PENDAHULUAN
Akromegali dan gigantisme merupakan penyakit kronis yang diakibatkan oleh kelebihan GH (growth hormone) / IGF-1 (insulin like growth factor-1) yang dapat mengganggu faal jantung dan pernapasan sehingga meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Penyebab kematian tersering pada akromegali adalah penyakit kardiovaskuler.
Kelebihan GH pada masa kanak-kanak, dimana lempeng epifisis (epiphyseal plate) pada ujung-ujung tulang panjang masih belum tertutup, akan berakibat timbulnya tubuh raksasa (gigantisme). Apabila kelebihan GH terjadi setelah dewasa, dimana lempeng efisisnya sudah menutup maka yang terjadi adalah akromegali. Pada umumnya pasien gigantisme juga menunjukkan gambaran akromegali. Penyakit ini jarang sekali. Insiden pasien baru adalah 3 – 4 / 1 juta penduduk / tahun. Usia rata-rata pada saat ditegakkannya diagnosis akromegali adalah 40 – 45 tahun.
Peningkatan GH / IGF-1 biasanya akibat tumor hipofisis yang menghasilkan GH (somatotroph tumor). Penyebab lain yang sangat jarang adalah peningkatan GHRH (growth hormone releasing hormone) yang dihasilkan oleh tumor-tumor hipotalamus dan GHRH / GH ektopik dari tumor-tumor non endokrin.
Timbulnya gambaran klinis berlangsung perlahan-lahan dimana waktu rata-rata antara mulai keluhan sampai terdiagnosis berkisar sekitar 12 tahun. Gambaran klinis akromegali / gigantisme dapat berupa akibat kelebihan GH / IGF-1 dan akibat massa tumor sendiri.
Pengobatan pada kasus dini dengan pembedahan tumor, obat-obatan dan penyinaran dapat memperbaiki kualitas hidup pasien.
ETIO PATOFISIOLOGI
Sekresi GH oleh sel-sel somatotroph hipofisis anterior di kendalikan oleh 2 faktor dari hipotalamus, yaitu :
1. GHRH, yang merangsang sekresi GH
2. Somatostatin yang menghambat sekresi GH.
GH merangsang produksi IGF-1 (= somatomedin C = SM-C) di hati (terutama) dan jaringan lain. IGF merupakan mediator utama bagi efek GH dalam merangsang pertumbuhan.
Lebih dari 95% kasus akromegali disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan GH secara berlebihan. Pada saat diagnosis ditegakkan, 75% pasien akromegali menunjukkan adanya makroadenoma (diameter tumor > 1 cm) dan sebagiannya telah meluas ke daerah paraselar dan supraselar. Amat jarang akromegali disebabkan oleh GH/GHRH ektopik yang diproduksi oleh tumor-tumor ganas. Peningkatan kadar GH dalam darah pada penderita akromegali semata-mata akibat produksi GH yang berlebihan, bukan akibat gangguan distribusi atau klirens GH.
Efek patologis dari kelebihan GH antara lain pertumbuhan berlebihan di daerah acral (macrognathia, pembesaran struktur tulang muka, pembesaran tangan dan kaki, pertumbuhan berlebihan alat-alat viseral, (seperti makroglosia, pembesaran otot jantung, thyroid, hati, ginjal), antagonisme insulin, retensi nitrogen dan peningkatan risiko polip / tumor kolon.
EPIDEMIOLOGI
Kekerapan akromegali di Amerika Serikat adalah 3 – 4 kasus baru per juta penduduk pertahun dengan umur rata-rata 40 – 45 tahun.
Tidak terdapat perbedaan kekerapan ditinjau dari segi jenis kelamin dan ras. Umur (median) saat ditegakkannya diagnosis adalah 40 tahun pada laki-laki dan 45 tahun pada wanita.
Mortalitas (oleh semua penyebab) pada akromegali paling kurang 2 kali orang normal. Studi Bates dkk ( 1 ) mendapatkan angka kematian menjadi 2 kali pada kadar GH > 10 mg/ml sedangkan pada kadar < 5 mg/ml angka kematian sama dengan orang normal.
GAMBARAN KLINIS.
Akromegali berlangsung pelan, keluhan-keluhan dapat bertahun-tahun. Sebaliknya pertumbuhan linear yang amat cepat pada anak-anak yang menjurus ke gigantisme, menyebabkan pasien memeriksakan diri ke dokter.
Keluhan-keluhan terbagi dalam 2 kelompok yaitu :
1. akibat massa tumor : sakit kepala, defek lapangan pandangan, hemianopsia bitemporal, keluhan-keluhan akibat hiperprolaktinemia, defisiensi gonadotropin, glukokortikoid dan hormon tiroid. Suatu studi multisenter mencakup 363 pasien akromegali, mendapatkan hipogonadisme pada 53% pasien.
