Di Guantanamo, dia menyaksikan Muslim tidak seperti yang dia kira.
Keyakinan bisa mengetuk hati siapa saja, termasuk seorang atheis, sipir penjara Guantanamo, Terry Holdbrook Jr. Bertugas di penjara tersebut 10 tahun lalu, Terry mengaku mendapatkan hidayah setelah melihat tindak-tanduk para tahanan – yang kebanyakan tidak bersalah. Sejak bergabung di kemiliteran dan ditugaskan di Guantanamo dari 1424-1425H / 2003-2004, Holdbrook dicekoki paham bahwa Islam sama dengan terorisme, kejam, tidak berperikemanusiaan dan sadis – berkaca pada peristiwa 9/11. “Ingat apa yang Muslim lakukan pada kita. Ingat siapa yang kalian lindungi,” kata sersan kala itu pada para prajurit.Berbicara di Islamic Center Huntsville Sabtu pekan lalu, dilansir Al.Com, Holdbrooks mengatakan bahwa dia merasa dibohongi saat bertugas di Guantanamo. Yang dia bayangkan saat itu, para napi berwajah gahar dan beringas. Tapi tidak. Dia malah menemukan para dokter, supir taksi, profesor, dan bahkan seorang bocah berusia 12 tahun, sama sekali tidak berbahaya namun dilabeli “teroris”.
“Saya mulai berpikir, ‘Apakah saya dibohongi?’” kata pria 29 tahun ini.
Dia menyaksikan sendiri, para tahanan bertolak belakang dari apa yang selama ini diajarkan. Mereka tertib membaca al-Quran, melakukan shalat lima waktu, dan tetap tenang walaupun mendapatkan tekanan terberat sekalipun.
Salah satu tugas Holdbrooks saat itu adalah mengantarkan para tahanan ke ruang interogasi. Di tempat ini, dia tahu bahwa mereka akan disiksa dan ditanya dengan pertanyaan yang sama setiap harinya, sampai mengaku atau terpaksa mengakui apa yang tidak mereka lakukan. Beberapa sangat tersiksa, beberapa lainnya menerima dengan sabar. Inilah yang membuat heran Holdbrooks.
“Bagaimana kau bisa bangun di Guantanamo dan tetap tersenyum? Bagaimana kau percaya ada Tuhan yang peduli padamu?” tanya Holdbrooks pada para tahanan.
Seorang dari mereka menjawab, “Saya senang menghabiskan waktu di Guantanamo. Allah sedang menguji keimanan saya. Kapan lagi saya bisa menghabiskan lima tahun tanpa melakukan apapun, hanya membaca Al-Quran, saya bisa membacanya dan belajar bahasa Arab serta melatih mental?”
Sejak itulah Holdbrooks mulai berbincang-bincang dengan mereka. Beberapa orang bahkan mengajarkannya tentang etika, filosofi, sejarah dan agama. Banyak dari tahanan bahkan menafikan peristiwa 9/11, menurut mereka itu melanggar ajaran Islam.
“Saya punya semua kebebasan di dunia, tapi saya malah menderita. Di sini mereka tidak punya apa-apa, tapi bahagia. Tidak perlu ilmuwan roket untuk mencari tahu apa yang terjadi dalam hati mereka,” kata Holdbrooks.
Memeluk Islam
Akhirnya Holdbrooks mulai mempelajari Islam. Selama ini dia mengaku atheis karena seluruh agama yang dia pelajari tidak mampu menenangkannya. Dia menganggap kala itu, Monotheisme adalah akar dari seluruh kesengsaraan, karena itu dia pilih tidak beragama.
Tapi ketika membaca Al-Quran untuk pertama kalinya, dia menemukan banyak pemikiran yang masuk dalam logikanya. “Kitab ini semua masuk akal dari awal hingga akhir. Tidak bertentangan satu sama lain. Ini bukan sihir. Ini hanyalah petunjuk sederhana tentang bagaimana menjalani kehidupan,” kata dia.
Setelah tiga bulan belajar secara intens, akhirnya dia memutuskan memeluk Islam. Dia mengatakannya pada salah satu napi. Tapi jawabannya adalah “tidak”, Holdbrooks terkejut. Akhirnya napi Guantanamo itu menjelaskannya.
Menjadi seorang Muslim, kata napi itu, berarti Holdbrooks harus mengubah gaya hidupnya. Mengatur makan, berhenti minum alkohol, stop bicara kasar dan menghapus tato yang dia miliki. Selain itu, dia harus siap menghadapi perubahan dalam kehidupan sosialnya, termasuk di ketentaraan, keluarga
dan pemerintahan.
Tapi tekadnya sudah bulat dan dia akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Dia mengaku menemukan kesehatan, kedisiplinan dan kedamaian pikiran, hal-hal yang tidak didapatinya sebelum ini.
“Setiap langkah kecil saya menuju Islam, Islam berlari menuju saya,” kata Holdbrooks.
Dipecat dari militer
Barulah pada 1430H / 2009, Holdbrooks memutuskan menjadi Muslim sejati. Dia melakukan seluruh perintah dan larangan Allah, termasuk melakukan puasa sunnah setiap minggunya.
Dia akhirnya dipecat dari kemiliteran dengan dalih mengalami gangguan kepribadian. Istrinya menceraikannya setelah mengetahui suaminya masuk Islam.
Dia menikah dengan seorang suster yang ditemuinya di sebuah mesjid melalui proses ta’aruf. Kini, dia tergabung dalam Muslim Legal Fund of America, sebuah organisasi Islam Amerika yang mendorong perubahan dalam kebijakan pemerintah. Berkeliling, dia menceritakan kisahnya.
Kepada Muslim di negara tersebut, dia berpesan untuk tidak takut. “Jangan takut menjadi Muslim di depan publik. Katakan pada tetanggamu kau Muslim. Undang mereka ke rumahmu. Undang mereka ke mesjid untuk melihat apa benar itu pabrik pembuat bom,” kata dia.
repost: Sunny Salafy dari (VIVA News)