduduknya di suatu negara. Salah satu dampak dari kemiskinan yaitu dengan munculnya para tunawisma.
Tuna Wisma tidak saja merupakan penyakit, namun merupakan suatu kehidupan yang dijadikan permasalahan bagi pemerintah. Karena para tuna wisma tersebut dapat meresahkan dan mengganggu.
Adapun secara spesifik ciri-ciri tunawisma yaitu sebagai berikut:
• Para tuna wisma tidak mempunyai pekerjaan
• Kondisi pisik para Tuna wisma tidak sehat.
• Para Tuna Wisma biasanya mencari-cari barang atau makanan disembarang tempat demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
• Para Tuna Wisma hidup bebas tidak bergantung kepada orang lain ataupun keluarganya.
Ada berbagai alasan yang menjadikan seseorang memilih untuk menjalani hidupnya sebagai seorang Tuna Wisma, antara lain :
• Segi ekonomi.
Kemiskinan merupakan factor utama. Kemiskinan menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan papan, sehingga mereka berempat tinggal di tempat-tempat umum . Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya pendidikan sehingga tidak mempunyai ketrampilan dan keahlian untuk bekerja. Hal ini berefek pada anak-anak mereka. Mereka tidak mampu untuk membiayai anak-anaknya sekolah sehingga anak-anak mereka juga ikut jadi tuna wisma.
• Anak yang ditinggalkan orang tuanya.
Anak yang ditinggal orang tuanya atau tidak mempunyai orang tua, saudara dan tempat tinggal maka mereka mencari tempat berteduh di tempat umum.
• Kurang kasih sayang
Berbagai penyebab sehingga anak merasa kurang diperhatikan, kurang kasih saying orang tuanya maka ia turun kejalan dan mencari komunitas yang mau menerima dia apa adanya.
• Lansia yang ditelantarkan oleh keluarganya.
• Penggusuran karena perkembangan industri.
• Pengangguran karena kemajuan IPTEK akibatnya tenaga kerja kurang terlatih tersingkir sehingga di PHK.
Cerita-cerita di kampung halaman tentang kesuksesan perantau kerap menjadi buaian bagi putra daerah untuk turut meramaikan persaingan di kota besar. Beberapa di antaranya memang berhasil, namun kebanyakan dari para perantau kurang menyadari bahwa keterampilan yang mumpuni adalah modal utama dalam perantauan. Sehingga mereka yang gagal dalam merengkuh impiannya, melanjutkan hidupnya sebagai tunawisma karena malu bila pulang ke kampung halaman.
Masalah kependudukan di Indonesia pada umumnya telah lama membawa masalah lanjutan, yaitu penyediaan lapangan pekerjaan. Dan bila kita meninjau keadaan dewasa ini, pemerataan lapangan pekerjaan di Indonesia masih kurang. Sehingga kota besar pada umumnya mempunyai lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih besar daripada kota-kota kecil. Hal inilah yang menjadi penyebab keengganan tuna wisma untuk kembali ke daerahnya selain karena perasaan malu karena berpikir bahwa daerahnya memiliki lapangan pekerjaan yang lebih sempit daripada tempat dimana mereka tinggal sekarang. Mereka memutuskan untuk tetap meminta-minta, mengamen, memulung, dan berjualan seadanya hingga pekerjaan yang lebih baik menjemput mereka.
Selain itu, masalah yang sampai saat ini belum teratasi yaitu kemiskinan yang sangat mempengaruhi munculnya tuna wisma. Permasalahan yang sangat dirasakan oleh kaum miskin yaitu permasalahan sosial ekonomi mereka, yakni karena mereka tidak mempunyai ekonomi yang cukup mereka tidak bisa membeli rumah sehingga mereka memutuskan untuk menjadi tuna wisma (gelandangan).


