Senin, 01 Juli 2013

Cerita Rakyat - Sejarah Jaka Tingkir, Arya Penangsang, dan Pajang

Cerita Rakyat - Kerajaan Pajang adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kerajaan Demak. Kompleks keraton, yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja, berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Surakarta (Solo) dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
Pada tahun 1582 meletus perang Pajang dan Mataram karena Sutawijaya membela adik iparnya, yakni Tumenggung Mayang, yang dihukum buang ke Semarang oleh  Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir. Perang itu dimenangkan pihak Mataram meskipun pasukan Pajang jumlahnya lebih besar.
Sepulang dari perang, Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri adalah adipati Demak yang berhasil menjadi raja kedua Kesulatanan Pajang atas dukungan Panembahan Kudus yang diyakini sebagai Sunan Kudus, yang memerintah tahun 1583-1586 bergelar  Sultan Ngawantipura.

Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat Demak, yang tewas dibunuh Arya Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.
Setelah dewasa, Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan dijadikan sebagai bupati Demak.
Selaku sultan, Arya Pangiri berlaku tidak adil terhadap penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan orang-orang Demak untuk menggeser kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga tersisih oleh kedatangan penduduk Demak. Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah menjadi perampok karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdi pada Pangeran Benawa.
Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.

Ayah dari Arya Penangsang adalah Raden Kikin atau sering disebut sebagai Pangeran Sekar, putra Raden Patah raja Demak pertama. Ibu Raden Kikin adalah putri bupati Jipang sehingga ia bisa mewarisi kedudukan kakeknya. Selain itu Arya Penangsang juga memiliki saudara lain ibu bernama Arya Mataram.
Pada tahun 1521 anak pertama Raden Patah yang bernama Adipati Kudus (orang Portugis menyebutnya Pate Unus, dikenal juga sebagai Pangeran Sabrang Lor karena melakukan penyerangan ke Malaka yang dikuasai Portugis) gugur dalam perang. Kedua adiknya, yaitu Raden Kikin dan Raden Trenggana, malah berebut takhta. Raden Mukmin atau yang disebut juga sebagai Sunan Prawoto (putra pertama Raden Trenggana) membunuh Raden Kikin sepulang salat Jumat di tepi sungai dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober yang dicurinya dari Sunan Kudus. Sejak itu, Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen (”Bunga yang gugur di sungai”).

Kisah Arya Penangsang mengamuk dan menantang Hadiwijaya. Hadiwijaya tidak meladeninya dan membuat sayembara. Ki Ageng Pemanahan (Ki Ageng Mataram) mengikuti sayembara dan berhasil menumpas Arya Penangsang dengan bantuan Ki Penjawi dan Juru Martani serta putranya. Sejak itu,Pajang menjadi kerajaan berdaulat di mana Demak sebagai bawahannya.

Pada buku Panembahan Senapati karya Gamal Kamandoko dibeberkan secara rinci sepak terjang Pajang beserta Sultan Hadiwijaya, Arya Penangsang, dan Arya Pangiri dan Panembahan Senapati beserta Ki Ageng Mataram, Ki Penjawi, dan Ki Juru Martani.
Arya Penangsang dan Arya Pangiri merupakan trah dekat Demak/Raden Patah meskipun juga trah Raden Wijaya. Sementara Hadiwijaya dan Sutawijaya merupakan trah jauh Raden Wijaya.

Dari kisah di atas, menurut analisis saya, Arya Penangsang dendam karena ayahnya dibunuh oleh adiknya, yakni Sunan Prawoto dalam perebutan tahta Demak. Bila kemudian menurut sejarah versi Babad/Mataram, Arya Penangsang dicap sebagai orang yang jahat, tentu itulah yang namanya sejarah. Karena sejarah memiliki dua sisi, yaitu sisi pahlawan dan sisi pengkhianat/penjajah, tergantung siapa yang membuatnya. Atau bisa juga memakai dikotomi pihak yang satu me-liyan-kan pihak yang lainnya sebagaimana diungkapkan oleh NB. Atmadja dalam bukunya Genealogi Keruntuhan Majapahit.

Kemudian mengenai Arya Pangiri yang didukung oleh Sunan Kudus yang Islam putihan. Meskipun Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto yang membunuh kakaknya sendiri, yakni Raden Kikin alias ayah Arya Penangsang. Sama halnya dengan Arya Penangsang yang di-liyan-kan, Arya Pangiri pun di-liyan-kan oleh Benawa dan Sutawijaya yang beraliran Islam abangan.
Menurut analisis saya, ada nuansa penyingkiran terhadap penganut Islam putihan oleh Islam abangan. Arya Penangsang juga sangat mungkin menganut Islam putihan karena pewaris Raden Patah. Arya Pangiri didukung oleh Sunan Kudus yang menganut Islam putihan.
Pajang pun kemudian runtuh pasca Arya Pangiri dan diteruskan oleh Mataram yang lebih condong ke Islam abangan ketimbang putihan dengan dukungan Sunan Kalijaga. Kala itu Sunan Kalijaga yang berdakwah ala Islam abangan sudah menjadi sesepuh dan mendominasi perpolitikan Mataram.
Walaupun pada akhir hidupnya, Sunan Kalijaga sadar dengan menganut Islam putihan. Hal itu diketahui dengan diketemukannya karya Sunan Kalijaga berupa kitab Suluk Linglung. Kitab tersebut menguraikan perihal Islam putihan. Sementara Islam abangan dipakai untuk berdakwah kepada masyarakat Jawa yang masih kental dengan agama Hindu, Buddha, dan Animisme-nya.

Memang tak bisa disalahkan bila penulis menulis novel sejarah sedemkian rupa. Karena memang genrenya novel sehingga pasti dibumbui yang bukan sejarah, meskipun masuk dalam katgori novel sejarah. Begitu pula dengan kitab Babad yang ditulis menurut versinya sendiri.
Oleh karenanya kita pembaca harus pandai-pandai memilah dan memilih mana yang sejarah, mana yang mitos, mana yang legenda, dan mana yang dongeng. Jangan mencampuradukkannya. Karena sejarah adalah sejarah, mitos adalah mitos, legenda adalah legenda, dan dongeng adalah dongeng.
Bagaimana pun sejarah Jawa juga selalu menarik untuk dikaji-teliti.
Powered by Blogger