Selasa, 29 November 2011

Atresia Esophagus

1. Definisi
Atresia berarti buntu jadi atresia esophagus adalah kelainan bawaan dimana ujung saluran esophagus buntu 60 % biasanya disertai hidramnion.
Atresia esophagus terjadi pada 1 dari 3.000 – 4.500 kelahiran hidup, sekitar sepertiga anak yang terkena lahir premature. Pada lebih dari 85 % kasus, fistula antara trakea esophagus distal menyertai atresia. Lebih jarang, atresia esophagus atau fistula trakeoesophagus terjadi sendiri-sendiri atau dengan kombinasi yang aneh. Gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan cranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan primitive menjelaskan variasi – variasi pembentukan atresia dan fistula.
2. Gambaran klinik
Akibat adanya atresia menyebabkan saliva terkumpul pada ujung bagian esophagus yang buntu, apabila terdapat fistula akan menyebabkan saliva mengalir ke luar atau mauk ke dalam trakea. Hal ini akan lebih berbahaya apabila melalui fistula trakeo-esophagus akan menyebabkan cairan saliva mengalir ke dalam paru.
Kelainan itu biasanya baru diketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu dengan gejala muntah yang proyektil beberapa saat setelah minum susu. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan setelah bayi minum akan ditemukan gerakan peristaltic lambung dalam usaha melewatkan makanan melalui daerah yang sempit di pylorus, selain itu pada peristaltic teraba tumor.
3. Kelainan – kelainan lain dalam atresia esophagus
a. Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus ( pada persambungan dengan lambung ) yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.
Penatalaksanaan :
Bayi harus dalam posisi duduk pada waktu diberi minum, dan jangan dibaringkan segera setelah minum. Biarkan ia dalam sikap duduk agak lama, baru kemudian dibaringkan miring ke kanan dengan kepala letak lebih tinggi ( pakai bantal yang agak tinggi ).
b. Akalasia
Akalasia merupakan kebalikan dari kalasia, pada akalasia bagian distal esophagus tidak dapat membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut pula sebagai spasme kardio-esophagus. Penyebab akalasia adalah adanya kartilago traken yang tumbuh ektopik pada esophagus bagian bawah. Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan jaringan tulang rawan dalam lapisan otot esophagus.
Penatalaksanaan :
Pertonongan adalah tindakan bedah. Sebelum dioperasi pemberian minum harus dengan sendok sedikit demi sedikit dengan bayi dalam posisi duduk.
4. Etiologi
Pemicu kelahiran bawaan seperti atresia esophagus dapat dicurigai :
a. Pada kasus polihidramnion ibu
b. Bayi dalam keadaan kurang bulan / kurang cukup bulan.
c. Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi saat lahir tidak bias masuk ke dalam lambung
d. Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut berlebihan
e. Jika terjadi tersedak, sianosis, atau pada waktu berupaya menelan makanan.
5. Tanda dan gejala
a. Liur yang menetes terus menerus dari mulut bayi
b. Liur berbuih
c. Bayi tampak sianosis akibat aspirasi yang dialami
d. Saat bayi diberi minum bayi akan mengalami batuk seperti tercekik
e. Muntah yang proyektil
6. Komplikasi
Atresia esophagus sering disertai bawaan lain :
a. Kelainan lumer esophagus biasanya disertai dengan fistula trakeo esophagus
b. Kelainan jantung
c. Kelainan gastrointestinal ( atresia duodeni, atresia ani )
d. Kelainan tulang ( hemiver tebra )
e. Malformasi kardiovaskuler
f. Perkembangan abnormal rudrus
g. Serta malformasi ginjal dan urogenital
7. Penatalaksanaan
a. Posisikan bayi setengah duduk apabila atresia esophagus disertai fistula, sedangkan apabila atresia tanpa disertai fistula bayi diposisikan kepala lebih rendah ( posisi trendelenburg ) posisi sering di ubah – ubah.
b. Pada bayi segera dipasangkan kateter ke dalam esophagus dan bila memungkinkan dilakukan penghisapan terus menerus.
c. Berikan penanganan seperti bayi normal lainnya, seperti pencegahan hipotermi, nutrisi adekuat, dan lain – lain.
d. Rangsang bayi untuk menangis
8. Penatalaksanaan lebih lanjut
Anak dipersiapkan untuk operasi segera. Apakah dapat dilakukan penutupan fistula dengan segera atau hanya dilakukan gastrotomi tergantung pada jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu.
Sebelum dilakuka operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru. Cairan lambung harus sering dihisap untuk mencegah aspirasi.
Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang ukup hangat. Posisinya, sering diubah-ubah, penghisapan lendir harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.
Powered by Blogger