BAB II
PERMASALAHAN KESEHATAN JIWA TUNAWISMA

Salah satu penyebab mengapa tuna wisma di permasalahkan yaitu karena kebanyakan para tuna wisma tinggal di permukiman kumuh dan liar, menempati zona-zona publik yang sebetulnya melanggar hukum, biasanya dengan mengontrak petak-petak di daerah kumuh di pusat kota atau mendiami stren-stren kali sebagai pemukim liar. Adapun dampak lain dari tunawisma adalah sebagai berikut :
1. Kebersihan dan Kesehatan
Rumah mereka seadanya, sehingga sangat jauh dari kriteria rumah sehat. Perilaku hidup bersih sangat kurang. Ventilasi dan penerangan kurang dll. Sehinga muncul berbagai masalah kesehatan. Mereka tidak memperhatikan hal ini karena untuk makakn saja mereka hampir tidak bias terpenuhi. Mereka tidak mempunyai cukup dana untuk memelihara kesehatan dan pengobatan. Hal yang berkepanjangan ini akan menyebabkan putus asa dan dan depresi.
2.. Tindak Kekerasan sesama tuna wisma
Perebutan atau persaingan lahan pencari makan menyebabkan mereka sering terjadi konflik. Dengan perjanjian tertentu, misal jika kalah bersedia untuk menjauh dari lingkungan konflik. Dengan begitu pihak yang menang akan merasa merajai daerah konflik dan bisa saja pihak kalah menjadi pembantun pihak yang menang. Bagi pihak yang kalah hal ini akan menimbulkan tekanan yang berkepanjangan sehingga menimbulkan depresi.
3. Dimanfaatkan dan disiksa
Anak – anak kecil banyak yang dimanfaatkan untuk mengemis dan menyetorkan sejumlah uang setiap harinya. Dengan begitu bagi pihak yang memanfaatkan tanpa keluar keringat akan mendapatkan uang. Dan hal ini akan mengganggu kesehatan jiwa anak, dia merasa tertekan karena takut biasanya diancam kalau tidak dapat uang akan disiksa
4. kekerasan seksual
Banyak tunawisma yang mendapat pelecehan seksual. Karena lingkungan yang jauh dari kata beradab dan tidak adanya aturan yang jelas dari lingkungan maka kerap kali banyak kasus pemerkosaan dan sodomi terhadap tunawisma. Baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Hal ini karena pelaku memerlukan pelampiasan dan tunawisma adalah korban terbesarnya. Korban akan mengalami trauma dan akhirnya bisa menimbulkan gangguan jiwa dan berisiko untuk bunuh diri.


