wafatnya Neil Armstrong, astronot Amerika pada Sabtu, 25 Agustus di Ohio, sontak mengejutkan dunia astronomi. Bukan saja karena nama besar yang disandang astronot yang dikenal rendah hati ini, namun juga soal kisah pendaratan di Bulan pada 20 Juli 1969.
Kibaran bendera atau getaran bendera? (dok. NASA)
Sayangnya, gegap gempita pendaratan Bulan diwarnai berbagai isu tak mengenakkan. Pendaratan di Bulan hanya hoax belaka. Isu ini yang terus dihembuskan hingga kini oleh kelompok yang tidak mempercayai adanya pendaratan di Bulan. Tak kurang-kurang mereka menyodorkan berbagai pernyataan dan pertanyaan terkait keganjilan tentang pendaratan di Bulan ini. Tak sedikit yang terus meminta, bahkan di penghujung hidup sang astronot, Neil Armstrong, agar menceritakan “fakta” sebenarnya, bahwa tak pernah ada pendaratan di Bulan! Misi pendaratan ini adalah konspirasi belaka! Kurang lebih begitulah teriakan dari kelompok yang kontra ini.
Mengapa bendera terlihat berkibar di Bulan, padahal di sana tak ada udara (artinya tak ada angin pula)? Ini pertanyaan yang paling sering diajukan oleh kelompok yang kontra. Meskipun sebenarnya pertanyaan ini sudah terjawab. Bendera yang ditancapkan di Bulan tidak semata-mata hanya menggunakan tiang vertikal, tapi juga menggunakan tiang horizontal yang mengakibatkan bendera tampak terentang. Kenapa terlihat seakan berkibar seperti tertiup angin? Jawaban tepatnya, bukan berkibar tapi bergetar karena gaya yang ditimbulkan dari gerakan tiang saat ditancapkan oleh astronot dengan cara memutar-mutar tiang vertikalnya. Getaran yang terus berlangsung ini diakibatkan oleh kondisi Bulan yang hampa udara dan percepatan gravitasinya yang sangat kecil (hanya 1/6 percepatan gravitasi rata-rata Bumi). Dengan kata lain gaya luar yang bisa memperlambat getaran nyaris tidak ada.Oke, lantas kenapa jejak bendera ini tidak “terlacak” teleskop kini? Mungkinkah bendera yang ditancapkan di sana telah hancur lebur diterpa kondisi Bulan yang begitu ekstrim (100 °C di siang hari dan -180 °C di malam hari)? Bisa jadi. Kabar terbaru menyatakan, jejak pendaratan di Bulan telah terindentifikasi LRO (Lunar Reconnaissance Orbiter), wahana satelit pengamat Bulan yang diluncurkan pada 18 Juni 2009. Bendera memang tidak mudah untuk teramati dari Bumi menggunakan teleskop karena ukurannya yang relatif kecil, pun demikian pengamatan dari LRO yang tidak mudah menemukan jejak bendera, meskipun beberapa jejak bendera dari beberapa misi Apollo akhirnya bisa terlacak.
Citra permukaan Bulan yang diambil oleh Lunar Reconnaissance Orbiter di lokasi pendaratan Apollo 17 (dok. NASA)
Tinggalkan soal bendera. Sekarang, mengapa tak tampak kerlip bintang di langit Bulan pada foto pendaratan di sana? Logikanya, kondisi Bulan yang tanpa atmosfer tentunya justru membuat bintang-bintang ini terlihat lebih terang karena cahayanya tidak dihamburkan udara. Jawabannya, faktor kamera. Kamera yang digunakan saat itu sensivitasnya belumlah setinggi kamera-kamera jaman sekarang. Gampangnya, ambil kamera HP atau kamera saku anda yang resolusinya tidak setinggi kamera DSLR. Ambil gambar sebuah tiang yang ditancapkan di tanah lapang tidah terhalang pepohonan maupun bangunan saat malam hari, nah, seberapa banyak bintang yang terekam melatarbelakangi obyek yang kita foto? Begitulah kira-kira gambaran pemotretan di Bulan saat itu. Obyek yang difoto bukanlah angkasa raya dilihat dari permukaan Bulan, tetapi benda yang ada di daratan Bulan.Persoalan bendera dan langit Bulan yang disinggung di atas, hanyalah segelintir pertanyaan dan pernyataan yang diajukan kelompok yang kontra ini. Masih banyak lagi yang lain, yang seakan tiada habisnya dilontarkan dari waktu ke waktu. Isu-isu yang terus dihembuskan dan akan terus menjadi kontroversi, dan kembali hangat dibicarakan saat ini, manakala sang astronot berpulang ke haribaanNya. Soal percaya tidak percaya, pro dan kontra rasanya akan selalu ada, meski di satu sisi bukti-bukti bermunculan, yang terus diiringi sanggahan-sanggahan yang juga timbul. Ya, selalu ada warna putih dan warna hitam di dunia ini. Semuanya kembali berpulang pada diri kita, mana yang kita percaya? Atau, alih-alih mempersoalkan kebenaran atau ketidakbenaran pendaratan di Bulan kita justru lebih memikirkan persoalan lain? Semisal, bagaimana nasib Bumi kita berpuluh tahun ke depan, apakah menjadi Venus kedua karena efek rumah kaca dan polusi udara yang semakin menyesakkan dada? Jika Neil Amstrong telah menjejakkan coretan panjang sejarah ilmu pengetahuan, bagaimana dengan kita?
Ah, terlalu rumit nampaknya. Lebih mudah untuk mengucapkan, selamat jalan Neil Armstong!
***