Dosen pengampu : Sulistyaningsih,S.KM, MH.Kes.
Disusun oleh : Kelompok 10
Arum Ismawati 090105131
Eka Putri Setyaningrum 090105132
Fatika Ikhtariyani 090105133
Tri Wahyuni 090105134
Dian PermataSari 090105135
PROGRAM STUDI D III ILMU KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2011/2012
FIMOSIS DAN HIPOSPADIA
A. Pengertian Fimosis
Fimosis (phimosis) merupakan kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis (kulup, prepuce, preputium, foreskin,) . Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat pada glans penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka. Fimosis (phimosis) bisa merupakan kelainan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat.
Fimosis kongenital (kelainan bawaan, true phimosis)
Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis. Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.
Fimosis didapat (fimosis patologik)
Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
Gejala fimosis
Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya lubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruksi) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat.
jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah plastik lainnya seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputium tanpa memotongnya). Indikasi medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik.
Terapi
Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat berupa sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun. Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloting kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang sama, periengketan dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri frenular jika terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma penis tidak dianjurkan. Kontraindikasi operasi adalah infeksi tokal akut dan anomali kongenital dari penis.
Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun.
Terapi parafimosis terdiri dari kompresi manual jaringan yang edematous diikuti dengan usaha untuk menarik kulit prepusium yang tegang melewati glans penis. Jika manuver ini gagal , periu dilakukan insist dorsal cincin konstriksi. Tergantung pada temuan klinis lokal, sirkumsisi dapat segera dilakukan atau ditunda pada waktu yang lain.
B. Pengertian Hipospodia
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana uretra terbuka di permukaan bawah penis, skrotum atau peritonium. Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan yang panjang.
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Hypospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai minggu ke 14. Gangguan ini terjadi apabila uretra jatuh menyatu ke midline dan meatus terbuka pada permukaan ventral dari penis. Propusium bagian ventral kecil dan tampak seperti kap atau menutup.
Terapi
Intervensi bedah direkomendasikan untuk bentuk hipospadia sedang dan berat, dan untuk bentuk distal dengan patologi yang bernubungan (kurvatura penis, stenosis meatal). Pada hipospadia distal sederhana, koreksi kosmetik hanya dilakukan setelah diskusi menyeluruh mengenai aspek psikologis dan pemastian adanya indikasi gangguan fungsional.
Tujuan terapi adalah untuk mengkoreksi kurvatura penis, untuk membentuk neo-uretra dan untuk membawa neo-uretra ke ujung glans penis jika memungkinkan. Untuk mencapai hasil yang memuaskan diperiukan kaca pembesar dan benang jahit khusus, pengetahuan mengenai berbagai teknik operasi plastik (rotational skin flaps, free tissue transfer), penggunaan dermatom, perawatan luka dan terapi pasca operasi.
Terapi pre-operasi dengan aplikasi lokal testosteron propionate seiama 4 minggu dapat membantu. Untuk bentuk distal hipospadia terdapat beberapa teknik operasi (misal Mathieu, MAGPI, King, Duplay, Snodgrass, Onlay). Selain chorde kulit, jaringan ikat chortte dan korpus spongiosum bagian distal yang berjalan longitudinal di bawah glans pada kedua sisi saluran. Uretra biasanya juga bertanggung jawab terhadap kurvatura penis. Jika terdapat kurvaura sisa setelah chordectomy, dan jika sisa kulit saluran uretra yang terbuka tipis dan sirkulasinya buruk, mungkin diperlukan insist atau eksisi lempeng uretra. Pada disproporsi korporeal, harus ditambahkan tindakan orthoplasty (modifikasi plikasi korporeal dorsal Nesbft). Orthoplasty (Nesbit, modifikasi Nesbit, Schroder-Essed) dan penutupan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan dalam dua tahap.
Teknik Onlay dengan preservasi lempeng uretra dan menghindari anastomosis sirkumferensial merupakan metode pilihan, dengan tingkat komptikasi yang rendah untuk hipospaSyarat yang diperlukan adalah lempeng uretra yang intak dengan vaskularisasi yang baik, atau hasil yang memuaskan setelah tindakan pertama dengan penis yang lurus dan batang penis yang tertutup dengan baik. Jika lempeng uretra tidak dapat dipertahankan semua (setelah eksisi atau divisi), digunakan tube-onlay flap atau inlay-onlay flap. Prosedur dua tahap dapat menjadi pilihan untuk hipospadia berat Jika tidak ada prepusium atau kulit penis, dapat digunakan mukosa bukal, mukosa buli dan free skin graft.
Benang yang digunakan sebaiknya hanya dari bahan yang dapat diserap dengan baik (6/0-7/0). Untuk koagulasi darah, diperiukan alat bipolar dengan kapas yang direndam dalam larutan epinefrin 1:10.000. Untuk persiapan glans dapat diberikan infittrasi dengan larutan epinefrin 1:100.000. Tumiket sebaiknya tidak digunakan tebih dari 20 menit. Setelah preparasi neurovaskular dorsal, dipasang jahitan modifikasi Nesbit (benang monofilik yang tidak dapat diserap 4/0-5/0, misal Goretex, Protene) dengan simpuf teriipat ke dalam. Urin dialirkan melalui kateter transuretra atau suprapubik. Jika menggunakan kateter suprapubik, hams dipasang stent pada neo-uretra. Untuk stent uretra dan drainase digunakan kateter 8-10 Fr dengan lubang multipel di bagian samping dengan ujung di uretra pars bulbosa (tidak sampai ke buli). Prosedur rutin lairmya adalah penggunaan balutan sirkular dengan kompresi ringan dan pemberian antibiotik.
KESIMPULAN
Fimosis (phimosis) merupakan kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis (kulup, prepuce, preputium, foreskin,)
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
www.iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.doc
www.hanyawanita.com
http://uniceffcorporation.com/?page_id=101
Dewan PA. Treating phimosis. MJA. 2003;178(4):148-150