Kamis, 25 April 2013

(Renungan) Duhai,Betapa Kamu......





'Aisyah ummu ibrohim

Wanita muda itu terpaku menatap suaminya yang terdiam membisu.Ia begitu kesal dengan beberapa tingkah suaminya yang menurutnya merupakan suatu ketidakpedulian suaminya terhadapnya,bahkan sempat terbesit di benaknya 'mungkinkah aku salah mengambil keputusan dengan mengatakan bersedia menjadi istri lelaki ini saat proses nadzor beberapa bulan silam?'

Ia kesal dengan suaminya yang tidak pernah menyanjungnya saat ia dengan susah payah telah berdandan secantik mungkin,ia kesal saat suaminya hanya tersenyum ketika ia menunjukan hasil masakannya yang terasa enak di lidah.Bahkan demi untuk mendapat reaksi suaminya, ia rela untuk sengaja memasak masakan yang tidak berbumbu.Lagi-lagi usahanya sia-sia, tak ada sanjungan atau teguran sekalipun.Ia kesal ketika suaminya hanya memandanginya dan tidak membantunya  saat ia merasa kesulitan dalam mengerjakan urusan rumah tangga semisal mencuci baju dan lainnya. Sungguh,ia begitu kesal terhadap suaminya yang tidak pernah menyanjung apa pun yang telah ia lakukan, tak pernah menegur kesalahan yang pernah ia kerjakan,meskipun itu adalah kesalahan pelayanan yang sengaja ia kerjakan demi untuk mendapatkan respon dari suaminya,serta tak pernah menyingsingkan lengan baju untuk sedikitpun meringankan pekerjaannya.Seperti biasa,suaminya hanya tersenyum...

Ia sudah tak tahan lagi,hingga ia kemudian mengutarakan isi kekesalannya tersebut kepada suaminya, nada bicara semakin terdengar tinggi,dadanya semakin bergemuruh.Ia merasa bahwa suaminya tidak pernah peduli dengan apapun yang ia lakukan,ia merasa bahwa suaminya tidak mencintainya dan setengah hati menikahinya sehingga kehambaran yang dirasakan suaminya terhadapnya mendorongnya untuk tidak bereaksi sedikitpun terhadap usaha istrinya, namun dipendamlah itu semua karena lelaki pendiam dan tak banyak bicara.

Ia mengambil dua lembar kertas,satu ia berikan untuk suaminya dan yang lainnya untuk dirinya sendiri.
“Tolong,tulislah daftar kesalah dan sesuatu yang tidak kau sukai dariku di kertas ini,jika memang itu adalah sesuatu yang berat, maka aku rela untuk berpisah denganmu jika kau mau, atau aku akan memperbaikinya jika kau memberiku kesempatan.Akupun akan menulis daftar keburukanmu,aku harap kau juga akan memberikan keputusan yang sama seperti keputusanku tadi”

Mulailah wanita itu menulis sekian 'daftar keburukan' suaminya yang membuatnya kesal.
1.Selalu cuek, tak pernah mempedulikan istrinya yang selalu berupaya memberikan pelayanan terbaik
2.Tak pernah menghargai usaha dan perasaan istri
3.Sangat tidak romantis
4.Terlalu pendiam sehingga terkesan membosankan saat bersamamu
5.Aku rasa kau tidak mencintaiku dengan tulus
6.Mungkin kau mulai membenciku karena kau telah mengetahui bagaimana aku yang sesungguhnya,dan mungkin menurutmu aku bukanlah wanita yang sholihah seperti yang selama ini kau kira ketika membaca informasi tentangku saat ta'aruf dulu
7....
8...
9...dst hingga terkumpullah sekian puluh poin di kertas itu.
Ia merasa puas telah menuliskannya,ia berharap suaminya tersinggung membaca kertas itu dan mau menyadari kesalahannya.

Lalu,mereka berdua mulai saling bertukar kertas itu untuk membaca 'daftar keburukan' yang telah ditulis oleh pasangan mereka.Suaminya, hanya terpekur membaca secarik kertas ditangannya,matanya tertunduk sayu dan gengamannya terasa lemas.Ia merasa inilah akhir dari bahteranya...