2. akibat kelebihan GH / IGF-1 : amat cepat pertambahan tinggi badan (gigantisme), pembengkakan jaringan lunak dan pembesaran ekstremitas (peningkatan ukuran cincin dan sepatu), hiperhidrosis, wajah besar, prognatisme, makroglosia, artritis, apneu obstruktif sewaktu tidur, intoleransi glukosa / DM, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler, hiperfosfatemia, hiperkalsiuria, hipertrigliseridemia, payah jantung, polip / Ca colon. Renehan dkk (2000), dari studi pada 122 pasien akromegali mendapatkan prevalensi adenoma / Ca kolon tidak lebih besar dari pada di populasi umum.
Penyakit kardiovaskuler mencakup hipertensi, LVH dan kardiomiopati. Kardiomiopati ditandai oleh disfungsi diastolik dan aritmia.
Secara fisis, terdapat fasies akromegali (dahi menonjol, hidung besar, makroglosia, prognathism), hirsutisme ringan pada wanita, struma multinoduler, pebesaran ekstremitas, jari-jari berbentuk sosis, kulit berlemak. Studi Kasagi dkk., pada 39 dari 45 pasien akromegali (87%) teraba struma difus atau multinoduler.
LABORATORIUM
Pemeriksaan kadar GH sewaktu, tidak bernilai diagnostik oleh karena sekresi GH yang episodik, waktu paroh yang pendek dan terdapat tumpang tindih nilai GH akromegali dan sehat.
Yang bernilai diagnostik adalah test supresi GH untuk melihat kemampuan pembebanan glukosa oral dalam menekan kadar GH. Diperiksa kadar GH pada sebelum, 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit setelah pemberian 75 – 100gr glukosa oral. Pada pasien dengan akromegali, glukosa tidak dapat menekan kadar GH sampai < 2 ng/ml (atau < 1 mcg/l dengan metoda IRMA).
Pemeriksaan IGF-1 (waktu paruh lebih panjang) lebih berguna untuk menilai sekresi GH secara terintegrasi, untuk skrining akromegali dan memantau hasil pengobatan. Perlu dicatat bahwa IGF-1 menurun pada kelaparan, obesitas dan DM, serta meningkat pada kehamilan.
Pemeriksaan IGFBP-3 (IGF-binding protein-3) bernilai diagnostik bagi akromegali, disamping berguna untuk menilai aktifitas penyakit selama pengobatan.
Pemeriksaan kadar PRL (prolaktin) perlu dilakukan oleh karena sekitar 20% adenoma hipofisis menghasilkan PRL bersamaan dengan GH. Prolaktin biasanya meningkat pada anak-anak dengan kelebihan GH.
Pemeriksaan lain yang jarang dilakukan adalah kadar GHRH. Peninggian GHRH menunjukkan adanya GHRH ektopik. Pada penyakit hipofisis (GHRH independen), kadar GHRH normal atau menurun.
Apabila diperlukan, dilakukan pemeriksaan hormon hipofisis lainnya, seperti TRH (thyrotropic hormone), ACTH (adrenocorticotrophic hormone) dan gonadotropin.
Disamping itu perlu dilakukan pemeriksaan kadar gula darah, trigliserida, kalsium urine dan fosfat darah.
RADIOLOGI
Pemeriksaan pencitraan dilakukan apabila diagnosis biokimiawi telah pasti. Pertama kali dilakukan pemeriksaan x-ray sella tursica. Pemeriksaan MRI lebih sensitif dan dapat memberikan gambaran kelainan struktur didaerah hipotalamus-hipofisis, kiasma optikum dan sinus kavernosus. Apabila pemeriksaan MRI tidak menunjukkan kelainan dicari adanya tumor-tumor yang mensekresi GH / GHRH ektopik. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan CT-scan abdomen / pelvis (pankreas, adrenal, ovarium) dan dada (karsinoma bronkogenik).
Pada gigantisme, pemeriksaan umur tulang (bone age) akan memperlihatkan umur tulang tertinggal jauh dibelakang umur kronologis (chronological age).
KOMPLIKASI.
Komplikasi akromegali / gigantisme dapat berupa hipopituitarisme, hipertensi, intoleransi glukosa / DM, kardiomegali dan gagal jantung.
Carpal tunnel syndrome dapat menyebabkan kelemahan ibu jari dan atrofi thenar. Pasien dapat sangat terganggu oleh artritis panggul, lutut dan tulang belakang. Gangguan lapangan pandangan dapat menjadi berat dan progresif.
DIAGNOSIS
Diagnosis akromegali / gigantisme ditegakkan atas dasar gambaran klinis yang cukup jelas dan dipastikan oleh ditemukannya :
1. Kadar GH tidak bisa ditekan sampai < 2 ng/ml dalam 2 jam setelah pembebanan dengan glukosa sebanyak 75 – 100 gr.
2. Peningkatan kadar IGF-1 berdasarkan nilai normal untuk usianya.
3. Peningkatan kadar IGFBP-3.
4. Tumor hipofisis atau tumor-tumor lain (hipotalamus, paru, pankreas, dll) pada pemeriksaan CT-Scan atau lebih baik MRI.
