Tegar Indo Blog - Dari cerita misteri oleh Chandra, perempuan yang kuiah di salah satu Universitas Swasta di Bali yang tidak mau disebutkan nama kampusnya.
Sebenarnya cerita ini sudah lama kejadiannya, namun kami anggap ada hal yang menarik di dunia lain yang perlu kami ungkap disi. Ceritanya pengalaman ini ia alami Bulan November 2011 lalu. Waktu itu cuaca mendung, waktu menunjukkan pukul 17.15 sore. Chandra menghela nafas sejenak, tidak ada keinginan sedikit pun untuk pulang. Ia masih meringkuk di sofa besar di lobby fakultasnya. Sesekali ia melirik pada temannya yang duduk bersebelahan, Adi namanya, yang sibuk mengutak-ngatik laptopnya.
"Masih berapa lama lagi download bukunya, Di?" tanya Chandra. Adi menoleh. "Sepuluh menit lagi, sabar, ntar aku copyiin dah," saut Adi, tersenyum. Chandra tersenyum tipis lalu kembali menyandarkan tubuhnya ke sofa. Cuaca mendung membuat suasana menjadi gelap. Terlihat penjaga Lobby mulai berjalan dan menghidupkan lampu satu persatu. Chandra mengernyitkan alisnya taksabaran, yang tersisa di fakultas ini hanya kami bertiga, termasuk, Adi, dan Pak Komang (penjaga lobby).
Entah hanya perasaanku atau bagaimana kata Chandra, suasana berubah menjadi lebih dingin. Di sana memang ada AC, namun suasana beberapa menit yang lalu jauh lebih hangat dan tidak ada satupun dari kami bertiga yang beranjak untuk merubah suhu AC sejak tadi. "Chan," Adi tiba-tiba berdiri, "Tolong jaga laptopku, aku mau ke belakang sebentar," ucapnya lalu bergegas meninggalkannya.
Untuk menghilangkan kebosanan dan kepenatan di tengah hiruk pikuk Kota Denpasar ini aku mulai memainkan laptop Adi. Siuuurrr, tiba-tiba angin dingin melintas di leherku. Aku terdiam. Oh, tidak! Jangan bangkit sekarang. Dengan perlahan kuangkat kepalaku, melirik Pak Komang. Dia terlihat sibuk dengan komputernya di sebelah Timur. Kuedarkan lagi pandanganku. Tepat pada tangga di pojok ruangan pengelihatanku terhenti. Aku terdiam, sosok bayangan putih yang tengah berdiri di sana membuatku tak bisa berkutik.
Cklek, Suara pintu kamar mandi yang dibuka Adi membuatku sadar. Adi mendekat ke arahku dengan kedua alis bertaut. "Kok mukamu pucat, Chan?". "Ahh..., AC-nya dingin sih!" jawabku berbohong. Adi tertawa kecil. Dia duduk di sebelahku dan kembali dengan laptopnya. "Udah selesai. mana flashdiskmu? Sini aku copyin," pinta Adi.
Aku menyerahkan flashdiskku, berusaha terlihat biasa saja. Aku kembali melihat ke arah tangga. Sosok itu telah raib. Adi berdiri begitu selesai dengan flashdiskku. Ia terperanjat. Di bekas sofa yang ia duduki terdapat air yang membentuk bercak. "Kok bisa ada air di sini, Chan?" tanya Adi, "Hah?" aku terkejut. Adi meraba bagian celana di pantatnya. "Celanaku nggak basah kok," serunya, semakin heran. Ia kemudian berjongkok dan menyentuh air itu dengan ujung jarinya. Ia menciumnya. "Kesat dan nggak berbau." komentarnya.
Hawa dingin itu muncul lagi. Aku tidak suka dengan keadaan ini. Aku mulai menghentak-hentakkan kakiku, ingin cepat-cepat pergi dari sini. "Di, diemin, deh! Pulang, yuk. udah mau malem nich," aku menarik lengannya. Adi berdiri, tampaknya menyadari kegelisahanku. Ia memulai mengemas barang-barangnya. Tidak sengaja aku menoleh ke arah kiri, kearah perpustakaan. Sosok itu terlihat jelas. Sepasang mata hitam pekat yang sebagian tertutup rambut usang. Dari bagian hidung ke bawah tak terlihat karena tertutup rak buku. Mata itu melengkung perlahan seolah bibirnya yang tak terlihat olehku sedang tersenyum.
Tubuhku mendadak lemas, namun aku berusaha untuk tidak teriak. Sekilas Adi melihat arah pandangku. Wajahnya berubah tegang seolah melihat hal yang sama denganku. Menyadari wajahku yang pucat tanpa mengucapkan apa-apa lagi dia segera menarikku ke luar fakultas untuk pulang dan berlari ketakutan