I‘tikaf
I‘tikaf di sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan merupakan termasuk amalan sunnah yang sangat dianjurkan, karena melewati malam tersebut dengan kebaikan dan demi mendapatkan Lailatul Qadr
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya al-qur’an pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari pada seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat, terutama malaikat Jibril dan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh kesejahteraan sampai terbit fajar. Al-Qadr Ayat 5.
Dari Aisyah Radhiallohuanha berkata, adalah Rasulullah Sholollohualaihi Wassalam beri’tikaf pada ahkir bulan ramadhan Ramadhan, dan beliau bersabda “Carilah lailatul qadr pada sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadhan”(Shahih: Mukhtashar Bukhari Dan Lainya).
Dari (Aisyah) Radhiallohuanha bahwa Rasulullah Sholollohualaihi Wassalam bersabda”Carilah lailatul qadr pada bilangan yang ganjil di sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadhan!” (Muttafaqun’alaih )
Adalah Rasulullah Sholollohualaihi Wassalam sangat menganjurkan dan amat menekankan shalat malam di malam lailatul qadr, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiallohuanha Nabi Sholollohualaihi Wassalam bersabda“Barangsiapa yang shalat malam di malam lailatul qadr karena iman dan mengharapkan pahala di sisi Rabnya, niscaya diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun’alaih)
I’tikaf harus dilaksanakan di masjid, berdasar firman Allah Ta’ala “Janganlah kamu campuri mereka itu, padahal kamu sedang beri’tikaf dalam masjid.” (Al-Baqarah: 187).
Dan, karena Rasulullah Sholollohualaihi Wassalam senantiasa beri’tikaf di masjid.
Dianjurkan bagi orang yang i’tikaf (mu’takif, Pent)agar menyibukkan diri dengan berbagai ketaatan keapda Allah, seperti shalat, membaca Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istiqhfar, shalawat, do’a, kajian ilmu, dan semisalnya.
Orang yang i’tikaf dianggap makruh menyibukkan dirinya dengan perkataan atau perbuatan yang tidak berguna, sebagaimana ia dipandang makruh juga menahan diri tidak berbicara karena menyangka bahwa yang demikian itu termasuk dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala
Bagi orang yang i’tikaf diperbolehkan keluar dari tempat i’tikafnya manakala ada hajat yang harus dilakukan, sebagaimana ia dibolehkan menyisir dan menggundul rambutnya, memotong kukunya dan membersihkan badannya.
I’tikaf akan menjadi batal karena sang mu’takif keluar dari masjid tanpa ada hajat atau karena menggauli isterinya
Wallohu A’lam Bishowab