PENGOBATAN
Sasaran pengobatan akromegali /gigantisme adalah mengendalikan pertumbuhan / menormalkan sekresi GH dan mengangkat massa tumor. Sasaran biokimiawi : IGF-1 normal dan kadar GH < 1 ng/ml setelah beban glukosa ( 13 ).
Terdapat 3 macam pengobatan akromegali yaitu pengobatan medis, bedah dan radiasi.
1. Pengobatan medis.
Pengobatan medis / farmakologis sangat pesat akhir-akhir ini. Tujuan pengobatan medis adalah menghilangkan keluhan / gejala efek lokal dari tumor dan / atau kelebihan GH / IGF-1. Untuk itu sasaran pengobatan adalah kadar GH < 2 ng/ml pada pemeriksaan setelah pebebanan dengan glukosa ( < 1 mcg / l dengan cara IRMA), disamping tercapainya kadar IGF-1 normal.
Pengobatan medis utama adalah dengan analog somatostatin dan analog dopamin. Oleh karena somatostatin, penghambat sekresi GH, mempunyai waktu paruh pendek maka yang digunakan adalah analog kerja panjang yang dapat diberikan 1 kali sebulan. Yang banyak …
Yang banyak digunakan adalah octreotide yang bekerja pada reseptor somatostatin sub tipe II dan V dan menghambat sekresi GH. Pengobatan dengan octreotide dapat menurunkan kadar GH sampai < 5 ng/ml pada 50% pasien dan menormalkan kadar IGF-1 pada 60% pasien akromegali. Lanreotide, suatu analog somatostatin “sustained-release” yang dapat diberikan satu kali dua minggu ternyata efektif dan aman untuk pengobatan akromegali.
Bromokriptin merupakan suatu antagonist dopamin yang banyak digunakan dalam menekan kadar GH / IGF-1, akan tetapi kurang efektif dibandingkan dengan oktreotid. Suatu agonist dopamin yang baru, yaitu cabergoline ternyata lebih efektif dan lebih dapat ditolerir dalam menekan GH terutama apabila terdapat kombinasi dengan hiperprolatinemia.
Akhir-akhir ini pegvisomant, suatu antagonist reseptor GH terbukti dapat menormalkan kadar IGF-1 dan memperbaiki gejala klinis.
2. Pembedahan
Untuk adenoma hipofisis, pembedahan transsphenoid merupakan pilihan dan dapat menyembuhkan. Laws dkk. (2000) melaporkan …
Laws dkk. (2000) melaporkan hasil terapi pembedahan transsphenoid pada 86 pasien akromegali : IGF-1 mencapai normal pada 67%, kadar GH dapat disupresi sampai < 1 ng/ml oleh beban glukosa pada 52%. Walaupun pembedahan tidak dapat menyembuhkan pada sejumlah pasien, namun terapi perbedahan disepakati sebagai terapi lini pertama. Pada pasien-pasien dengan gejala sisa setelah pembedahan dapat diberikan pengobatan penunjang (medis dan radiasi). Hipofisektomi transsfenoid akan segera menghilangkan keluhan-keluhan akibat efek lokal massa tumor sekaligus menekan / menormalkan kadar GH / IGF-1. Remisi tergantung pada besarnya tumor, kadar GH dan keterampilan ahli bedahnya. Angka remisi mencapai 80 – 85% pada mikroadenoma dan 50 – 65% pada makroadenomia. Pembedahan hipofisis transsphenoid berhasil pada 80 – 90% pasien dengan tumor < 2 cm dan kadar GH < 50 ng/ml.
3. Radiasi.
Untuk tercapainya hasil yang diharapkan dengan terapi radiasi diperlukan waktu bertahun-tahun. Terapi radiasi konvensional saja menghasilkan remisi sekitar 40% setelah 2 tahun dan 75% setelah 5 tahun terapi, namun disertai efek negatif berupa panhipopituitarisme. Di samping itu …
Di samping itu studi Ariel dkk (1997) pada 140 pasien akromegali mendapatkan terapi radiasi tidak dapat menormalkan kadar IGF-1 walaupun kadar GH sudah dapat dikontrol. Oleh karena kekurangannya tersebut, terapi radiasi hanya diberikan sebagai terapi penunjang untuk tumor besar dan invasif dan apabila terdapat kontraindikasi operasi. Apabila mungkin, terapi radiasi harus dihindari untuk pengobatan gigantisme.
PROGNOSIS
Tanpa diobati, akromegali / gigantisme akan berakibat penyakit kardiovaskuler prematur dengan gejala-gejala yang progresif. Apabila pengobatan dapat menurunkan kadar GH sampai normal (< 2 – 2,5 ng/ml), angka kematian akan kembali normal. Pembedahan transsphenoid berhasil pada 80 – 90% pasien dengan tumor berdiameter < 2 cm dan kadar GH < 50 ng / ml. Pasca pembedahan, biasanya faal hipofisis tetap baik, pembengkakan jaringan lunak menyusut, namun pembesaran tulang menetap.
Kadar GH > 5 ng / ml yang makin meningkat setelah pengobatan menunjukkan rekurensi.