Sedangkan istrinya terbelalak! Lidahnya terasa kelu untuk berkata, nafasnya sesak tercekat di kerongkongan, dan pikirannya mulai kalut.Namun,ia memberanikan diri juga untuk berkata pada suaminya.
“Suamiku, bukankah aku telah memintamu nutuk menuliskan daftar keburukanku,yang apabila kau tidak menyukainya kau boleh melepasku atau bila kau mau, kau boleh memberiku kesempatan untuk berbenah.Mengapa kertas ini masih juga kosong? Apa kau tidak mendengarka permintaanku?!”

Dengan pandangan sayu,mulailah suaminya berusaha tersenyum meski terasa pahit.

“Memang aku tidak menuliskan apapupn di kertas itu,karena bagiku kau adalah wanita yang sempurna.Tidak ada kekuranganmu yang aku rasakan.Saat kau berdandan cantik, aku memang tidak memujimu, namun aku memuji Robb ku yang telah menganugerahkan istri yang cantik untukku, aku menatapmu saat kau berpaling dan menyadari betapa cantiknya engkau, tapi aku malu”

“Saat kau menyediakan masakan yang begitu lezat, aku memang tidak memujimu, tapi sungguh aku berbicara pada diriku sendiri betapa beruntungnya aku yang telah ALLOH anugerahkan istri sepandai dirimu dalam hal pelayanan terhadap suami, namun aku malu menyatakannya padamu”

“Ketika kau mengajakku berbicara, aku lebih sering terdiam dan aku baru tahu itu membuatmu bosan.Sungguh,aku juga ingin sekali ikut berbicara, namun aku ingin menghargaimu dan mendengarkan ceritamu,aku ingin kau merasa memiliki pendengar yang baik sehingga hilanglah apa-apa yang bisa membuatmu marah padaku”

“Sungguh, aku bukanlah lelaki yang  romantis seperti yang kau harapkan,karena aku memang tidak pernah bergaul dengan wanita lain sebelummu sehingga aku kurang begitu memahami seluk beluk wanita.Maafkanlah aku yang tak bisa membuat syair untuk menyanjungmu.Dan aku terlalu malu untuk memberikan setangkai bunga yang telah kubeli untukmu.”

“Aku iba setiap hari harus melihatmu berpayah-payah melakukan aktifitas rumah tangga dan mengurusi segala keperluanku,sungguh aku ingin sekali membantumu, hanya saja aku khawatir itu akan menyinggung perasaanmu karena kau menganggapku meremehkan kemampuanmu, apalagi aku tau bahwa kau adalah gadis yang mandiri dan cerdas.Aku yakin kau mengetahui bahwa dalam agama kita ini,itu adalah ladang jihad untukmu. Aku malu padamu, sehingga aku hanya terdiam dan berharap kau memanggil namaku untuk meminta bantuanku.Dan aku berfikir, suatu saat, jika mampu, akan aku beri kau seorang khodimat untuk membantumu”

“Sekarang,telah jelas semuanya, sungguh aku begitu mencintaimu, benar-benar bersyukur ALLOH menganugerahkan dirimu untukku,wanita yang cantik dan begitu cerdas serta memiliki semangat untuk beribadah yang baik.Sedangkan kau telah menuliskan begitu banyak hal yang tidak kau sukai dariku.Aku tidak ingin kehilanganmu, tapi aku juga tidak akan memaksamu.Aku berharap kau mau memberiku kesempatan untuk berbenah...”

Wanita itu segera berhambur kebahu suaminya, memeluknya dengan erat dan menggenggam tangan suaminya, genangan air mata sudah tak mamppu lagi terbendung di pelupuknya.Kalbunya berguncang demi menyadari betapa ALLOH telah menganugerahkan suami yang begitu baik, bukan cuma agamanya seperti yang pernah ia dengar selama ini, namun juga akhlaknya yang begitu lembut dan lisannya yang begitu terjaga.Sungguh, suaminya telah mendapat hal yang lebih baik dari unta merah, karena melalui tangan lembut suaminya lah ia berhasil merengkuh Diin ini dalam naungan sunnah.Ia tak sanggup lagi menatap suaminya karena malu dan rasa hormatnya pada suaminya.Ia hanya mampu membisikkan kata maaf dan akan membiarkan suaminya mencintainya dengan caranya sendiri...

~*~*~*~
Ku khususkan arikel ini untuk semua saudariku fillah,semoga kita semua mampu mengambil sedikit makna darinya.
Dan, kupersembahkan inspirasi ini untuk suamiku tercinta...

Powered by Blogger