Ditulis Oleh Al Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin
Pada satu siang, hari Asyura, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan pengumuman kepada penduduk Anshar. (Beliau sampaikan), “Barang siapa yang hari ini berpuasa, hendaknya lanjutkan (sempurnakan) puasanya. Barang siapa yang tidak berpuasa, hendaknya berpuasa (dengan) sisa hari yang ada. Setelah (mendengar itu) kami berpuasa dan menyuruh anak-anak kecil kami berpuasa pula. Kami pergi ke masjid. Di sana kami membuat mainan dari kain wol bagi mereka (anak-anak). Apabila ada diantara mereka menangis lantaran merasa lapar, kami berikan mainan itu padanya. Ini berlangsung hingga berbuka puasa tiba. (Terjemah Hadits Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Rubayyi’ binti Mu’awwidz radhiyallahu ‘anha)
Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajjar rahimahullah (dalam Fath al-bari), bahwa hadits ini merupakan hujjah disyariatkannya melatih anak-anak berpuasa. Karena, usia anak belumlah terkena kewajiban untuk menunaikan puasa. Namun, itu dilakukan sebagai bentuk latihan.
Kisah yang dituturkan sahabat wanita, Rubayyi’ bintu Mu’awwidz radhiyallahu ‘anha, setidaknya memberikan pelajaran sangat berharga, betapa melatih anak-anak untuk tekun beribadah memerlukan kesabaran. Seorang anak belum memahami benar untuk apa dirinya menunaikan satu ibadah. Akal seorang anak tentu belum memahami pula betapa penting tunaikan ibadah bagi seorang hamba. Karenanya, pemberian motivasi dari orang-orang yang berada disekitarnya sangat diperlukan. Seorang sahabat wanita pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menunjukkan bagaimana memberikan motivasi secara kreatif dan penuh inovatif itu dilakukan.
Pertama, anak-anak diajak ke masjid. Suasana masjid dengan rumah tentu berbeda. Hikmahnya, anak-anak diajak ke sebuah tempat yang memungkinkan bagi diri mereka untuk mendapatkan suasana yang menguatkan dan mendukung pelaksanaan puasanya. Bukan tempat yang akan melemahkan kemauan diri mereka untuk menunaikan puasa. Sehingga, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terlaksananya sebuah prosesi ibadah pada diri anak amat sangat urgen. Mengajak anak-anak ke masjid merupakan langkah untuk mengondisikan anak-anak dalam melaksanakan ibadah.
Kedua, buatlah suasana yang menyenangkan saat seorang anak menunaikan ibadah (puasa). Sehingga, menunaikan ibadah bukan sebagai tekanan atau paksaan. Akan tapi, ibadah yang dilakukannya benar-benar lahir dari perasaannya yang senang dan tulus. Dalam keadaan semacam ini, ibadah (puasa) telah menjadi tuntutan dan kebutuhan bagi dirinya. Telah tumbuh pada dirinya bahwa berpuasa adalah sesuatu yang menyenangkan.
Ketiga, dunia bermain bagi anak-anak adalah sesuatu yang tak bisa dipisahkan. Saat permainan itu diarahkan agar bisa membuahkan manfaat (bukan untuk hal yang melanggar syariat), maka permainan itu bisa dijadikan sebagai sarana guna menumbuhkan motivasi. Membuat mainan untuk mengalihkan perhatian anak agar terus mempertahankan puasanya tentu sebuah langkah kreatif penuh inovatif.
Dalam sebuah hadits Al-Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
يسروا ولا تعسروا بشروا ولا تنفروا
“Permudahlah oleh kalian dan jangan dipersulit. Gembirakanlah dan janganlah kalian (menjadi penyebab) larinya seseorang.”
Tumbuhkanlah rasa senang pada anak kala dia menunaikan ibadah pada Rabb-nya. Sebagai orang tua atau pendidik, tentu saja harus terus mengupayakan beragam cara yang selaras syar’i agar anak-anak merasa senang kala beribadah. Menerapkan langkah yang tidak tepat bisa menyebabkan sang anak menjauh dan lari dari kewajibannya beribadah. Wal-‘iyadzu billah. Wallahu ‘a’lam.