BAB III
PENANGANAN YANG DILAKUKAN TERHADAP TUNAWISMA

Permasalahan tuna wisma sampai saat ini merupakan masalah yang tidak habis-habis, karena berkaitan satu sama lain dengan aspe-aspek kehidupan. Namun pemerintah juga tidak habis-habisnya berupaya untuk menanggulanginya. Dengan berupaya menemukan motivasi melalui persuasi dan edukasi terhadap tunawisma supaya mereka mengenal potensi yang ada pada dirinya, sehingga tumbuh keinginan dan berusaha untuk hidup lebih baik.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah (Pemda) selama ini cenderung kurang menyentuh stakeholdernya, atau pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan dalam peraturan. Salah satu contoh penanganan Mengenai tunawisma yang dilakukan oleh pemda DKI Jakarta pada tahun 2007 yaitu telah membuat Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum. Perda yang merupakan revisi dari Perda No. 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum ini antara lain berisi larangan penduduk untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, pengelap mobil, maupun menjadi orang yang menyuruh orang lain melakukan aktivitas itu.
Perda ini secara langsung memberikan dampak besar bagi kaum tuna wisma mengingat para tuna wisma belum dikenai mekanisme mengenai pelangsungan hidup mereka. Mekanisme yang mungkin agak baik adalah dibangunnya Panti Sosial penampung para tunawisma (gelandangan). Namun sekali lagi, efektifitasnya dirasa kurang karena Panti Sosial ini sebenarnya belum menyentuh permasalahan yang sebenarnya dari para tunawisma lansia, yaitu keengganan untuk kembali ke kampung halaman. Sehingga yang terjadi di dalam praktek pembinaan sosial ini adalah para tunawisma yang keluar masuk panti social
Penanganan terhadap kaum tunawisma pun di atur dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 34 Ayat (1) yang berbunyi, “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” sebenarnya menjamin nasib kaum ini. Namun Undang-Undang belum dapat terlaksanakan di seluruh lapisan masyarakat, dikarenaka bahwa kebijakan pemerintah selama ini hanyalah kebijakan yang menyentuh dunia perkotaan secara makroskopis dan bukan mikroskopis. Pemerintah daerah cenderung menerapkan kebijakan-kebijakan yang tidak memberikan mekanisme lanjutan kepada para stakeholder sehingga terkesan demi menjadikan sesuatu lebih baik, mereka mengorbankan hak-hak individu orang lain
Adapun dalam sebuah penelitian cara penanggulangan terhadap tunawisma diterapkan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a.Tahap persiapan
Karena tuna wisma biasanya tidak mempunyai tempat tinggal, maka suatu hal yang esensial bila mereka ditanggulangi dengan memotivasi mereka untuk bersama-sama dikumpulkan dalam duatu tempat, seperti asrama atau panti sosial. Tujuan dalam tahap ini yaitu untuk berusaha memasuki atau mengenal aktivitas atau kehidupan para tuna wisma.

b. Tahap Penyesuaian diri
Setelah para tuna wisma dikumpulkan, kemudian mereka harus belajar menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru, dimana berlaku aturan-aturan khusus.
c. Tahapan Pendidikan yang Berkelenjutan
Setelah beberap para tuna wisma dalam lingkungan tersebut diadakan evaluasi mengenai potensi mereka untuk belajar dengan maksud supaya mendapatkan pendidikan yang lebih layak.
Selain itu, dibawah ini terdapat solusi dalam menangani Tunawisma yaitu :
• Memberikan pendidikan agama yang kuat dalam keluarga.
• Melakukan pencegahan dengan cara memberikan penyuluhan / konseling, memberikan pendidikan pelatihan keterampilan.
• Dengan pengadaan rumah singgah dan diberikan berbagai pelatihan dan pendidikan.
• Transmigrasi.
• Menampung dipanti asuhan, panti sosial dan panti jompo.
• Tugas pemerintah untuk menangani masalah perkotaan pada umumnya dan tunawisma pada khususnya adalah menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak di kota-kota kecil.
• Rencana pembangunan pemerintah seharusnya mengedepankan pembangunan secara merata sehingga tidak timbul “gunung dan lembah” di negara, pembangunan hendaknya dilakukan dengan pola “dari desa ke kota” dan bukan sebaliknya. Sehingga, masing-masing putra daerah akan membangun daerahnya sendiri dan mensejahterakan hidupnya.
• Melakukan Pembinaan kepada para Tunawisma dapat dilakukan melalui panti dan non panti, tetapi pembina harus mengetahui asal usul daerahnya serta identifikasi penyebab yang mengakibatkan mereka menjadi penyandang masalah sosial itu.
• Kalau para Tunawisma disebabkan faktor ekonomi atau pendapatan yang kurang memadai, mereka bisa diberi bekal berupa pelatihan sesuai potensi yang ada padanya, di samping bantuan modal usaha.
• Mengembalikan para tunawisma ke kampung mereka masing-masing.
Dengan mekanisme yang lebih menyentuh permasalahan dasar para tunawisma tersebut diharapkan masalah tunawisma di kota besar dapat teratasi tanpa menciderai hak-hak individu mereka dan malah dapat membawa para gelandangan kepada kehidupan yang lebih baik.
Namun, mekanisme di atas merupakan tindakan jangka panjang dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terealisasi, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antar generasi kepemerintahan agar hal tersebut dapat terwujud dan pada akhirnya kesejahteraan bangsa dapat lebih mudah dicapai.






Diagnosa Yang muncul:
1. Kurang perawatan diri mandi atau kebersihan b.d hambatan lingkungan
2. Resiko kekerasan terhadap diri sendiri b.d kesehatan mental ( depresi berat, psikokis, gangguan personalitas berat, penyalahgunaan alcohol/obat )
3. Resiko kekerasan terhadap orang lain b.d kerusakan kognisi (tidak mampu belajar, gangguan penurunan perhatian, penurunan fungsi intelektual )
4. Pola seksualitas tidak efektif b.d kurang pengetahuan/ ketrampilan mengenai respon alternative terhadap kesehatan yang berubah

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KURANG PERAWATAN DIRI

Pengkajian :
• Pemeriksaan status mental:
 Tingkat kesadaran: SADAR/TIDAK SADAR
 Memori: MAMPU MENGINGAT MEMORI JANGKA PENDEK/JANGKA PANJANG
 Konsentrasi atau kalkulasi: DAYA KEMAMPUAN BERHITUNG DAN FOKUS
 Informasi dan intelegensi
 Penilaian: MAMPU MEMBUAT KEPUTUSAN DARI BERBAGAI PILIHAN DENGAN ALASAN TERTENTU/TIDAK
 Penghayatan atau insight: MAMPU MEMAHAMI KEADAAN DIRI/ TIDAK
• Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
• Ketidak mampuan berhias atau berdandan ditandai dengan rambut acak – acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki- laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
• Ketidak mampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidak mampuan mengambil makanan sendiri, makan bececeran dan tidak pada tempatnya.
• Ketidak mampuan BAB/BAK secara mandiri, di tandai dengan BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.

Tindakan keperawatan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien dapat mlakukan perawatan diri secara mandiri
kriteria hasil:
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
2. Pasien mampu melakukan berhias atau berdandan secara baik.
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Tindakan keperawatan:
1. Melatih pasien cara- cara perawatan kebersihan diri
a. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri
b. Menjelaskan alat- alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara- cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

2. Melatih pasien berdandan atau berhias
Untuk pasien laki-laki:
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
Untuk pasien wanita:
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makanan
b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d. Prkaktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB/BAK






BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Tuna Wisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Tuna Wisma pada di berbagai negara termasuk di Indonesia merupakan suatu permasalahan yang sangat sulit di tangani dan melanggar hukum juga sangat mengganggu kesejahteraan suatu negara atau pun kota. Para tunawisma sangat rentan mengalami kekerasan fisik dan kekerasan seksual yang bisa mengganggu kesehatan jiwanya.

SARAN
1. Diharapkan kepada pemerintah untuk lebih berpartisipasi dan memberikan perhatian yang lebih dalam menangani permasalahan para tuna wisma.
2. Petugas kesehatan ikut serta memperhatikan kesehatan jiwa tunawisma dengan cara memberi promosi kesehatan agar meminimalisir gangguan jiwa akibat kekerasan fisik dan kekerasan seksual.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Keperawatan Jiwa/Sheila L. Videbeck:alih bahasa, Renata Komalasari, Alfrina Hany:editor edisi Bahasa Indonesia, Pamilih Eko Karyuni.Jakarta:EGC,2008
2. Nursing Diagnoses:Definition and Classification 2005-2006/NANDA:alih bahasa, Budi Santosa:editor, Budi Santosa:Prima Medika,2005
3. TIM MPKP:MODUL MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN JIWA PROFESIONAL.Jakarta,2006
4. http://www.voanews.com/indonesian/news/a-32-a-2004-11-09-10-1-85098387.html
5. http://spinaisiadika.wordpress.com/2010/12/
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Tunawisma
Powered by Blogger